NovelToon NovelToon
Pelacur Metropolitan

Pelacur Metropolitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Arindarast

Pelacur mahal milik Wali Kota. Kisah Rhaelle Lussya, pelacur metropolitan yang menjual jiwa dan raganya dengan harga tertinggi kepada Arlo Pieter William, pengusaha kaya raya dan calon pejabat kota yang penuh ambisi.

Permainan berbahaya dimulai. Asmara yang menari di atas bara api.
Siapakah yang akan terbakar habis lebih dulu? Rahasia tersembunyi, dan taruhannya adalah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arindarast, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

He or Him?

Sinar matahari pagi menerobos celah tirai kamar tamu, menari-nari di atas lantai kayu parket yang mengkilap. Di atas ranjang, terhampar selimut tebal berwarna abu-abu tua, menutupi dua sosok yang tertidur pulas dalam pelukan erat. Arlo dan Rhaell, tanpa busana, hanya terlindung oleh kehangatan selimut dan satu sama lain.

Mereka terbangun hampir bersamaan. Matahari pagi yang hangat menyentuh kulit mereka, membangunkan mereka dari mimpi-mimpi yang mungkin masih tertinggal di benak masing-masing.

Arlo membuka matanya perlahan, tatapannya langsung bertemu dengan mata Rhaell yang juga baru saja terbuka. Senyum tipis terkembang di bibir mereka, sebuah senyum yang penuh makna, menyimpan rahasia yang hanya mereka berdua yang mengerti.

Keheningan pagi hanya diiringi oleh detak jantung yang masih berdebar, sisa-sisa gairah dari malam sebelumnya.

Setelah beberapa saat menikmati keheningan dan kehangatan, Arlo bersuara, suaranya serak dan masih sedikit mengantuk, “Pantas saja hargamu mahal, Haell.”

Rhaell terkekeh pelan, tangannya dengan ringan memukul perut Arlo. “Jelas saja mahal, aku investasikan semua ke Miss Lily,” katanya, merujuk pada bagian tubuhnya yang intim, tak terjamah. Ada rasa bangga, ia bisa mempertahankan kesuciannya hingga detik ini dan sedikit juga rasa geli dalam suaranya.

Arlo kembali tersenyum, kali ini lebih lebar. Ia menarik Rhaell lebih dekat, memeluknya erat. Aroma tubuh Rhaell masih tercium samar-samar di kulitnya, sebuah aroma yang kini telah menjadi bagian dari dirinya.

Mereka menghabiskan beberapa saat lagi dalam pelukan hangat, menikmati momen intim dan tenang sebelum akhirnya bangun sepenuhnya dan memulai hari baru.

Arlo yang masih memeluk hangat Rhaell, mulai teringat agendanya. “Hari ini aku akan di luar sampai malam. Banyak urusan yang harus diselesaikan.” Suaranya sedikit berat.

Rhaell mengeratkan pelukannya sejenak sebelum melepaskan diri. Ia duduk, menarik selimut hingga menutupi tubuhnya yang masih telanjang. “Aku pulang saja ya? Bagaimana nanti kalau ibumu datang? Ah, takut…” Suaranya terdengar sedikit cemas.

Arlo tertawa, tawa yang terdengar sedikit meremehkan namun juga penuh kasih sayang. “Seorang Rhaell… takut?” Ia mengulurkan tangan, membelai rambut Rhaell dengan lembut.

Rhaell menggeleng, matanya masih menunjukkan kekhawatiran. “Dia ibumu, Lo. Berliannya saja sudah mencolok mata. Apalagi kalau nanti dia datang bersama tunanganmu?” Ia menambahkan pertanyaan terakhir dengan nada sedikit menggoda, mencoba untuk sedikit mengurangi ketegangan.

Arlo mengerutkan kening, “Tunangan?” Pertanyaan itu terdengar sedikit terkejut, menunjukkan bahwa ia mungkin belum pernah membahas hal ini dengan Rhaell secara detail.

Rhaell mengangguk, “Iya, seorang dokter kan? Yang dikatakan Atlas semalam.” Ia menambahkan penjelasan singkat untuk mengurangi kesan bahwa ia sedang menginterogasi Arlo. “Kamu dan Marco tak perlu diragukan lagi DNA-nya, sama-sama gila. Yang satu sudah punya anak, yang satu sudah dijodohkan… tapi tetap saja bermain dengan pelacur sepertiku.”

Arlo terdiam cukup lama, tangannya terhenti di tengah gerakan membelai rambut Rhaell. Kalimat terakhir Rhaell menusuknya, mengingatkannya pada realita yang tak bisa ia abaikan.

Ia menatap Rhaell dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada luka, kekecewaan, dan juga… sesuatu yang mirip dengan putus asa.

“Jadi setelah semua ini,” Arlo memulai, suaranya terdengar datar, tanpa sedikitpun nada canda seperti sebelumnya, “kamu hanya menganggapku pelanggan?”

Rhaell menatapnya balik, matanya tenang namun ada kedalaman yang sulit dibaca. Ia menarik selimut lebih rapat ke tubuhnya, menciptakan jarak di antara mereka.

“Iya, tentu saja,” jawabnya, suaranya terdengar dingin dan tegas. “Aku tidak ingin melibatkan perasaanku pada seorang Wali Kota.” Ia sengaja menekan kata ‘Wali Kota,’ mengingatkan Arlo pada kedudukannya dan jarak sosial yang memisahkan mereka.

Rhaell selalu punya celah akan hal itu, seolah-olah menjadi tameng baginya dari keterikatan yang lebih dalam.

Arlo menghela napas panjang, mencoba untuk meredam kekecewaan yang mulai menguasainya. Ia bangkit dari ranjang dan mengambil pakaiannya yang tergeletak di kursi. Gerakannya terlihat tenang, penuh penguasaan diri. Ia mengenakan pakaiannya dengan santai dan bersikap sewajarnya saja.

“Aku mengerti,” katanya, suaranya terdengar serak, menunjukkan bahwa ia sedikit menahan emosinya. “Tapi… bukankah pelacur gila sepertimu… hanya untuk Wali Kota gila sepertiku?” Ia berhenti sejenak di depan Rhaell, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jika bukan aku, maka tidak ada yang boleh memilikimu, Rhaell.”

Rhaell tertawa kecil, tawa yang sedikit gugup dan geli, tawa yang menandakan bahwa di balik semua kerumitan dan konflik, cinta mereka mungkin akan tetap ada dan tumbuh dengan sendirinya.

Arlo menunduk, mengecup singkat bibir Rhaell. Ciuman yang singkat, namun penuh makna.

“Kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuatku tergila-gila padamu, Haell,” kata Arlo, suaranya terdengar lembut, namun penuh dengan keyakinan.

“Kamu juga harus bertanggung jawab, Pak Wali kota… karenamu aku jadi terkurung selimut besar ini.” Rhaell membalas, suaranya terdengar sedikit manja, namun ada sedikit sindiran di balik kata-katanya.

Ia menunjuk ke arah selimut yang menutupi tubuhnya, menunjukkan bahwa ia terkurung dalam situasi yang rumit dan tak mudah untuk dilepaskan.

Arlo meraih tangan Rhaell, menariknya untuk berdiri. “Aku bahkan sudah merindukanmu,” katanya, suaranya lembut dan penuh kasih sayang. Ia membantu Rhaell mengenakan pakaiannya, gerakannya lembut dan penuh perhatian.

Setelah mereka berdua siap, Arlo menggandeng tangan Rhaell, membawanya keluar dari kamar. Ia membuka pintu dengan lembut, menatap Rhaell dengan tatapan yang penuh cinta dan harapan.

...****************...

Di meja makan yang luas, tertata hidangan sarapan pagi yang menggugah selera. Atlas, dengan senyum jahilnya, tengah menikmati sepotong roti panggang selagi Marco tampak asyik dengan jus jeruknya. Tatapan mereka tertuju pada Arlo dan Rhaell yang baru saja memasuki ruangan, bergandengan tangan.

“Seperti pengantin baru ya?” celetuk Atlas, suaranya terdengar bernada menggoda. Ia menyeringai, mengamati pasangan itu dengan pandangan yang sulit diartikan, campuran ledekkan, dan mungkin sedikit kewaspadaan.

Marco menoleh, tatapannya jatuh pada Rhaell. Ekspresinya sulit dibaca, ada sedikit kerutan di dahinya yang mungkin menunjukkan ketidaksukaan.

Ia kembali pada jus jeruknya, meneguknya dengan perlahan, seolah menghindari kontak mata dengan Rhaell. Keheningan singkat menyelimuti meja makan, hanya diiringi oleh bunyi pisau dan garpu yang beradu dengan piring.

Rhaell, yang menyadari sikap Marco, bertanya dengan lembut, “Sienna mana?”

Marco mengangkat bahu, suaranya terdengar sedikit datar, “Sedang home schooling di kamarnya.” Jawabannya singkat, tanpa banyak penjelasan. Ia kembali sibuk dengan sarapannya, menghindar lagi. Ada sesuatu yang tersirat dalam sikapnya, sesuatu yang hanya Rhaell dan mungkin Arlo yang mengerti.

Arlo menarik kursi untuk Rhaell, dan ia duduk di sampingnya. Suasana tegang di meja makan masih terasa, namun sentuhan tangan Arlo pada tangan Rhaell seakan memberikan sedikit kehangatan.

Ia memeluk pinggang Rhaell dengan lembut, gerakannya tak terlihat oleh Atlas dan Marco yang sedang sibuk dengan sarapan mereka.

Arlo mendekatkan mulutnya ke telinga Rhaell, bisikannya lembut namun penuh makna, “Mereka diam-diam memperhatikan kita, Haell. Tapi abaikan saja.” Ia mengecup singkat leher Rhaell, gerakannya penuh kasih sayang.

Rhaell tersenyum tipis, merespon sentuhan Arlo dengan meremas tangannya. “Sepertinya mereka marah padaku.” Ia melirik sekilas ke arah Atlas dan Marco, kemudian kembali fokus pada Arlo. “Marco bahkan tidak mau menatapku.”

Arlo mengusap lembut pipi Rhaell. “Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Mereka tidak akan berani menyakitimu.” Ia menatap mata Rhaell dengan penuh cinta dan keyakinan. “Lagipula, aku lebih tertarik dengan sarapan kita daripada lirikan sinis mereka.” Ia mengambil sepotong roti panggang dan menawarkannya kepada Rhaell. “Mau?”

Rhaell menerima roti panggang itu dengan senyum kecil. “Mau,” katanya, menggigit roti panggang itu dengan pelan.

Namun Rhaell tetaplah Rhaell. Dengan keberaniannya yang khas, ia menoleh ke arah Marco. Satu jarinya mencolek lengan pria itu dan matanya menyipit menatap dengan tajam. “Bukannya seharusnya aku yang mendiamimu?” tanyanya, suaranya sedikit meninggi, namun tetap terdengar menggoda.

Marco tersedak omeletnya. Ia terbatuk dan wajahnya memerah. Keheningan yang sebelumnya tegang kini berubah menjadi hening yang penuh kewaspadaan.

Arlo, yang diam-diam menikmati drama kecil ini, hanya tersenyum tipis. Ia menggenggam tangan Rhaell di bawah meja, memberikan dukungan diam-diam.

Marco, setelah terbatuk-batuk cukup lama, akhirnya meletakkan garpunya. Ia menatap Rhaell, sedikit kegugupan terlihat dari matanya. “Aku yang pertama kali menemukanmu.” Ucapnya. Ia tampak kesulitan menemukan kata-kata yang tepat.

“Menemukanku?” Rhaell mendorong lebih lanjut, suaranya masih menggoda, namun ada sedikit ketegasan di baliknya. Ia tidak akan membiarkan Marco begitu saja lolos dari tatapannya yang tajam.

“Di WF club malam, pukul satu pagi, dress warna hitam,” Marco akhirnya berhasil berkata, suaranya terdengar lebih rendah. “Saat itu aku melihatmu dan langsung jatuh cinta padamu.” Ia menjelaskan dengan jujur, menghela napas panjang, seolah-olah membebaskan beban di dadanya.

Rhaell mengerutkan kening, “tapi kamu meninggalkanku, Marco dan tidak hanya sekali, kan?” tanyanya sarkas.

“Kemarin-kemarin aku di bawah pengaruh alkohol,” akunya, suaranya hampir tak terdengar. “Pikiranku tidak stabil... Aku menyesal. Setelah ini, aku akan berhenti minum. Dan merebutmu dari Arlo.” Ia menatap Rhaell dengan tatapan penuh keberanian dan tekad. Ada percikan harapan di matanya, namun juga bayangan keraguan.

Rhaell menatap Marco dalam-dalam, mengamati setiap perubahan ekspresi di wajahnya. Ia tahu Marco bukanlah orang jahat, hanya saja ia seringkali dikuasai oleh emosi dan kelemahannya.

Wanita itu menghela napas panjang, “Merebutku?” tanyanya, suaranya masih sedikit dingin, namun ada sedikit kelembutan yang mulai muncul. “Jangan salah paham, Marco… aku tidak akan berada di pihak siapapun. Entah itu kamu atau kakakmu. Aku memilih diriku sendiri.”

Marco mengangguk pelan, memahami maksud Rhaell. Ia tidak akan memaksanya. “Tenang saja, Haell. Aku punya banyak waktu untuk membuatmu jatuh cinta padaku.” katanya, suaranya lebih tenang sekarang. “Saat ini... aku hanya ingin kamu tahu perasaanku yang sebenarnya.”

Atlas, yang mengamati perkembangan drama di meja makan, menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Drama pagi ini lebih seru dari sinetron,” gumamnya pelan, cukup keras untuk didengar oleh Arlo.

Arlo hanya memperhatikan dengan tenang, menarik kursi Rhaell agar lebih dekat padanya. Ia meraih tangan Rhaell, menggenggamnya dengan lembut. “Kamu tahu, Haell. Aku hidup di dalam dunia persaingan,” katanya, suaranya lembut namun penuh keyakinan, “aku tidak akan pernah membiarkan siapapun merebutmu dariku.”

Kursi Rhaell bergerak lagi, kali ini ke arah sebaliknya. Marco menariknya, tetap tak mau kalah dan Rhaell terkejut dengan perubahan situasi yang mendadak ini.

Marco berbisik di telinga Rhaell, namun matanya tertuju pada Arlo. “Kamu tahu, Haell… Hidupku penuh dengan kebebasan. Aku bisa memberikanmu hal itu dan mengembalikan kehidupanmu seperti semula.”

Bersambung…

Or

1
Elok Senja
ceritanya dicepetin thor, dirangkum dg apik tp tdk bertele² yaa
luv ❤❤❤
Grace
aku baca ini sambil makan 2 bungkus indomie, /Smile/
auralintang___-
marco, lu bisa minggir dlu gx? INI AREA ARLO DAN CIA OMEJII ngapa elu ngikut" sih ah elah ah elaaaah🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️
Galih
seru batt gilak
Mrlyn
jgn2 Cia udh diincer mau dijadiin ibunya Sienna 😅🤌🏻
Mrlyn
lanjutannya jgn lama2 ya thoorrr
Mrlyn
kira2 kenapa ya Arlo sedih 🤔
Mrlyn
Wangi manis 🌼🌼🌼🌼🌼 bayi mongmong bayi😌🫶🏻
Mrlyn
Tuh kan kepincut juga 🤣🤣🤣
Mrlyn
❤️❤️❤️❤️❤️
Mrlyn
Kasian Cia🤧 tp gpp nanti juga ada hikmahnya. sabar ya nduk
Mrlyn
wkwkwk makanya jgn macem2 sama Miss Lily🤣🔥
Mrlyn
makin menarik alurnya 😍🔥
Mrlyn
waduh udh mulai main apa🙈 awas loh kebakaran😌
Mrlyn
Nah ngejob begini aja Cia, kali ketemu jodoh 🙈
Mrlyn
Panjangin lagi babnya thorrrrrr, lagi asik baca tau2 abis🤧
Mrlyn
nungguin Arlo sama Cia interaksi lagi😍🔥
Mrlyn
Awas Lo Arlo ditandain Cia tr kepincut lagi🤣
Elok Senja
up dunk thorr....pliiisss 🤗🙏🥰
Elok Senja
ada typo kecil,
tu kan mo arah ke ❤❤ gituu 😅🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!