Eliza yang belum move on dari mantan tunangannya-Aizel- menikah karena dijebak oleh Raiyan yang merupakan ipar tiri Aizel , sedangkan Raiyan yang awalnya memiliki kesepakatan dengan adik tirinya yaitu Ardini, sengaja melanggar kesepakatan itu demi membalas dendam pada Ardini dan ibu tirinya.
"Kesepakatan Kita hanya sebatas kau membuat nya jatuh cinta, lalu meninggalkannya setelah Aku dan Aizel menikah, Kau melanggar kesepakatan Kita Raiyan. " ~Ardini
"Tapi di surat perjanjian itu juga tidak ada larangan kalau Aku mau menikahinya."
~ Raiyan
akankah kisahnya berakhir indah? akankah Eliza kembali pada Aizel setelah mengetahui semua fakta yang selama ini Raiyan sembunyikan?
ikuti terus Kisah Eliza, jangan lupa like dan vote sebanyak-banyaknya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Aku Mencintaimu, Eliza
"A-Apa?" Tanya Eliza setengah berteriak.
"Kenapa reaksimu seperti itu? Apa Kau masih lapar?" Eliza menggeleng pelan.
"Bukan seperti itu, hanya saja maksudku..." Raiyan meraih nasi bungkus yang tergeletak di meja makan.
"Baiklah, kalau begitu Aku akan menghabiskannya, porsi tadi terlalu sedikit untukku." Eliza mencerna kembali ucapan Raiyan, apa "mengulangi" yang dimaksudnya tadi adalah mengulang makan? Ya, pasti seperti itu.
Eliza tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ternyata pikirannya terlalu jauh.
"Tentu saja, silahkan habiskan, memang porsi tadi terlalu sedikit dan Kau harus makan sebungkus lagi." ucapnya panjang lebar dengan perasaan lega.
"Memangnya apa yang ada di pikiranmu saat Aku bilang akan mengulangnya?" tanya Raiyan penasaran,ia sengaja mengucapkan kalimat ambigu untuk menakuti Eliza, ternyata usahanya tidak sia-sia, Eliza bereaksi seperti yang ia bayangkan.
"Aku tidak memikirkan apapun." elak Eliza memainkan ujung bajunya.
"Apa jangan-jangan Kau berpikir Aku ingin mengulang yang tadi pagi, di meja ini?" Mata Eliza membulat sambil menggeleng cepat.
"Pasti Aku benar, bukan?" Raiyan berdecak pelan.
"Wah sepertinya sekarang pikiranmu jadi mesum setelah melakukan itu, tenanglah, Aku bukan pria yang punya fantasi aneh-aneh sampai harus melakukan di tempat terbuka, Apalagi sampai melakukannya di tempat sempit seperti motel tadi pagi." ucap Raiyan dengan nada penuh sindiran.
Meskipun Eliza telah menyerahkan mahkota berharga nya, hal itu tidak membatalkan niat Raiyan untuk meminta penjelasan pada istrinya ini.
"Duduklah, temani Aku makan, sambil jelaskan apa yang terjadi pada Kalian sampai tiba-tiba Kau berubah seperti tadi." Perintahnya dingin dan datar, membuat Eliza menurut tanpa sempat membantah.
"Dia memintaku mempercayainya kalau Ardini sudah meletakkan sesuatu dalam minumannya, tapi Aku tidak percaya begitu saja, dia memberiku pilihan jika aku tidak mempercayainya lagi Aku harus minum air yang juga sudah di letakkan obat serupa, tapi jika Aku percaya Aku tidak perlu meminumnya." jelas Eliza dengan wajah tertunduk, persis seperti remaja yang ketahuan pacaran oleh papanya.
"Lalu Kau meminumnya?" Eliza mengangguk.
"Kau meminumnya karena ingin tidur dengannya? Karena Kau masih cinta padanya? Agar semua terjadi begitu saja seakan bukan salahmu?" cecar Raiyan sambil mencuci piringnya ke wastafel, sedangkan Eliza menarik napas dalam dengan mata terpejam atas tuduhan Raiyan itu.
"Pertama, Aku tidak mempercayai semua ucapannya dan Aku yakin itu hanya akal-akalan nya saja apalagi obat itu bentuknya mirip seperti vitamin, jadi Aku berpikir itu pasti hanya vitamin dan dia berusaha membohongiku agar Aku kembali percaya padanya."
"Kedua, jangan menuduh ku sembarangan apalagi memberikan penilaian serendah itu padaku." ucap Eliza kesal.
"Menuduh? Bukankah Kau bilang masih mencintainya? Aku hanya berasumsi berdasarkan pengakuan yang Kau buat, apa itu salah?" pancing Raiyan untuk mengetahui sebenarnya pada siapa hati Eliza berlabuh.
"Terserah saja apa katamu, Aku malas membicarakan hal yang tidak penting." Eliza berlalu meninggalkan Raiyan.
"Sial! Aku masih tidak tahu siapa pemilik hatimu Eliza, kalau saja Kau memberiku lampu hijau untuk menjadi suamimu seutuhnya Aku pasti juga tidak akan segan menunjukkan kasih sayangku padamu, namun jika Kau terus menganggapnya tak penting Aku jadi ragu harus bersikap bagaimana." gerutunya pelan sambil mengikuti Eliza yang sudah masuk ke kamar.
Baru saja akan membuka pintu Eliza keluar dengan ponsel Raiyan di telinganya.
"Oma ingin bicara denganmu." ujar Eliza lalu menyerahkan ponsel di tangannya.
"Halo, oma, sekarang? Baiklah, Kami segera meluncur."
Klik.
Raiyan menutup telepon.
"Oma sudah dibolehkan pulang, bersiaplah kita akan menjemput Oma sekarang." Perintah Raiyan pada Eliza, Eliza bergegas mengganti kaos rumahnya dengan dress kembang selutut.
Mereka melaju menuju rumah sakit dalam keheningan, baik Raiyan maupun Eliza tidak ada yang membuka suara Karena tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Apa Oma tahu masalah kami?" tanya Eliza
"Siapa yang Kau maksud?" balas Raiyan fokus dengan kemudinya.
"Aku, Aizel dan Ardini, bagaimanapun beliau masuk rumah sakit karena mengetahui tentang kaitan kami bertiga, kan?" Raiyan tampak tak terlalu mempermasalahkannya jika Oma benar-benar sudah mengetahui kaitan ketiganya.
"Aku dan papa sudah menjelaskannya saat Kau tak ikut masuk waktu itu, dan syukurnya sekarang pandangan Oma padamu sudah mulai membaik, dia sudah menganggap mu cucu menantunya,mungkin itu semua berkat sihirmu lewat sup ayam yang sudah-sudah."
Eliza menganggukkan kepala setuju karena dirinya juga merasakan perubahan yang sama.
Kini Oma sudah tidak pernah menghardiknya atau mengatainya lagi, yang terjadi justru sebaliknya, nenek tua yang dulu hanya cemberut saat melihat Eliza sekarang jadi murah senyum dan lebih ramah.
Keduanya kembali hening namun tak lama kemudian keduanya sama-sama mengeluarkan suara, serentak.
"Ada yang ingin kutanyakan." ujar Raiyan.
"Aku ingin menanyakan sesuatu." ucap Eliza.
Mereka berpandangan lalu saling tertawa.
"Kau saja duluan." ucap Eliza, tidak ada penolakan seperti di sinetron yang biasa nya akan di balas Kau saja duluan, Raiyan tak ragu untuk mencari tahu jawaban dari rasa penasaran nya selama ini.
"Apa Kau masih mencintai Aizel?" Raiyan menghembus napasnya pelan, ia takut kali ini Eliza akan kembali meledak bila membahas hal yang selalu membuatnya marah.
"Tidak." jawab Eliza singkat, wajahnya datar karena risih dengan pertanyaan yang itu-itu saja.
"Bukankah kemarin Kau bilang masih mencintainya sampai kepalamu sakit?" Raiyan tidak puas dengan jawaban singkat Eliza.
"Itu karena Kau yang memojokkan ku, seharusnya Kau sadar kalimatmu waktu itu bukan sebuah pertanyaan melainkan tuduhan, Kau menuduhku dan aku hanya mengiyakan tuduhan mu itu agar perdebatan kita selesai, Kau tahu kan, Aku hampir mati dua kali, jadi untuk berdebat tentang hal sepele itu saja Aku rasa tidak perlu."
Raiyan menarik sudut bibirnya, jika diingat kembali Eliza benar, Raiyan hanya mementingkan ego dan emosinya tanpa mendengar penjelasan Eliza sampai selesai.
"Maafkan Aku." lirih nya pada Eliza, ternyata berbicara dalam keadaan tenang tidak akan membuat mereka saling bertegang urat.
"Sekarang giliranmu, apa yang ingin Kau tanyakan?" Aizel melirik pada Eliza yang sedang memainkan ujung dress nya, terbesit keraguan dalam kilatan mata Eliza.
"Tanyakan saja, tadi Aku sudah bertanya dan sekarang giliranmu." ucap Raiyan lagi.
"Tadi pagi, apa Kau sadar dengan ucapanmu?" Raiyan mengerutkan kening dan mengingat ucapan mana yang Eliza maksud, namun Raiyan merasa hari ini banyak hal yang diucapkannya sehingga ia tidak tahu maksud Eliza ucapannya yang mana.
"Bisa Kau perjelas ucapan yang mana?" tanya Raiyan hati-hati.
"Sepertinya Kau tidak ingat karena itu bukan hal penting dan serius, lupakan saja karena Aku sudah tahu jawabannya." ucap Eliza dingin namun tetap berusaha mengulas senyum walau tampak seperti terpaksa.
"Setidaknya Kau harus mengatakan dengan jelas, ucapan mana yang Kau maksud itu, hm?" Eliza hanya menggeleng kepala.
"Bukan hal yang penting." jawabnya singkat, dasar perempuan, sukanya kode-kodean begitu.
"Apa maksud mu, ucapanku yang ingin olahraga kapan-kapan?" tebak Raiyan yang dijawab dengan gelengan kepala Eliza.
Raiyan tidak bisa membiarkan mood Eliza rusak hanya karena dirinya lupa ucapan yang Eliza maksud, sedangkan Eliza menganggap Raiyan hanya ingat hal-hal mesum yang baru-baru ini terjadi diantara mereka, mungkin Raiyan hanya ingin melampiaskan nafsunya saja saat mengatakan itu.
"Apa ini tentang bercinta di meja makan?" Lagi-lagi Eliza menggeleng.
"Apa tentang pertanyaanku yang menuduh mu sengaja minum obat itu agar bisa tidur dengan Aizel?" Eliza menggeleng lemah.
"Sudahlah jangan dipikirkan, itu sama Sekali bukan hal yang penting." jawab Eliza tenang.
Raiyan tetap tidak menyerah, ia sampai harus mengingat ucapan apa saja yang sudah keluar dari mulutnya sejak bangun tidur sampai sekarang duduk semobil bersama Eliza dan mulai memasuki halaman rumah sakit.
Saat dirinya tidak kunjung mampu menebak, tiba-tiba Raiyan diingatkan dengan serangkaian kalimat yang diucapkannya dengan perasaan mendalam namun terkesan buru-buru.
"Aku mencintaimu, Eliza." ujarnya setelah memarkirkan mobil, tak lupa ia tatap Eliza dan reaksi wanita itu membuat Raiyan tersenyum lebar, Eliza langsung menoleh ke arahnya dengan mata yang sedikit melebar.
sejatinya berharap pada manusia adalah seni paling menyakitkan