Ilona, gadis jalanan yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Kehidupan jalanan memaksanya menjadi gadis kuat dan pemberani. Berbeda dengan Ayyara, seorang gadis culun yang selalu menjadi sasaran bully di sekolahnya. Selain penampilannya yang culun dan dianggap jelek, dia sedikit gagap saat berbicara. Bahkan kakak dan sepupunya tidak suka padanya.
Hingga suatu hari, terjadi kecelakaan yang membawa perubahan dalam hidup keduanya. Ilona terbangun dalam raga Ayyara. Kecelakaan itu mengubah semua jalan hidup keduanya. Ilona yang tidak memiliki orang tua dan kehidupannya yang susah, berubah mendapatkan kasih sayang orang tua dan kehidupan layak. Dan Ayyara, dia berubah menjadi gadis yang tak mudah ditindas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesal
Ayyara kembali ke ruangan kenzo bersama seorang dokter. Dokter tersebut mulai memeriksa keadaan Kenzo.
"Kondisi pasien sudah membaik. Besok sudah bisa pulang."
"Terima kasih, dok." Ujar Ayyara.
Dokter lelaki itu mengangguk kemudian berpamitan pergi. Menyisakan Ayyara dan Kenzo saja di ruangan tersebut.
Ayyara kembali duduk di kursi. Dia sedikit memberikan jarak antara kursi yang didudukinya dengan brankar milik Kenzo.
"Jauh amat duduknya." Ujar Kenzo, menatap wajah Ayyara.
"Harus gini! Cewek gila lo bisa cabik-cabik gue kalo liat gue duduk dekatan lo. Lagian, gue ga mau Alden salah paham."
"Dia ikut?"
"Ga! Dia kesini buat jemput gue, nanti."
Kenzo hanya mengangguk dengan wajah menahan kecewa. Ia berharap mobil Alden mogok atau ban mobilnya bocor, biar dia terlambat menjemput Ayyara. Dan dia memiliki banyak waktu bersama Ayyara.
"Ayya!"
"Hmm..."
"Makasih udah nolongin gue!"
"Cuman kebetulan."
"Itu bukan kebetulan. Itu takdir. Takdir lo buat nolongin gue!"
"Huh, terserah lo aja. Udah, mending lo tidur, pulihin kesehatan lo." Balas Ayyara.
"Ayya! Lo pedulikan sama gue?"
Ayyara yang sejak tadi acuh dan tidak menatap wajahnya pun langsung menatapnya. "Ngaco lo!" Kesal Ayyara.
"Kalo bukan peduli, kenapa lo nolongin gue? Kenapa lo mau kesini jenguk gue? Ayya! Gue tau, lo masih suka sama gue. Tinggalin Alden, mulai semuanya sama gue."
"Dengar! Gue kesini karena rasa kasihan, rasa tanggung jawab karena gue yang bawa lo kisini. Kalo soal peduli, gue peduli sama lo karena kita sesama makhluk Tuhan. Kalo peduli sesuai konteks lo, sorry! Gue ga ada niat buat ninggalin Alden!" Ujar Ayyara. Ia bangkit, dan mendekatkan kembali kursi ke brankar Kenzo.
"Gue balik!" Ujarnya, pergi begitu saja tanpa mendengar perkataan Kenzo.
Deon, Gian dan Vanya yang baru kembali, menatap ke arah Ayyara pergi. Vanya yang hanya sebentar melihatnya, segera memasuki ruangan Kenzo.
"Aaa... Sayang, kamu udah sadar. Aku panggilin dokter, ya?" Vanya memeluk Kenzo. Tapi, hanya beberapa detik. Kenzo mendorong pelan dirinya agar menjauh.
"Apaan sih, lo? Gue sekarang bukan pacar lo! Kita udah putus! Dan, ga usdah panggilin dokter. Ayya udah panggil tadi." Ujar Kenzo.
"Dimana Ayya sekarang?" Tanya Deon.
"Ayya balik!"
Deon dan Gian langsung ikut berbalik keluar dari ruangan Kenzo. Mereka melihat Pak Tanto pulang tadi. Berarti Ayyara akan pulang sendirian. Tidak! Ayyara tidak boleh pulang sendiri. Jika bukan dengan Pak Tanto, Ayyara harus bareng mereka.
"Lo berdua mau kemana?" Pertanyaan Kenzo berhasil menghentikan langkah Deon dan Gian yang hampir melewati pintu ruangan itu.
"Mau liat Ayya." Balas Deon.
"Perhatian sekarang lo berdua sama dia?" Vanya tersenyum mengejek.
"Karena Papa." Balas Gian.
"Ayo!" Deon dan Gian bergegas ke halaman rumah sakit. Berharap Ayyara tidak menaiki taksi. Entahlah, rasa apa ini? Apakah khawatir karena takut dimarahi Abima atau memang rasa khawatir antara kakak dan adek.
Deon dan Gian berhenti di tangga rumah sakit. Keduanya menarik nafas lega. Disana, Ayyara sedang berbicara dengan Alden. Mereka percaya, lelaki itu bisa menjaga Ayyara.
***
"Oh ya, sayang. Aku lihat, kamu cemberut terus dari tadi." Tanya Alden saat mobilnya sudah melaju meninggalkan rumah sakit.
"Ngga ada apa-apa." Jawabnya masih bernada kesal.
"Ngga ada apa-apa, kok wajahnya manyun gitu?"
"Itu si Kenzo. Kesal banget aku sama dia. Masa aku dibilang perhatian sama dia. Aku kan ga suka. Aku hanya kasihan sama dia. Tapi, dia bilang aku punya perasaan sama dia. Ga jelas bangetkan?"
"Udah-udah! Yang penting kamu ga suka kan sama dia?"
"Ga suka! Aku emang penah ngejar-ngejar dia. Tapi, bukan karena suka. Aku cuman mau ucapin terima kasih karena dia udah nolongin aku."
"Kapan dia nolongin kamu?"
"Dulu! Waktu aku masih jelek dan jadi cewek culun." Alden hanya mengangguk. Dia sudah tahu semua cerita mengenai Ayyara. Tapi, dia tidak tahu jika Kenzo pernah menolong ceweknya itu.
"Sudah! Ga papa. Mau makan es krim?" Ujar Alden menatap sekilas Ayyara.
Gadis itu mengangguk dengan senyuman manisnya. "Iya mau."
Alden yang melihatnya juga ikut tersenyum. Ia mengulurkan tangannya mengacak pelan rambut Ayyara.
Beberapa menit kemudian, Alden menepikan mobilnya di depan kedai es krim. Ia bersama Ayyara memasuki tempat itu dan memesan es krim yang di sukai Ayyara.
***
Ayyara kembali bersama Alden pukul 7 malam. Ayyara terlihat bahagia setelah turun dari mobil Alden. Tidak ada yang mereka beli. Hanya bersama Alden hari ini, dia sudah sangat bahagia.
"Senang banget tu muka." Ujar Gian yang duduk menonton televisi sambil mengemil kacang.
"Senanglah! Siapa sih yang ga senang kalo jalan sama pacar. Coba aja lo jadian sama Elen, enak tuh bisa di ajak jalan."
"Eee... Sok tau lo!" Kesal Gian, melempar kulit kacang pada Ayyara.
Deon yang sejak tadi terdiam di samping Gian, menatap ke arah Ayyara. "Sini, lo!" Panggilnya, sambil menjentikkan jari pada Ayyara.
"Gue capek, mau istirahat."
"Bentar aja!" Suaranya terdengar sedikit lembut. Tidak seperti biasanya saat Ayyara membantah.
Gue ga salah dengarkan? Deon ngomongnya sedikit lembut. Batin Ayyara.
"Ayya!" Panggilan Deon membuat Ayyara tersadar dari lamunannya.
"Iya-iya, gue kesitu!" Gadis itu maju dan duduk di sebelah Kanan Gian. Ia mencomot kacang milik Gian.
"Eh, punya gue!" Gian berusaha meraihnya kembali.
"Minta dikit! Pelit amat lo."
"Ck. Kalo minta, izin dulu. Bukan asal nyolong."
"Iya, abang sayang. Adekmu yang cantik ini minta ya?"
"Hoek... Mau muntah gue." Ujar Gian.
Plak...
"Sialan lo!" Ayyara mengeplak punggung Gian.
"Ayya!" Deon yang hanya menonton pun mulai bersuara. Ia menatap Ayyara begitu lekat. "Kemana aja lo sama Alden sampe pulang malam gini?"
"Kepo lo!"
"Gue tanya beneran Ayya!"
"Kita makan es krim, terus jalan-jalan."
Deon mengangguk. "Lain kali jangan pulang malam! Kalo pergi izin dulu!"
"Kenapa jadinya lo yang ngatur gue?"
"Gue ini abang lo!"
"Abang yang ga pernah anggap adeknya sebagai adek? Abang yang diam aja waktu adeknya di jahatin orang? Itu yang lo sebut abang? Huh, ngaco! Udah! Gue capek, mau istirahat." Ayyara bangun dan bergegas menuju kamarnya. Deon dan Gian hanya diam mendengar ucapan Ayyara.
Ayyara menutup pintu kamarnya kasar. Ia lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamarnya.
Kenapa sekarang lo baru akuin kalo lo abang Ayya dan Ayya adek lo? Kemana aja lo dulu? Adek lo butuh lo, lo malah menjauh. Sekarang lo anggap diri lo abang, dan seenaknya ngatur hidup Ayya. Gue ga nyangka ada orang seegois lo, Deon. Gumam Ilona dalam hati.
Akkhhh... Kenapa gue malah ngerasa sedih mikirin itu? Gue rasa, gue udah benar-benar menganggap mereka keluarga gue. Lanjutnya dalam hati.
/Rose//Rose//Rose/