Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Malam Di Sierra
Komandan besar terdiam sejenak, seolah sedang mengumpulkan pikiran untuk menjawab pertanyaan Liora dengan tepat. Wajahnya memancarkan ketenangan, tetapi ada sorot mata tajam yang menunjukkan bahwa ia sedang mencoba menyusun kesimpulan.
"Iron ini dulunya adalah anggota komisi negara, seangkatan dengan papamu, Darren," ujar komandan besar dengan nada tegas, memulai penjelasannya. "Aku sendiri berada dua tahun lebih muda dari mereka saat itu. Apa yang dikatakan oleh papamu memang benar adanya. Iron dipecat dengan tidak hormat oleh negara karena melanggar peraturan. Saat menjalankan misi negara, dia sering pergi tanpa izin, bahkan melakukan pelanggaran serupa beberapa kali hingga akhirnya negara tidak punya pilihan selain mengeluarkannya dengan tidak hormat," lanjutnya dengan nada penuh penekanan, mencoba menegaskan keseriusan kasus tersebut.
Komandan besar berhenti sejenak, menarik napas sebelum melanjutkan. "Namun, setelah pemecatan itu, dia menghilang begitu saja. Tidak ada seorang pun yang melihatnya lagi sejak saat itu, seperti hilang ditelan bumi. Karena itulah aku sangat terkejut ketika namanya tiba-tiba muncul kembali, terlebih dalam misi sebesar ini," ujarnya sambil menggeleng pelan, menunjukkan keterkejutannya yang mendalam. "Jika papamu mengetahui hal ini, Darren, aku yakin dia juga akan sangat terkejut," tambahnya, menatap Darren dengan sorot mata penuh makna.
Semua yang berada di ruangan itu mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan oleh komandan besar. Penjelasan panjangnya membuka gambaran baru tentang siapa Iron sebenarnya dan mengapa kemunculannya membawa dampak yang begitu besar. Setiap kata dipahami perlahan, membangun suasana yang semakin serius dan penuh rasa penasaran.
"Apa mungkin dia ingin membalaskan dendam?" tanya Lucian tiba-tiba, suaranya terdengar sedikit gemetar, mencerminkan rasa takut yang mulai merayapinya. Ucapannya membuat semua orang langsung memperhatikannya. Ekspresinya berubah tegang, tetapi suasana di ruangan itu tetap sunyi. Tidak ada yang langsung menjawab, masing-masing sibuk memikirkan kemungkinan atas dugaan tersebut.
"Benar," ujar Liora, memecah keheningan. Nada suaranya tegas, seolah ia yakin dengan hipotesis yang baru saja diutarakan Lucian. "Sepertinya dia merasa sakit hati. Itulah alasan dia melakukan semua ini," lanjutnya, mencoba menyusun potongan informasi yang mereka miliki menjadi gambaran yang lebih jelas.
Komandan besar, yang sedari tadi mendengarkan dengan cermat, mengangguk pelan. Matanya menatap kosong, mengingat kembali masa lalu. "Itu sangat mungkin," katanya akhirnya, suaranya penuh keyakinan. "Aku masih ingat ucapan terakhirnya sebelum dia menghilang. Dia berkata akan kembali suatu hari nanti, tetapi sebagai pribadi yang berbeda. Pernyataan itu masih terngiang di kepalaku hingga hari ini," tambahnya, menyampaikan potongan informasi yang ia simpan selama bertahun-tahun.
Kata-katanya menggantung di udara, meninggalkan kesan mendalam pada semua orang di ruangan itu. Mereka semakin yakin bahwa kemunculan Iron bukanlah kebetulan. Rasa penasaran bercampur dengan kekhawatiran mulai menyelimuti mereka, membuat suasana menjadi semakin tegang dan serius.
Liora kembali bergerak tanpa banyak bicara, jemarinya dengan cekatan mengetik sesuatu di layar komputer. Tak lama kemudian, ia meraih ponselnya, seperti sedang menyinkronkan perangkat itu dengan apa yang terlihat di layar. Semua orang di ruangan itu menatapnya, menunggu penjelasan atas apa yang sedang dilakukannya.
"Ada beberapa kemungkinan lokasi yang bisa menjadi markas mereka. Kita harus bergerak malam ini juga," kata Liora dengan nada tegas. Ia melambaikan tangannya untuk menarik perhatian semua orang, lalu menatap mereka satu per satu dengan penuh keyakinan.
"Malam ini?" tanya Andes, ekspresinya penuh kebingungan. "Kenapa harus malam hari?" Ia jelas tidak mengerti alasan mendesak yang disampaikan Liora.
"Apa yang dikatakannya memang benar. Malam adalah waktu terbaik untuk bergerak," Darren menjelaskan, mencoba menjawab kebingungan Andes. "Saat malam, kemungkinan besar mereka tetap berada di markas dan tidak melakukan patroli atau pergerakan. Ini akan lebih aman bagi kita," tambahnya, menyetujui strategi Liora.
Namun, Liora segera menegaskan kembali, nada suaranya mengandung peringatan yang jelas. "Tapi itu bukan berarti kita langsung melakukan penyerangan. Kita hanya akan memastikan posisi markas mereka terlebih dahulu. Kita tidak bisa membawa terlalu banyak orang. Ini harus dilakukan secara hati-hati."
"Jadi, siapa yang akan pergi?" tanya komandan besar, menatap Liora dengan serius, ingin memastikan rencana tersebut matang.
"Kita tidak boleh membawa terlalu banyak orang," ulang Liora, menekankan pentingnya kehati-hatian. "Kami hanya membutuhkan tim kecil untuk ini."
"Kami berdua akan ikut bersamamu," ujar Andes tiba-tiba, menatap Darren yang kemudian mengangguk setuju. Andes dan Darren saling pandang, seolah berkomunikasi tanpa kata-kata. Mereka tahu ini adalah tugas penting yang harus diselesaikan dengan kerja sama.
Liora mengangguk kecil, menyetujui keputusan mereka. "Aku juga harus ikut. Titik kemungkinan lokasi berada di dalam data ponselku, jadi aku perlu ada di sana untuk memastikan," jelasnya.
Malam itu, rencana mereka mulai terbentuk, dengan semua orang memahami peran masing-masing. Semangat dan kehati-hatian menyelimuti suasana, mempersiapkan mereka untuk apa pun yang akan terjadi.
"Tetaplah di sini, Komandan. Anda juga perlu menjaga kesehatan," ujar Liora, tatapannya lembut namun tegas. Perkataan itu membuat komandan besar sedikit tersentuh. Liora, yang biasanya terlihat dingin dan acuh, menunjukkan perhatian yang tulus.
"Benar, Komandan. Anda sebaiknya tetap di markas untuk memimpin dari sini," Darren menimpali dengan nada mendukung.
Liora kemudian mengalihkan pandangannya kepada Lucian, yang sejak tadi hanya diam setelah mendengar rencana mereka bergerak malam ini. "Bagaimana denganmu, Lucian?" tanyanya curiga.
Lucian tersenyum canggung sebelum menjawab, "Aku akan tinggal di sini saja. Aku takut kalau ikut, malah menyusahkan kalian." Perkataannya terdengar seperti alasan, dan Liora tahu dia hanya ingin menghindari bahaya. Dasar pemalas! batinnya.
Komandan besar memandang ketiganya dengan serius. "Kalian harus berhati-hati. Iron bukan orang sembarangan. Dia sangat ambisius dan berbahaya," pesannya penuh kekhawatiran.
Ketiganya mengangguk mantap, lalu mulai mempersiapkan diri untuk misi malam itu. Senjata, kompas, dan peralatan penting lainnya sudah lengkap. Mereka mengenakan pakaian serba hitam agar menyatu dengan kegelapan Sierra, tempat yang terkenal dengan malamnya yang pekat.
Tak terasa, malam yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Andes, Darren, dan Liora berpamitan kepada semua orang di markas, termasuk komandan besar yang kini bertugas menjaga keamanan markas. "Kami pergi dulu. Tetaplah waspada," ujar Liora sebelum mereka bertiga meninggalkan markas dengan langkah pasti.
Perjalanan dimulai dengan kehati-hatian yang tinggi. Mereka bergerak cepat namun tetap diam-diam, memastikan tidak ada jejak yang tertinggal. Tujuan utama mereka malam ini adalah menemukan lokasi markas Iron. Dengan Liora memimpin perjalanan, mereka mengikuti kompas dan titik koordinat di ponselnya yang menjadi satu-satunya petunjuk arah.
Berjam-jam perjalanan telah berlalu. Hutan gelap Sierra semakin pekat, dan mereka kini berada cukup jauh dari markas. Meski lelah mulai terasa, kewaspadaan mereka tetap tinggi. Setiap langkah diperhitungkan, karena bahaya bisa datang kapan saja. Perlengkapan mereka hanya seadanya, sehingga kesalahan kecil pun tidak boleh terjadi.
Di tengah sunyinya malam, ketiganya terus maju tanpa keraguan, memastikan misi mereka berjalan dengan sempurna. Waktu terus berjalan, dan mereka tahu, pertempuran sejati mungkin baru saja dimulai.