Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Anak Jahil
"Maa Syaa Allah, ganteng banget Adekku." Puji Sashi.
"Emang aku selalu ganteng to, Mbak." Jawab Arjuna.
"Beda aja vibesnya kalo pake baju Bopo gini. Auranya bertambah berkali - kali lipat." Kekeh Sashi.
"Aura apa, Mbak?" Tanya Arjuna.
"Aur - auran." Sahut Sashi sambil tertawa, sementara Arjuna hanya mencebik menanggapi ledekan Sashi.
"Mbak, Mas, Ayo kalo udah siap." Ajak Arsha.
"Aduh ini ada yang lebih ganteng lagi ternyata dari yang itu." Kata Sashi saat melihat Ayahnya.
"Mana ada, lebih ganteng aku kan, Bu?" Arjuna mencari pembelaan pada Ibunya.
"Iya..." Jawab Raina.
"Iyanya Ibu kok kayak terpaksa gitu sih, Bu?" Protes Arjuna yang membuat Sashi, Raina dan Arsha tertawa.
"Udah - Udah, ayo kita ke Grojogan dulu. Bopo sama Buna udah nunggu di teras rumahnya tu." Kata Arsha.
"Mbak Aci gak ikut?" Tanya Arjuna.
"Nanti nyusul sama Dipta dan Nala." Jawab Sashi.
Esok adalah hari ulang tahun Arjuna yang ke enam belas tahun. Seperti tradisi Para Bopo, Arjuna akan menjalani ritual 'penobatan' Bopo Muda hari ini. Ia bersama para Bopo dan Biyung yang lain pun segera menuju ke Grojogan Lengkung untuk menjalani prosesi ritual.
Sesampainya di Grojogan, Arsha segera memulai ritualnya. Mereka semua duduk melingkar dan mulai bermeditasi. Selain untuk 'menyatukan' energi dengan alam, mereka juga memohon keselamatan untuk Arjuna, Bopo muda mereka.
Suasana begitu hening dan sunyi saat mereka bermeditasi. Waktu seolah terhenti, bahkan mereka tak mendengar suara derasnya air Grojogan Lengkung. Entah mengapa, mereka merasakan suasana yang sangat berbeda. Gerojogan yang sepi itu, terasa begitu ramai dan sesak. Mereka seolah sedang berada di tengah kerumunan orang - orang yang sangat ramai.
Gerah, dan sesak, begitulah yang mereka rasakan. Mereka seolah sedang berebut oksigen. Abimanyu dan Arunika sampai harus mengambil nafas panjang agar tak kekurangan oksigen. Para Bopo dan Biyung tak menyerah, mereka terus berkonsentrasi dan melanjutkan meditasi mereka.
Perlahan, suasana berangsung - angsur membaik. Suasana yang semula terasa sesak dan padat, perlahan mulai longgar. Angin yang bertiup pelan pun mulai terasa membelai kulit mereka. Nafas mereka pun mulai normal, tak lagi seperti terhimpit.
Lambat laun, suara Grojogan mulai terdengar. Suara yang semula lirih, kini mulai terdengar kuat seperti biasanya. Kembalinya suasana yang normal itu, menjadi pertanda kalau ritual mereka saat itu sudah selesai.
Para Bopo dan Biyung perlahan membuka mata mereka, Abimanyu, Runi, Arsha, Raina, Aksa dan Saira nampak berpeluh dan nafas mereka pun masih ngos - ngosan seperti habis berlari jauh. Berbeda dengan Arjuna yang nampak santai saja tak ada peluh yang keluar dari tubuhnya, pun nafasnya pun tak ngos - ngosan seperti yang lain.
"Lho, kenapa kok pada ngos - ngosan?" Tanya Arjuna dengan wajah yang bingung.
"kamu memangnya enggak, Mas?" Tanya Raina yang di jawab gelengan oleh Arjuna.
"Kamu gak ngerasain gerah, Nang?" Tanya Aksa penasaran.
"Enggak tuh, Po. Biasa aja." Jawab Arjuna yang membuat mereka semua saling bertatapan. Di saat mereka merasakan hal yang serupa, anehnya Arjuna tak merasakannya.
"Aku malah merasa kayak lagi ada di dalam ruangan ber AC, sejuk... Santai... Tenang... Nyaman... Hampir aja ketiduran." Imbuh Arjuna yang membuat mereka bingung tapi ingin tertawa juga saat melihat ekspresi wajah Arjuna saat memamerkan keadaannya.
"Sudah, ayo di lanjut lagi." Titah Abimanyu.
Arjuna kemudian sungkem pada para Bopo dan Biyung. Di mulai dari Abimanyu dan Arunika, kemudian Arsha dan Raina dan terakhir pada Aksa dan Saira. Suasana haru dan sakral begitu terasa ketika Arjuna melakukan sungkem pada para Bopo dan Biyung.
Semua Bopo dan Biyung memberikan pesan dan wejangan untuk Bopo muda mereka, terlebih, Arjuna yang memiliki kemampuan spesial. Ternyata, seiring bertambahnya usia, satu persatu kemampuannya yang lain pun mulai muncul.
Setelah selesai menjalani ritual, mereka pun bersama - sama turun dari Grojogan Lengkung. Di Pondokan, Sashi, Dipta, dan Nala sudah menunggu mereka. Ketiganya tersenyum saat melihat Para Biyung dan Bopo itu hampir sampai.
"Wiih, Bopo muda kita." Sambut Dipta saat melihat Arjuna.
"Selamat ya, Mas. Semoga bisa mengemban amanah dengan baik." Ucap Dipta sambil memeluk Arjuna.
"Makasih ya, Dip. Tapi kok rasanya malah kayak abis di lantik jadi Kepala Desa, ya." Komentar Arjuna yang membuat mereka semua tertawa.
"Bopo apa udah mau tak gantiin jadi pak Kades?" Kelakar Arjuna.
"Halah! Gayamu, Nang... Nang. Bikin proposal aja belum bener, kok udah mau gantiin Boponya." Sergah Arsha sembari meraup wajah Arjuna.
"Ayo kita pulang. Aku gak sabar mau makan nasi kuning buatan Yang Ti." Ajak Arjuna.
"Ada ayam bakarnya kan, Ti?" Tanya Dipta.
"Jangankan cuma ayam bakar. Ayam yang lengkap sama bulu dan eeknya juga ada, udah di masak sama Yang Ti." Sahut Aksa.
"Hiii! Bopo jorok banget, sih!" Omel Nala.
"Emang ada, Po?" Tanya Arjuna.
"Ada lah! Telur itu, apa? Kan itu ayam se bulu - bulunya sama se eek - eeknya juga masih di situ." Kata Aksa yang kembali memecah tawa mereka.
"Ini Mika gak dateng?" Tanya Arjuna sambil berjalan menuju ke mobil mereka.
"Nanti Mika dateng agak siang sama Om Falih." Jawab Arsha.
"Sepupuku yang dua itu gak ikut?" Tanya Dipta.
"Males katanya. Di gangguin sama Mas Juna sama Mas Dipta terus." Jawab Raina.
"Loh, itu love language ku untuk Rion sama Saga loh, Bu. Iya kan, Dip?" Jawab Arjuna.
"Iya. Betul itu, Bu." Sahut Dipta.
"Love language apa sih, Mas. Udah jelas - jelas penyiksaan gitu, gak kasihan sama adek - adeknya. Tiap mainan pasti kok di buat teriak - teriak." Omel Saira.
"Gitu juga, tetep aja nempelin aku sama Dipta loh, Na." Sergah Arjuna.
"Ya terpaksa itu. Yang mau di ajak mainan cuma kalian berdua." Jawab Raina yang membuat Arjuna dan Dipta tertawa.
"Jahil - jahil juga, aku sama Mas Juna yang selalu nolongin mereka." Kata Dipta.
"Iya lah! Emang kalian berdua mau di serampang (di lempar) arit sama Ayah atau Bopo. Udah di jahilin, gak di tolongin lagi." Gerutu Saira yang kembali membuat Arjuna dan Dipta tertawa.
Kenangan keduanya pun kembali saat mereka sedang menjahili dua anak laki - laki Ashoka yang bernama Rion dan Saga. Saat itu, mereka berempat sedang mencoba membuat jerat hewan dengan belajar dari tutorial di internet.
Dengan jahilnya, Arjuna da Dipta menjadian Rion yang saat itu berusia tujug taun sebagai bahan percobaan hingga bocah itu tergantung dengan sebelah kakinya terikat hingga kepalanya berada di bawah.
Arsha yang melihat Rion tergantung seperti itu, langsung mengambil sabit yang kebetulan ada di dekatnya. Sambil mengomel, Arsha mengacungkan sabit ke arah Arjuna dan Dipta yang mengerjai sepupunya sampai tergantung seperti itu di pohon. Mengingat kejadian itu, kembali membuat Arjuna tertawa sendiri. Terlebih saat mengingat wajah pasrah Rion yang meminta bantuan Pakdenya.
mz arjunaku yg ca'em,bagus,guanteng sak kabehe,smpyn meneng mawon.lenggah sing tenang.tak santette sandi sak krocone.😡🤬😤
ayoooo juna sentil si sandi dengan kelelawar🤭