Assalamu'alaykum
Selamat datang di karyaku dan terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita ini.
🌺
WARNING!!
KARYA MENGANDUNG BAWANG DAN KEHALUAN TINGKAT TINGGI BAHKAN DILUAR NALAR MANUSIA NORMAL!
Pernahkah kalian berfikir jika anak genius itu ada? Jika di film mungkin sudah kita temui, yang berjudul baby bos.
Di dalam dunia nyata, kehadiran anak jenius memang jarang terjadi, namun mereka juga memiliki bukti Ekisitensi yang dapat dilihat dari begitu banyaknya kemajuan yang terjadi saat ini.
Namun bagaimana ketika kalian dipertemukan dengan anak genius berusia 2 tahun yang bisa menggebrak dunia dengan hasil ciptaannya.
🌺🌺
Fajri Hanindyo. Sang Anak genius, memiliki IQ yang sangat tinggi Yaitu 225. Ia lahir dari malam dimana rusaknya mahkota Fajira, sang ibunda. Dengan otak yang genius tanpa sadar, ia bekerja sama dengan Ayahnya dan membuat Fajri menjadi anak yang kaya raya dalam waktu singkat ketika berhasil memproduksi mesin rancangannya sendiri.
Irfan yang yang begitu mendambakan sentuhan Fajira berusaha untuk membuat gadis itu kembali kedalam pelukannya. Keegoisannya runtuh, ketika ia berhasil menemukan Fajira dan juga mendapatkan bonus seorang anak yang tampan yaitu Fajri.
bagaimana kisah selanjutnya? yuk baca cerita ini.
terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Hari Pertama Sekolah
"Fajri bangun nak. Hari ini kamu sekolah sayang" Panggil Fajira lembut kepada pangeran kecil yang masih setia menutup matanya.
"sayang Bunda. Bangun yuk nak"
"hmm iya Bunda, peluk"
"iya sayang, bangun lagi ya. Ini hari pertama kamu sekolah lo"
"iya Bunda, nanti Bunda gak bisa menemani Aji ya?" ucap Fajri sendu.
"nanti Bunda temani Aji sayang, biar Bunda absen dulu pagi ini sampai Aji pulang"
"apa nanti Bunda gak kena marah sama pak dosennya?"
"gak sayang. Yuk kita mandi lagi, nanti Bunda masuk waktu jam terakhir saja"
"iya sayangkuh" Fajri tersenyum dan bangkit dari tidurnya lalu bergegas menuju ke kamar mandi.
Fajri anak mandiri yang sudah bisa mengurus dirinya sendiri mulai dari mandi, memakai baju, hingga makan juga sendiri, jangan lupa ia juga bisa mencari nafkah untuk Bundanya. Jangankan hal yang sepele, main listrikpun dia tidak pernah terkena setrum. Begitu mandirinya Fajri yang membuat Fajira hanya harus memastikan jika anaknya tidak terancam bahaya, seperti kamar mandi yang harus selalu bersih dan tidak licin. Kabel listrik yang rapi dan tidak bertebaran bersama dengan hal yang lainnya.
Fajira tersenyum melihat anaknya yang sudah tumbuh besar dan pintar, tidak mau mengeluh dengan apa yang ia alami, namun sedewasa apapun anak kecil, dia tetaplah makhluk yang sangat membutuhkan ibu untuk membantunya dalam menghadapi kejamnya dunia yang tak se indah dunia hayalan.
Seperti saat ini, Fajri memekik ketika tanpa sengaja busa sabunnya masuk ke dalam mata dan membuat Fajira segera berlari menuju kamar mandi dan melihat ke adaan anaknya di dalam sana.
"BUNDA!" teriak Fajri.
"iya sayang, kenapa nak?" tanya Fajira panik
"mata Aji masuk sabun bunda perih" ucapnya panik.
Tanpa menunggu lama Fajira segera membilas kepala Fajri dengan air mengalir hingga matanya sudah tidak terasa perih lagi.
"gimana sayang, masih perih?"
"udah nggak Bunda, terima kasih" ucapnya sambi mengusap matanya.
"sama-sama nak, udah siap?"
"sudah Bunda"
Fajira terkekeh melihat pangeran kecilnya yang semakin mengemaskan. Sembari memandikan Fajri ia berharap jika ini tidak akan pernah berakhir, karna baginya hidup berdua dengan Fajri adalah kebahagiaan yang tidak akan pernah ia dapatkan dari manapun.
Fajira membantu memakaikan baju seragam sekolah Fajri sambil tersenyum dan mengecupnya sesekali.
"duh anak Bunda sudah tampan"
"iya dong, Aji kan memang tampan. Bunda aja cantik masa iya Aku jelek kan gak banget"
"haha masa Bunda cantik sih?"
"ih Bunda itu cantik banget. muach muach muach... hahaha"
Mereka tertawa di pagi yang indah itu, berharap semua tidak akan pernah berakhir apapun yang terjadi.
"sudah siap nak? kita pergi lagi yuk"
"let's go bundaa" teriak Fajri senang.
Pria kecil itu terlihat sangat mengemaskan dengan pakaian sekolah dan tas kecil yang ia sandang. Fajira tak henti mengembangkan senyumannya sedari, hingga ponsel Fajri berdering membuat senyuman hangat itu meredup perlahan.
📞"halo om Irfan" ucap Fajri senang
📞"Halo Fajri, kata om Ray hari ini sudah mulai sekolah ya nak?" ucap Irfan senang di balik telefon
📞"iya om, ini Fajri mau berangkat lagi" ucapnya senang
📞"wah hebat hati-hati di sekolah ya nak. Belajar yang rajin"
📞"iya om. terima kasih"
📞"yaudah om tutup dulu ya nak"
📞"iya om. om juga semangat ya"
📞"iya nak"
tut.
"Bunda Ayo kita pergi"
"iya sayang"
Fajri mengendarai motornya membelah jalanan yang sangat padat pagi itu, beruntung tidak ada kemacetan yang parah sehingga mereka tidak khawatir datang terlambat di sekolah Fajri nanti. Perlahan namun pasti motor itu melaju dengan kecepatan sedang hingga mendarat dengan cantik di parkiran sekolah itu.
Terlihat banyak orang tua dan anaknya yang masih kecil berkerumunan dengan segala macam tingkah. Ada anak yang menangis karna tidak mau sekolah, ada yang masih memeluk ibunya erat, ada juga anak yang malah memeluk kaki orang tuanya karna tidak mau di tinggal.
Pemandangan itu di saksikan oleh Fajri dengan ekspresi wajah yang mengernyit. Ia heran melihat anak-anak itu, kenapa harus menangis? begitu bathinnya bertanya.
Jika di bandingkan dengan siswa yang lain, badan Fajri tidak terlalu berbeda dengan mereka, karna anak itu memang sudah terlihat jangkung di usianya yang baru saja menginjak 3 tahun.
"Bunda kenapa mereka seperti itu?" tanya Fajri yang masih menggandeng tangan Fajira.
"hmm, kenapa ya nak? mungkin mereka belum terbiasa bertemu dengan orang banyak, atau gak mau di tinggal sama orang tuanya sendirian. Aji takut kalau Bunda tinggal nak?"
"gak takut Bunda. Aji kan sudah besar jadi kenapa harus takut"
"iya anak Bunda ini sudah besar dan pintar, nanti harus belajar yang rajin ya"
"iya Bunda. Apa boleh Aku langsung naik kelas?"
"hmm, nanti kita tanya sama ibu Rully dulu ya nak bagaimananya nanti. Yang jelas sekarang Aji masuk ke dalam kelas dulu, nanti kenalan ya sama teman-temannya"
"iya bunda"
Mereka berjalan menuju kelas yang sudah di tentukan oleh guru sebelumnya. Ketika sampai di dalam kelas, hampir semua kursi sudah penuh dan hanya tersisa kursi pada bagian belakang.
"Aji gak apa kan duduk di belakang?"
"gak apa Bunda yang penting Aji bisa belajarkan"
"badan Aji kan masih kecil nak, nanti gak kelihatan sama guru sayang"
"gak apa Bunda, yang penting ibu guru tau kalau Aji ada di kelas"
"hehe ya sudah yuk kita masuk nak"
Ibu dan anak itu menjadi pusat perhatian hampir semua orang yang ada di dalam kelas, namun mereka hanya melihat sekilas setelah Fajira menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"permisi Bunda, apa disini sudah ada yang mengisi?" tanya Fajira kepada salah satu ibu-ibu yang ada di sana.
"eh belum dek silahkan"
"Aji duduk di sini ya nak"
"iya bunda" ucapnya tersenyum, namun sejurus kemudian...
"Bunda Aji gak bisa naik" kesal sudah ketika ia mendapati kursi itu sedikit lebih tinggi dari badannya yang kecil imut lucu bentuknya itu, dan sukses membuat Fajira terkekeh gemas.
"hehe, ketinggian ya nak" Fajira menggendong Fajri untuk duduk di atas meja itu dan hal lain pun terjadi.
"Bunda mejanya juga tinggi Aji gak sampai tuh, tuh kan huaa" ucapnya cemberut manja.
"hehe, ya gimana lagi Aji kan masih kecil, nanti kita tanya sama ibu Rully dulu, apa ada stok meja dan kursi yang lebih rendah"
"iih Aji kesal bunda" rengeknya.
"sudah ya nak, itu teman Aji dari tadi lihatin terus" ucap Fajira menunjuk teman sebangku Fajri.
"kenalan dulu nak sama temannya"
"iya Bunda. Hai aku Fajri" ucap pria kecil itu tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.
"Nama kita hampir sama, Aku Fandi" Ucap Fanda menjabat tangan Fajri sambil tersenyum.
"wah, berarti Aji panggilnya abang ya Bunda?"
"iya nak"
"kok panggilnya abang?" tanya Fandi mengernyit.
"hehe umur Aji baru tiga tahun bang" ucapnya mengaruk kepala.
Sontak membuat semua orang yang mendengar perkataan Fajri menoleh ke arahnya dan membuat pria kecil itu merona malu.
"serius nak? Fajir baru 3 tahun?" pekik ibu Fandi.
"iya bu, anak saya baru kemarin genap tiga tahun" ucap Fajira tersenyum.
"kok sudah bisa sekolah? apa Fajri sudah bisa membaca nak?"
"sudah ibu, Aji sudah bisa membaca, berhitung juga" ucapnya bangga sambil tersenyum.
"serius nak? wah pintar ya, masih tiga tahun sudah bisa membaca" ucap ibu Fandi kagum.
"iya bu, kebetulan Fajri mendapatkan beasiswa rekomendasi dari salah satu donatur disini, karna beliau dosen saya. Dan kebetulan waktu itu Fajri ikut dengan saya pergi kuliah, disana mereka bertemu"
"wah hebat ya, beasiswa rekomendasi itu gak sembarangan anak bisa mendapatkannya Bunda Fajri, bahkan juara umum saja susah untuk mendapatkannnya" ucap ibu Fandi terkesima.
deg...
"apa betul ibu?, awalnya saya juga kaget kenapa pak Zul memberikan Fajri beasiswa di umurnya masih 3 tahun, tapi jika di fikir-fikir sayang juga kalau di tolak dan kebetulan Fajri juga mau. Makanya saya ambil bu" Fajira sempat terkejut mendengarkan penuturan ibu Fandi.
"Bunda Fajri masih kuliah?"
"iya bu, masih semester awal"
"jurusan apa?"
"kedokteran bu"
"wah pantesan anaknya pintar ya"
Fajira hanya tersenyum menanggapi perkataan ibu Fandi. Mereka berbincang mengenai hal yang berhubungan dengan sekolah, sementara Fajri juga sudah terlihat akrab dengan Fandi yang juga terlihat cerdas dari caranya berbicara yang tenang dan menyambung ketika berbicara dengan Fajri.
💖💖💖
TO BE CONTINUE