Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIBA-TIBA ADA SUARA
Hessel menatap wajah istrinya seperti mengharapkan sesuatu darinya. Hessel kembali melirik jam dinding sudah pukul 8 tepat.
Akhirnya Hessel pun memutuskan untuk mewujudkan keinginan dari istrinya dalam waktu 30 menit yang sangat singkat itu sebelum Devan berteriak memanggil mereka.
Hessel membuka kemejanya dan melemparnya asal-asalan, sekarang Hessel sudah bertelanjang dada lalu dia menggendong Nana ke tempat tidur.
Mereka melakukannya, apa yang Nana pikirkan dia hanya terbawa hasrat, sampai dia lupa laki-laki yang sekarang sedang menggagahinya sama sekali belum pernah menyatakan cinta pada dirinya, tapi kenapa Nana begitu nekat memberikan haknya pada Hessel.
Nana mendorong pelan dada Hessel, dia tampak canggung setelah Hessel berhasil menerobos masuk.
"Pak, kita sudahi saja, Devan pasti kelelahan menunggu." ucap Nana dengan memanyunkan bibirnya.
"Kau yang memaksa aku melakukannya, tanggung nih aku harus menyelesaikannya." jawab Hessel dengan senyuman lalu ******* habis bibir Nana dan melanjutkan aksinya.
30 menit terasa sangat singkat Hessel menyudahi bergumal dengan istrinya.
"Aku rasa hanya aku yang melakukan ini dalam waktu sangat singkat." kata Hessel, kini dia kembali memakai kemeja dan merapikan rambutnya.
sedangkan Nana masih berbalut selimut duduk bersandar di ranjangnya dengan penuh rasa malu.
"Nana, apa yang kau lakukan dengannya, sekarang kau sudah tidak punya rasa malu, dia sudah melihat semuanya." batin Nana, timbul rasa penyesalan dibenaknya setelah melakukan hubungan intim dengan pria yang belum jua memberinya kepastian tentang cinta.
Hessel duduk disisi ranjang tepat disamping Nana, mereka saling bertatapan, sepertinya Hessel belum puas tapi dia sudah merasa menang sekarang sedangkan Nana hanya bisa pasrah.
"Jangan takut Na." meraih tangan Nana dan menggenggamnya.
"Sekarang aku adalah milikmu." kata Hessel tersenyum, lalu dia tak lupa mencium kening Nana.
"Terima kasih atas pembuktian yang kau berikan." lanjut Hessel setelah mencium Nana.
"Pak, jika saya hamil, apa nanti bapak akan bertanggung jawab?"
"Pertanyaan konyol apa ini Na, memangnya aku ini siapa, apa aku terlihat seperti pria ********?"
"Saya masih sekolah pak, bagaimana jika saya hamil? dan pernikahan kita masih dirahasiakan, aku takut mereka akan menganggapku hamil diluar nikah."
"Melihatmu bertingkah seperti tadi aku pikir kau sudah siap melakukannya, makanya aku ikuti saja kemauanmu, maafkan saya ya."
"Kalau saya beneran hamil gimana pak, saya takut?"
"Haha... kenapa kamu takut hamil, sebelum ini terjadi kamu sangat agresif, bukan?"
"Kenapa bapak malah tertawa? setidaknya beri saya ketenangan."
"Aku senang kau akan hamil anakku, itu tandanya aku akan segera menjadi seorang ayah dan kau akan menjadi mama muda." kata Hessel sambil tertawa kecil menggoda Nana, Nana malah kesal.
"Pak, saya serius loh." menatap mata Hessel dengan tajam dan memukul lengan Hessel.
"Auhhh..." rengek Hessel.
"Tenanglah Nana, kamu tidak akan hamil."
"Bagaimana bapak bisa yakin?"
"Kita melakukannya hanya sekali, dan kata orang itu tidak akan bisa menghasilkan pembuahan, tapi aku juga tidak tau pasti."
"Bapak, ini seorang dosen harusnya bapak paham masalah seperti ini."
"Saya bukan dosen biologi jadi saya tidak mengerti bagaimana pembuahan itu dan itu terjadi."
"Ahhh... bapak bagaimana sih, jika bapak tidak tau kenapa bapak lakukan pada saya." Nana memukul-mukul badan Hessel dengan bantal.
"Ampun, ampun istriku, maafkan aku, mungkin aku khilaf karna tingkahmu tadi."
"Bapak sangat menyebalkan, aku akan menghitung jadwal menstruasiku mulai sekarang aku harus mengingatnya."
"Bukankah kemarin kamu baru aja selesai haid?" Hessel mengingatkan.
"Hah... bapak kurangajar ya, gawat bisa-bisa aku beneran hamil nanti."
"Memang apa salahnya sih hamil anak suami sendiri?"
"Tidak ada yang salah, tapi bapak tidak memikirkan nasib saya, bagaimana saya bisa ikut ujian dalam kondisi hamil, belum lagi gosip-gosip yang harus saya dengar nanti."
"Boleh aku menciummu lagi?" Ucap Hessel meminta izin sepertinya Hessel tidak peduli dengan keresahan Nana yang tidak jelas itu, dia hanya ingin mencumbu beberapa bagian dari tubuh Nana.
"Sedang apa kakak dengannya?"
Tiba-tiba terdengar suara Devan, yang membuat Hessel dan Nana sontak melepaskan ciuman dan menoleh kearah pintu.
Devan dengan jelas melihat kakaknya bercumbu dengan Nana, dan Devan juga melihat Nana tidak memakai baju hanya berbalutkan selimut yang menutupi badan hingga dadanya.
Nana berusaha menutupi tubuhnya rapat-rapat dengan selimut, ada rasa malu dan canggung dalam benak Nana karna anak seusia Devan bisa saja berpikir macam-macam dengan apa yang dilihatnya.
"Apa yang kalian lakukan? seperti adegan di film saja, apa kalian sedang berakting?" tanya Devan begitu polosnya dia, atau mungkin dia pura-pura polos.
"Itu si stupid kenapa tidak memakai baju, bukankah tadi dia menghidangkan sarapan." kata Devan heran.
"Ini nih, kebanyakan nonton film yang gak lulus sensor, sepertinya aku harus menyita ponsel dan dvdnya." kata Hessel dalam hati.
"Ah... aku habis mandi, iya benar aku habis mandi dan akan memakai baju sekarang." kata Nana mencari alasan agar Devan percaya.
"Lalu, kak Hessel kancing baju kakak terbuka?" Devan sepertinya sangat teliti, Hessel baru sadar dia lupa mengancingkan bajunya, dengan cepat Hessel langsung menutupnya.
"Hei anak kecil, kau tunggulah diluar sebentar."
Agar Devan berhenti memikirkan pikiran kotor yang nantinya bisa merusak pikiran dan sikapnya, Hessel pun memapah Devan keluar dari kamarnya dan Hessel kunci kamarnya.
"Kak, kita bisa telat ke rumah nenek." teriak Devan dari luar kamar.
"Kau tunggulah sebentar, 15 menit lagi siap." sahut Hessel.
Devan masih setiap berdiri di depan kamar menunggu sang kakak, sambil memikirkan apa yang tadi baru saja dilihatnya.
"Kakak dan si bodoh itu melakukan adegan seperti di film-film, ah... apa kakakku mulai kehilangan akal, tidak, tidak mungkin, kakak ku itu tidak akan melakukannya pada si bodoh itu lagi pula kakak tidak menyukainya, aku juga tidak mau kakak punya anak darinya, kakak itu pantasnya sama kak Laras yang cantik."
.
.
15 menit kemudian
"Ayo Dev, kita ke rumah nenek." ujar Hessel, menggenggam tangan sang adik dan Nana berada dibelakang Hessel, seolah Nana tidak berani menampakkan wajah dihadapan adik iparnya itu.
sedangkan Devan dia terus memandangi Nana yang masih terlihat malu sangat jelas dari wajahnya.
"Ada apa dengan wajahmu?" kata Devan, sontak Hessel menoleh kebelakang melihat wajah Nana.
"A-aku, pak apa ada yang salah dengan wajah saya?" tanya Nana gugup, adik iparnya itu terus mengawasi gerak-geriknya.
"Kenapa dengan wajah Nana, Dev?" tanya Hessel heran padahal Nana selalu cantik dimata Hessel.
"Dia terlihat sangat bersalah, apa tadi dia mencoba menggoda kakak?"
"Shuttt... kamu apa-apaan Dev, jangan bicara seperti itu sama orang yang lebih tua darimu."
"Dia itu tidak ada bedanya denganku kak, lihat betapa kecilnya dia, sok lugu, awas saja kamu macam-macam pada kakakku." ketus Devan, Hessel langsung menutup mulut Devan dengan tangannya.
Nana hanya diam menundukkan kepala menerima semua cemohan dari adik iparnya.
"Na, jangan dengarkan apa yang Devan katakan." ujar Hessel.
"Iya pak." jawab Nana.
"Dev, sekarang kamu diamlah, dan masuk ke mobil, kakak dan Nana menyusul."
"Tidak mau, aku tidak akan membiarkan Nana memperlakukan kakak seperti tadi."
Hessel mengisyaratkan pada Devan, yang membuat Devan tunduk padanya segera menunggu di mobil.
"Pak, maafkan saya, saya belum bisa menjadi ipar yang baik untuk Devan." sesal Nana.
"Na, mulai sekarang kamu adalah milikku sepenuhnya dan aku adalah milikmu seutuhnya."
sontak Nana membulatkan matanya seakan kata-kata Hessel sulit dia mengerti.
"Maksud bapak apa?"
"Intinya aku adalah milikmu."
"Apa itu artinya, tidak akan ada yang memiliki bapak selain saya? apa itu artinya bapak mencin..."
"Ayo Na, kita berangkat." memotong pembicaraan.
Hessel menggenggam erat tangan Nana, mereka keluar dengan perpegangan tangan. Nana tampak senang mengingat Hessel mengakui bahwa dia sekarang adalah milik Nana sepenuhnya, meski belum yakin sepenuhnya tapi itu sudah membuat Nana senang.