Desa Terkutuk. Urban Legend

Tahun 1962

Cerita Siti Nurhaliza

"Kyaaaahhhh!!!" Setan prajurit kolonial membuka pintu lemari yang aku pakai untuk bersembunyi. Tatapan dingin dari mereka begitu menusuk ke arah ku, walaupun beberapa sebagian dari mereka ada yang tidak memiliki kepala. Tapi, aura yang mereka pancarkan menunjukkan kalau mereka juga melihat ke arahku. Tapi, tubuh tidak membeku, aku bisa langsung bergerak dan berlari menerobos barisan mereka dan menuju ke luar ruangan itu.

   Saat berada di luar ruangan, aku di sambut oleh wanita tanpa wajah. Dia berusaha untuk mencekik ku, tapi aku menepis tangannya dan berlari menuju ke lantai empat.

   Di lantai empat, aku melihat ibukku dan bapakku sedang menungguku dengan umpatan yang sama dan terus berulang. Aku memejamkan mataku supaya tidak melihat mereka. Aku berlari menuju ke tangga ke lantai tiga dengan mata terpejam.

   Naas, di ujung tangga, kakiku terpeleset oleh sesuatu sehingga aku terjatuh ke bawah. Kepalaku membentur lantai dengan sangat keras.

   Aku merasakan kesakitan yang sangat tak tertahankan. Tapi, aku tidak bisa berteriak maupun bergerak. Tubuhku mengejang hebat di lantai yang dingin.

   Sakit yang kurasakan semakin meningkat. Semakin sakit, semakin sakit dan... Kesadaran ku mulai kabur.

   Bayangan masa lalu yang aku lalui bersama kedua orang tuaku berputar di dalam kepalaku. Menunjukkan kisah bahagia ku di masa itu.

   Tawa dan canda bapak dan ibukku bersamaku, menari-nari dalam ingatan. Seolah-olah aku mengulangi lagi kejadian itu. Seolah mengingatkan aku atas baiknya bapak ibukku, mengingatkan aku atas kasih sayang mereka kepadaku.

   Saat aku terbawa oleh kebahagiaan. Ingatanku berganti ke masa-masa awal masuk SD, bertemu dengan Riyono dan teman-teman yang lain. Bermain bersama, tertawa bersama dan menangis bersama.

   Lalu, saat semuanya selesai, suasana menjadi gelap secara perlahan. Saat kegelapan telah menelan ku, rasa sakit yang aku rasakan telah hilang.

   Apakah aku akan mati?

   Apakah aku akan menyusul bapak ibukku?

   Tidak.

   Aku tidak mau!!

   Ingatan saat bapakku mulai suka judi kini berputar. Kadang, dia pulang dengan keadaan mabuk. Saat mabuk itulah, dia sering kali melakukan kekerasan terhadap ibukku dan juga kepadaku.

   Mak? Kenapa kamu mencintai orang seperti bapak? Kenapa kamu membela dia? Kenapa kamu tega mengutukku seperti itu kepadaku demi dia?

Nex

Aku terbangun di sebuah kamar, kamar yang pernah aku tempati beberapa waktu lalu. Kamar di rumahnya Pak RT yang bernama Sutaryono. Walaupun sudah bangun, tapi tubuhku sama sekali tidak bisa di gerakkan. Karena panik, aku menangis histeris. Walaupun begitu, suaraku tidak mau keluar. Ternyata, seluruh tubuhku di balut dengan perban.

Entah berapa lama aku menangis sendirian di kamar itu, saat aku bisa mengingat lagi, sudah ada Bu RT yang bernama Yendri. Dia menatapku dengan penuh perhatian. "Sudah bangun, Siti?" Katanya sambil mengelus keningku. "Aku dan para warga menemukan kamu berada di dalam bangunan bekas penjara dengan kondisi yang sangat memprihatikan. Syukurlah kamu masih bisa selamat."

Apa yang sudah terjadi? Aku ingin menanyakan hal itu. Tapi, suaraku tidak bisa keluar karena rahang ku sangat sakit saat di gerakkan.

"Jangan bicara dulu. Rahang kamu patah, butuh waktu yang cukup lama supaya bisa sembuh. Lihat, untuk bisa memberi kamu makan saja kami harus memasang selang yang langsung masuk ke dalam lambung kamu. Bersabarlah, kamu pasti akan pulih seperti sedia kala.

Nex

Beberapa bulan kemudian, aku sudah mulai bisa duduk sendiri. Di saat itulah aku mendengar kabar ada banjir besar di desa Mulyorejo.

"Saat itu aku sedang berada di sawah!" Entah siapa itu yang berbicara. Suaranya sangat kencang hingga terdengar sampai ke kamarku.

"Wah, itu bahaya sekali, lho." Kata Pak RT, aku mengenali suaranya. "Lalu, apa yang kamu lakukan Pak Ndarimen?"

"Ya lari lah. Air bah itu seperti ular raksasa yang sedang menuruni gunung. Bahkan terlihat memiliki mata. Wah, mengerikan sekali." Jawab Pak Ndarimen. "Menurut kabar, di desa Tebo ada beberapa korban jiwa. Aku tidak tahu pastinya, tapi pokoknya ada korbannya."

"Beruntung lah Desa kita ga terkena dampaknya. Desa kita di batasi dengan jurang yang cukup lebar." Kata Pa RT.

Nex

Bulan berlalu begitu cepat, hingga hampir satu tahun lamanya aku terbaring di atas kasur. Menjadi bunga kasur, atau mayat hidup. Entah di bukan keberapa aku sudah bisa berdiri dan berjalan, bahkan bisa berbicara lagi. Bu Yendri begitu senang melihat perkembangan ku. Dia ternyata benar-benar menyayangi ku dengan tulus.

"Aku sudah boleh sekolah lagi?" Tanyaku. Entah kenapa aku sekarang sangat merindukan suasana sekolah.

"Tentu saja secepatnya." Jawab Bu Yendri.

"Kalau mulai besok?"

"Yah, ga bisa secepat itu, sayang. Aku akan mengurus beberapa hal dulu. Kamu sudah lebih dari satu tahun putus sekolah. Tapi, aku usahakan secepatnya. Okay?"

"Iya. Aku merindukan Aditiya, Joni, dan teman-teman sekelas ku yang lainnya."

"Eemm... Selama kamu sakit, ada banyak kejadian di Mulyorejo. Banyak tragedi yang terjadi di sana. Kamu pindah sekolah saja ya? Ada kok di desa Wagir. Walaupun sekolahnya tidak sebesar di Mulyorejo."

"Tidak apa-apa. Aku balik ke SDN Mulyorejo 30 saja. Aku merindukan teman-temanku yang ada di sana."

"Ok, baiklah aku mengerti. Aku akan mengurusnya secepat mungkin. Jadi, saat ini, kamu harus mulai belajar lagi. Okay?"

"Ok..."