21+
Laura Anastasia, seorang gadis yatim piatu berusia 21 tahun, pemilik sebuah panti asuhan. Suatu hari ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa mendiang sang ibu yang telah meminjam uang sebanyak 300 juta kepada seorang rentenir. Dengan menggadaikan sertifikat tanah panti asuhannya.
Mampukah Laura mendapatkan uang itu dalam waktu 2 hari? Atau ia harus rela kehilangan panti asuhan milik orang tuanya?
Edward Alexander Hugo, seorang pria mapan berusia 35 tahun. Seorang pewaris tunggal dari keluarga Hugo. Sampai saat ini, tidak ada yang tau tentang status hubungannya. Tidak pernah terdengar memiliki kekasih, mungkinkah dia seorang pria lajang atau mungkin sudah beristri?
Hingga suatu ketika, sang gadis yatim piatu dan sang pewaris di pertemukan oleh sebuah TAKDIR.
“Aku hanya membutuhkanmu saat aku tidur, jadi kembali lah sebelum aku tidur”. Edward Alexander Hugo.
.
.
.
.
Hai, aku baru belajar menulis. Mohon kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Terima Gaji 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26. Bali Hari Kedua.
Setelah drama sarapan nasi goreng, Edward tidak mengajak Laura kemana pun. Mereka hanya menghabiskan waktu yang tersisa dengan bersantai di villa. Laura mulai merasa bosan, dari kemarin hanya berdiam diri saja di villa mewah ini.
Bukan tanpa alasan Edward tidak mengajak Laura berjalan-jalan keluar villa di siang hari. Ia takut ada orang yang mengenalinya melihat ia berdua bersama Laura, dan memberitahu keluarganya. Pria dewasa itu tidak mau Laura terkena masalah, jika sampai sang mama tau.
“Membosankan sekali sih. Apa seperti ini kehidupan orang kaya?” Laura bermonolog, ia menatap ke sekelilingnya. Villa ini benar-benar mewah. Harga sewanya sudah pasti mahal.
Ia melihat Edward meliak-liuk di dalam kolam renang, rasa ingin ikut menceburkan diri menguap dari dalam hatinya. Tetapi sayangnya, ia tidak membawa baju renang. Gadis itu belum pernah liburan ke luar pulau, jadi dia tidak tau pakaian apa saja yang harus dibawa.
“Kenapa?” Tanya Edward yang kini menatapnya dari dalam kolam.
“Kamu ingin ikut berenang? Ayo.” Ajaknya sambil mengulurkan satu tangannya.
“Aku tidak membawa baju renang, Ed.” Jawab Laura menggeleng.
“Apa perlu kita membelinya dulu?”
Laura menganga mendengar ucapan pria itu. “Tidak perlu, Ed.”
“Kalau begitu, pakai saja pakaian itu.” Edward menunjuk Laura yang mengenakan baju kaos putih dan hot pant hitam.
Laura nampak berpikir. Usulan Edward tidaklah buruk. Lagi pula baju kaosnya tidak terlalu tipis. Kapan lagi bisa berenang di villa mewah, yang memiliki pemandangan ke laut lepas. Gadis itu pun mengangguk lalu menceburkan dirinya kedalam kolam renang.
*****
“Kita pulang jam berapa, Ed?” Tanya Laura yang sibuk mengeringkan rambutnya.
Mereka baru saja selesai berenang dan membilas diri. Kini mereka berada di dalam kamar. Dengan posisi Edward yang duduk bersandar di kepala ranjang sambil memainkan ponsel pintarnya. Dan Laura yang berada di depan meja rias.
“Devano menanyakan mu, Ed”
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Edward, yang membuatnya fokus kepada ponselnya dan tak mendengar pertanyaan dari Laura.
“Kamu tidak mengatakan kalau aku sedang keluar kota?” Edward mengirim sebuah balasan.
Laura menoleh ke arah pria dewasa yang sibuk dengan ponselnya itu. “Apa dia tidak mendengarku?” Gerutu gadis itu.
Ia lalu mematikan pengering rambutnya. Lalu mendekat ke arah ranjang dan duduk di tepian yang lainnya.
“Ed..” Laura memberanikan diri mengusap lengan Edward.
“Hah”. Pria dewasa itu terkejut. Hampir saja ponselnya terlepas dari tangannya.
“Ada apa, Ara?” Ia meletakan ponselnya di atas ranjang, dengan posisi terbalik sehingga layar ponsel menghadap ke bawah.
“Kita pulang jam berapa?” Laura mengulang pertanyaannya tadi.
“Flight jam 9 malam”.
‘Apa jam 9 malam? Ini masih jam 4 sore. Aku bisa mati kebosanan disini’
“Buatlah makan malam, agar kamu tidak merasa bosan.” Edward seolah tau apa yang gadis manis itu rasakan.
“Memasak makan malam, sekarang?” Tanya Laura tak percaya.
“Iya, kamu bisa memasak apa saja. Bila perlu habiskan stock bahan makanan yang ada di lemari pendingin.” Jawab pria itu dengan tersenyum.
Gadis itu mengembungkan kedua pipinya. Sungguh ia sangat kesal dengan pria berusia 35 tahun ini. Ia tak habis pikir, untuk apa berada di Bali jika hanya bermalas-malasan saja.
‘Sungguh aku ingin meracuni mu, Ed.’
*****
Di tempat lain, tepatnya di rumah orang tua Monica, gadis itu kini tengah bersantai dengan kekasihnya. Mereka sedang berada di gazebo, di halaman belakang rumah. Orang tua Monica memang bukan orang kaya raya, tetapi mereka tergolong ke dalam keluarga kelas menengah.
Ayah Monica merupakan seorang Rektor di universitas milik keluarga Hugo, tempat dimana Laura menuntut ilmu. Sementara ibu Monica memiliki usaha toko kue.
Di akhir pekan seperti ini orang tua Monica biasanya tidak berada di rumah, mereka akan pergi mengunjungi rumah nenek Monica yang berada di luar kota.
“Sayang, ada apa dengan ponselmu?” Monica bertanya pada Johan, setelah ia melihat pria itu membolak balik ponselnya.
“Sayang, kenapa bos benar-benar tidak ada kabar ya?” Pria itu malah berbalik bertanya kepada kekasihnya.
“Hah” Monica membuang nafasnya kasar.
“Bukannya kemarin kamu bilang, bagus kalau bos tidak ada kabar? Kenapa sekarang kamu balik bertanya?” Sewot gadis itu.
“Iya juga, sayang. Tetapi ini rekor terlama bos tidak menghubungi ku, selama aku menjadi asistennya.” Pandangan Johan menerawang jauh.
Monica mendekat ke arah Johan, ia meletakan dagunya di bahu pria itu.
“Sayang, aku penasaran bagaimana awal mula kamu menjadi asisten bos Edward?” Monica menusuk-nusuk kecil pipi Johan.
Johan menarik nafasnya dalam, dan membuangnya kasar. Ia sudah 7 tahun bekerja dengan Edward. Ia menjadi saksi, bagaimana pahit manisnya kehidupan Edward selama 7 tahun ini.
“Aku hanya seorang OB waktu itu, sayang. Padahal aku seorang lulusan sarjana, tetapi lowongan waktu itu hanya ada di bagian OB.” Johan terkekeh, melihat kekasihnya menganga tak percaya.
“Tutup mulutmu, sayang. Nanti ada lalat yang masuk”. Seketika Monica menutup mulutnya.
“Lanjutkan sayang”. Titahnya.
“Hampir setahun aku bekerja menjadi OB, aku di percaya untuk membersihkan ruangan kerja Presdir. Dengan senang hati aku melakukannya, berharap suatu saat Presdir Hugo menawari ku jabatan yang lebih tinggi.”
Johan menjeda ceritanya, ia meneguk sedikit jus jeruk yang tersedia di hadapannya.
“Suatu hari dia mengajakku berbicara. Dia menanyakan banyak hal padaku. Semakin lama pembicaraan kami terkesan seperti sebuah ‘interview’. Dan benar saja, beberapa hari kemudian aku di minta menjadi asisten pribadinya.” Johan tersenyum di akhir ceritanya.
“Sejak kapan kamu tinggal dengannya?” Tanya gadis itu lagi.
“Baru 4 tahun ini, sayang. Dia kasihan padaku yang harus berangkat pagi-pagi untuk membangunkannya. Karena jarak dari kostan ku ke penthousenya terbilang sedikit jauh. Kira-kira 45 menitan.” Johan mengedikan bahunya.
“Apa kamu tidak takut tinggal berdua dengannya?” Monica seperti seorang wartawan yang mewawancarai narasumbernya.
“Kenapa harus takut? Apa kamu pikir kami pria tidak normal?” Johan memutar kepalanya menghadap ke arah kekasihnya, tanpa sengaja hidung mereka bersentuhan.
Seketika Monica memalingkan wajahnya. Entah kenapa ia merasa gugup.
“Sayang, apa sebelumnya bos pernah memiliki kekasih atau istri?” Tanya Monica lagi. Ia berusaha menghilangkan rasa gugupnya.
“Kalau tentang hal itu, maafkan aku sayang. Aku tidak bisa menceritakannya. Aku pernah di beritahu bos tentang kehidupan pribadinya, tetapi aku di sumpah untuk tidak menceritakan pada orang lain, tanpa seijin dari bos.”
Monica menganggukkan kepalanya. Ia mengerti, ada beberapa orang yang memang tidak ingin rahasianya tersebar, tetapi mereka tetap menceritakan rahasia itu kepada seseorang yang mereka percayai.
.
.
.
To be continue
bab nya jdi sama ceritanya
lanjutkeun... 👍👍👍