NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mama baru

"Yeyey! Akhirnya Freya punya mama baru! Kalau gitu nanti kita sering-sering tidur bertiga ya, Mama Kirana!" seru Freya sambil bertepuk tangan riang di kursi belakang.

Kirana yang sedang berusaha memasang sabuk pengaman langsung terlonjak sampai kepalanya hampir terbentur langit-langit mobil. "Uhuk! Tidur bertiga?!" pekik Kirana dengan mata melotot horor.

Bastian yang sedang memutar kemudi hanya melirik sekilas melalui spion tengah, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum penuh kemenangan yang sangat tipis.

"Hem... mungkin maksud Freya itu gue tidur di kamar dia terus Mas Kelinci ini ikutan nimbrung? Tapi mana mungkin gue tidur satu kamar sama Pak Bastian? Bisa-bisa gue kena serangan jantung tiap subuh!" batin Kirana berteriak frustrasi. Pikirannya langsung melayang pada skenario-skenario aneh yang membuatnya mendadak gerah meski AC mobil sudah sangat dingin.

"Freya sayang..." Kirana memutar tubuhnya ke belakang, mencoba memberikan pengertian dengan wajah yang sudah semerah kepiting rebus. "Nanti Kak—eh, Mama—tidurnya sama Freya aja ya? Papa kan badannya gede, nanti kasurnya nggak muat kalau bertiga."

"Muat kok, Ma! Kasur Papa kan gede banget, bisa buat main bola!" sahut Freya dengan polosnya, tanpa dosa.

Bastian berdehem pelan, suaranya yang berat memecah kepanikan Kirana. "Dengarkan anakmu, Kirana. Dia sudah punya rencana yang bagus. Lagipula, di depan Ibu saya nanti, kita harus terlihat seperti keluarga yang... sangat rukun."

"Rukun nggak harus tidur bareng juga kali, Mas!" protes Kirana setengah berbisik, matanya berkilat marah ke arah Bastian. "Tuan jangan ambil kesempatan dalam kesempitan ya! Saya ini tanda tangan kontrak buat jadi istri di atas kertas dan ibu buat Freya, bukan buat jadi guling Tuan!"

Bastian menghentikan mobilnya di lampu merah, lalu menoleh sepenuhnya ke arah Kirana. Ia mendekatkan wajahnya hingga Kirana bisa mencium aroma parfum maskulin yang semalam sempat membuatnya mabuk kepayang.

"Siapa yang bilang saya mau menjadikanmu guling?" bisik Bastian tepat di telinga Kirana, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Saya cuma bilang kita harus terlihat rukun. Tapi kalau kamu memaksa ingin tidur di kamar saya... saya tidak keberatan memberikan sedikit ruang."

"IH! MESUM! DASAR OM-OM MESUM!" teriak Kirana sambil mendorong wajah Bastian menjauh.

"Papa, kenapa wajah Mama jadi merah banget kayak tomat?" tanya Freya bingung dari belakang.

"Mama sedang semangat, Sayang. Dia tidak sabar ingin segera sah menjadi bagian dari keluarga kita," jawab Bastian santai sambil kembali melajukan mobilnya, meninggalkan Kirana yang hanya bisa megap-megap seperti ikan kekurangan oksigen.

"Sabar, Ran... demi pengobatan Luki... sabar..." gumam Kirana sambil mengepalkan tangan, berusaha menahan keinginan untuk tidak menjambak rambut klimis pria di sampingnya itu saat itu juga.

"Awalnya aja sedingin es kutub utara, irit ngomong, kalau natap kayak mau nelan orang hidup-hidup. Kenapa sekarang tiba-tiba jadi kayak kucing begini? Ngereong mulu, mana hobi banget godain gue lagi! Nyebelin!" batin Kirana sambil membuang muka jauh-jauh ke arah jendela, mencoba mendinginkan pipinya yang masih terasa panas.

Mobil akhirnya memasuki area rumah sakit internasional yang sangat megah. Bastian memarkirkan mobilnya tepat di depan lobi VIP. Seorang petugas valet langsung sigap membukakan pintu.

"Turunlah. Luki sudah menunggu," ucap Bastian, kembali ke nada suaranya yang sedikit lebih serius.

Kirana segera turun dan menggandeng tangan Freya. Saat melangkah masuk, ia merasa semua mata tertuju pada mereka. Bagaimana tidak? Bastian berjalan dengan gagah di samping Kirana yang tampil cantik namun tampak gugup, sementara Freya bergelayut manja di antara mereka. Benar-benar terlihat seperti keluarga konglomerat yang sedang melakukan kunjungan resmi.

Di depan pintu kamar VIP, Kirana menghentikan langkahnya. Jantungnya berdebar bukan karena Bastian, tapi karena rasa rindu pada adiknya.

"Tuan—eh, Mas... boleh saya masuk duluan? Saya mau kasih kejutan buat Luki," pinta Kirana pelan.

Bastian mengangguk kecil. "Silakan. Saya dan Freya akan menunggu di sini sebentar. Saya harus bicara dengan dokter spesialisnya di ruangan sebelah."

Kirana membuka pintu pelan-pelan. Di dalam sana, ia melihat Luki sedang duduk di atas tempat tidur sambil melihat buku gambar. Wajahnya masih pucat, tapi terlihat jauh lebih bersih dan segar daripada saat masih di puskesmas desa.

"Luki!" seru Kirana tertahan.

"Mbak Kirana!" bocah laki-laki itu langsung sumringah. "Mbak, tempat ini bagus banget! Kasurnya bisa naik-turun sendiri, terus makanannya enak-enak!"

Kirana memeluk adiknya erat, air matanya hampir tumpah lagi. "Luki harus sembuh ya? Kakak sudah temukan 'penyihir baik' yang bakal biayain semua pengobatan Luki sampai tuntas."

"Penyihir baik? Siapa Mbak?" tanya Luki bingung.

Tepat saat itu, pintu terbuka. Bastian masuk bersama Freya. Bastian yang tadinya terlihat angkuh di luar, kini tampak berusaha tersenyum tipis—meski masih terlihat sedikit kaku.

"Ini orangnya, Luki," ucap Kirana sambil menunjuk Bastian.

Luki melongo melihat sosok Bastian yang begitu tinggi dan berwibawa. "Wah... Kakak ganteng ini siapa, Mbak? Pangeran?"

Bastian melangkah mendekat ke ranjang Luki, lalu mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut bocah itu pelan. "Saya Bastian. Mulai sekarang, panggil saya Kakak juga. Dan jangan khawatir, kamu hanya perlu fokus untuk cepat sembuh supaya bisa main sama Freya nanti."

Kirana tertegun melihat pemandangan itu. Di balik sikap menyebalkan dan hobi menggodanya, Bastian ternyata memiliki sisi manusiawi yang sangat dalam.

"Duh, kalau dia baik begini terus, bisa gawat pertahanan hati gue. Inget Ran, ini kontrak! Kontrak!" jerit batin Kirana memperingatkan dirinya sendiri yang mulai terpesona.

"Bukan pangeran, Luki. Dia itu kelinci kutub yang kesasar jadi bos," celetuk Kirana asal, mencoba menutupi rasa harunya yang hampir pecah.

Luki tertawa kecil, sementara Bastian hanya melirik Kirana dengan tatapan 'nanti-kita-selesaikan-di-mobil'. Freya pun tak mau kalah, ia segera naik ke kursi di samping ranjang Luki. "Halo Luki! Aku Freya. Nanti kalau sudah sembuh, main ke rumah ya? Kita punya kolam renang yang ada perosotannya!"

"Beneran?" mata Luki berbinar. "Mbak Kirana, aku boleh ke sana nanti?"

Kirana mengangguk sambil mengusap air mata di sudut matanya. "Boleh, Sayang. Makanya Luki harus nurut sama dokter ya."

Setelah beberapa saat berbincang, seorang suster masuk untuk melakukan pemeriksaan rutin. Bastian memberikan kode kepada Kirana untuk keluar sebentar. Di lorong rumah sakit yang sepi, Bastian menghentikan langkahnya dan bersandar di dinding, menatap Kirana yang masih terlihat emosional.

"Semua biaya sudah saya lunasi untuk tahap pertama, termasuk kemoterapi yang akan dimulai besok," ucap Bastian dengan suara rendah. "Kamu tidak perlu khawatir lagi."

Kirana mendongak, menatap pria jangkung di depannya. "Terima kasih, Mas. Saya... saya beneran nggak tahu harus balas pakai apa selain nurutin kontrak itu."

Bastian maju satu langkah, memperpendek jarak di antara mereka hingga Kirana bisa merasakan hembusan napas pria itu. "Balasannya sederhana, Kirana. Jadilah ibu yang baik untuk Freya, dan di depan publik, bersikaplah seolah-olah kamu benar-benar mencintai saya. Jangan sampai ada yang curiga, terutama Ibu saya."

"Gampang kalau cuma akting mah! Saya kan juara teater waktu SMA," sahut Kirana mencoba kembali ke mode beraninya.

"Oh ya?" Bastian menantang, tangan kanannya tiba-tiba bertumpu di dinding belakang kepala Kirana, mengurung gadis itu. "Kalau begitu, coba tunjukkan sedikit aktingmu sekarang. Anggap saja ada kamera yang sedang mengawasi kita."

Wajah Bastian mendekat, menyisakan hanya beberapa senti dari hidung Kirana. Kirana membeku, jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. "E-eh... Mas, ini rumah sakit, bukan lokasi syuting! Nanti kalau ada suster lewat gimana?"

"Bagus. Ekspresi gugupmu sangat natural. Orang akan mengira kamu sangat tergila-gila pada saya," bisik Bastian sambil menarik diri dengan senyum penuh kemenangan yang menyebalkan.

"Dih! Siapa juga yang tergila-gila! Dasar Kelinci Kepedean!" umpat Kirana sambil berjalan cepat meninggalkan Bastian, meski dalam hati ia mengakui kalau jantungnya tadi nyaris mau copot beneran.

"Ayo, cepat. Kita masih harus ke kantor pendaftaran," seru Bastian dari belakang.

"Iya, iya! Sabar napa! Emang mau pendaftaran nikah apa mau lomba lari?!" balas Kirana tanpa menoleh, berusaha menyembunyikan senyum kecil yang tiba-tiba muncul di bibirnya. Hari ini, kontrak itu terasa sedikit lebih ringan dari sebelumnya.

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!