bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 23
Alana mengayun pelan pedal sepedenya, seperti biasa dia menikmati cuaca, perlahan rintik mulai membasahi jalan aspal. Alana menikmati cuaca mendung itu, membuatnya terasa tenang
"Nona Alana, anda sebaiknya masuk ke mobil hujan mulai turun" ucap Aidan mensejajarkan laju mobilnya dengan kecepatan sepeda Alana
"Om Aidan gak usah khawatir, Lana suka sama hujan" jawab Alana Mengabaikan kekhawatiran Aidan
"tapi Non, Tuan G akan marah jika Nona Alana sampai sakit" Aidan masih membujuk Alana
"Om, Lana gak pernah kalah sama hujan, hujan gak akan bisa bikin Lana jatuh tenang aja Lana udah biasa main hujan. lagian Alana pernah melawan hujan saat demam" yap... Alana pernah menerobos hujan demi mengantar dirinya sendiri ke puskesmas, miris bukan?
memang, bagi Alana Rintik hujan sama sekali bukan ancaman baginya jangankan rintik hujan deras pun Alana tak akan berteduh justru dia akan menikmatinya. Hujan adalah satu-satunya saksi betapa rapuhnya dia, menangis di tengah badai hujan adalah kebiasaan Alana, meluapkan segala yang mengganjal di hatinya. jangan heran Alana memang tak menceritakan tentang dirinya pada siapapun jadi, seberapa berat takdir yang Alana jalani hanya Tuhan dan Alana yang tau.
sampai di Happy Caffe, Alana segera mengganti seragamnya dan mulai bekerja. dari luar Aidan menatap cemas kearah Alana takut jika Nonanya itu sakit atau masuk angin
Aidan terus menunggu di dalam mobil yang di parkirnya di tepi jalan, Aidan akan terus berada di sana sampai malam jam pulang Alana. selama beberapa waktu ini, Aidan sedikit tau tentang perjalanan Alana melewati Hari-hari nya Aidan cukup simpati, dia tidak memiliki saudara perempuan Aidan juga belum menikah hingga usianya yang sudah 37 tahun ini, melihat perjuangan berat Alana, Aidan berharap dia bisa mengadopsi Alana sebagai adik atau bahkan anaknya. tidak jarang Aidan memperlihatkan kepeduliannya pada Alana, dia berharap jika suatu saat dia menikah dan memiliki anak dia tidak akan membiarkan anak-anaknya bernasib sama seperti Alana
"khm.. pesen mocca cino satu, kopi Latte satu, hm.. itu aja deh" ucap Jinan sambil menatap kertas menu di tangannya
"milktea satu" celetuk Gilang yang tiba-tiba duduk di samping Nata
"baik, tunggu sebentar ya" ucap Lily tersenyum ramah
"kalian gak ngajak-ngajak! sok banget" gerutu Gilang pada dua orang itu
"orang kita mau kencan, lo ngapain si ganggu deh!" kesal Jinan. Gilang memang sengaja datang mengganggu mereka, Gilang tau mereka sedang kencan dan Gilang ingin mengusili mereka
"dih, kencan... ya udah si gue juga gak akan ganggu kalian cuma nonton doang hehe" cengir Gilang merangkul Nata
"ganggu! ngapain si kesini!" tepis Nata yang juga ikut kesal
"yee, emang kenapa? gue gak boleh kesini?" sahut Gilang berlagak sedih
Lana menyadari keberadaan teman-temannya disana, tapi karena sedang bekerja Lana tidak ada waktu untuk menyapa ataupun meladeni mereka.
disisi lain, Aluna termenung duduk di tempat tidurnya. tatapan penuh dendam, rasa kesalnya masih tersulut sulit di padamkan, tangannya meremas kuat seprai yang sedang didudukinya. sudut bibirnya perlahan dia tarik hingga senyum terukir disana
Aluna berjalan menuju cermin, menatap dirinya disana. Aluna tetap berdiri menatap pantulan disana, bibirnya tersenyum namun matanya tidak. tidak ada yang tau apa yang Aluna fikirkan, Aluna perlahan memutar tubuhnya memperhatikan setiap inci dari tubuhnya itu
"atas dasar apa Lana mau bersaing sama gue? gue lebih cantik! gue sempurna, cuma gue yang pantes buat Lingga!! Alana cocoknya sama dia! harusnya Alana bangga karena Ayah masih setuju perjodohan nya di lanjutin dengan dia! dia harusnya sama Mahesa, bukan Lingga!" gumam Aluna berbicara dengan dirinya di cermin
"gue mau baikan sama dia, tapi bukan berarti dia bisa ngambil punya gue! Lingga, Ayah dan abang- abang yang lain.. semua nya punya Luna! cuma Luna yang boleh dilihat mereka! Luna bisa kok jadi temen Lana tapi yang lain cuma punya Luna!!" lanjutnya lagi
Ting..
sebuah notifikasi masik ke HP nya, Luna tidak lagi memandangi dirinya di cermin dan beralih duduk di meja belajar miliknya. sebuah pesan masuk dari nomor tak di kenal, sempat mengerutkan dahi sebelum menekan untuk melihat pesannya
*Siap-siap! libur sekolah ini gue balik ke Indonesia
Aluna tau dari mana pesan itu, matanya menatap remeh kearah nomor itu. sedetik kemudian dia tersenyum penuh kemenangan
"surprise... Alana" gumamnya penuh senyum kebahagiaan
"ah.. Ayah, makasih.. Ayah memang tidak lupa buat bahagiain Luna, Luna sayang sama Ayah!!" lanjutnya sambil menjatuhkan diri tempat tidur
"ujian sekolah baru di mulai, masih ada waktu buat lo Siap-siap kok Lan.. makasih udah jadi saudara kembar gue.. " senyum bahagia di wajah Aluna tak bisa di sembunyikan
"gue bakalan berterima kasih sama lo"
Seno masih berdiri tegap di depan pintu kamar Aluna, entah mengapa dia mengurungkan niat untuk masuk dan memilih untuk kembali ke kamarnya. sebelum masuk kekamar, Rayn menghentikan nya
"gue mau ngomong" ucap Rayn mendekat. Seno membuka pintu kamarnya dan masuk tanpa mengatakan apapun, Rayn juga ikut masuk
"apa?" tanya Seno setelah duduk di meja dekat jendela
"gue mau mastiin sesuatu" Rayn berjalan menuju komputer, Seno hanya diam
"belakangan ini, Anak sial itu deket sama seseorang! gue pengen tau siapa orang yang berani ngasih dia sepeda di luar izin keluarga!" ucap Rayn mengotak atik komputer milik Seno
"abang bisa cari tau sendiri di kamar abang, bukannya fasilitas kita gak ada yang kurang?" celetuk Seno mendekat
"lo lebih tau soal beginian, cari tau siapa orang nya! gak mungkin kan lo gak bisa dapet informasi nya? lo lebih unggul soal beginian" ucap Rayn lagi menatap serius Seno
"gue gak tertarik, lagian kalo gak ngerugiin kita juga bukannya gak penting?" sahut Seno malas
"gue bilang cari tau ya lo harus cari tau!! gue gak mau orang di balik ini tau banyak tentang masalah keluarga kita!" perintah Rayn yang kemudian berjalan keluar dari kamar Seno, Seno hanya menatap dingin wajah seseorang yang sebelumnya di pasang Rayn di komputernya tanpa mengatakan apapun
"namanya Aidan, lo harus dapet informasi detail tentangnya, juga cari tau siapa yang menjadi dalang di baliknya" ucap Rayn lagi setelah sampai di pintu
"hm"
hanya itu jawaban dari Seno, Seno duduk didepan komputernya dan mengorek sebuah informasi, tapi bukan informasi tentang Aidan, seseorang yang lebih menarik perhatiannya dari seorang Aidan, selain itu Seno Diam-diam mengirim pesan pada seseorang
malamnya, Alana pulang lebih awal semenjak ujian di mulai Alana lebih awal pulang bekerja di banding biasanya, sempat heran karena tempatnya bekerja saat ini sangat memprioritaskan dirinya entah hanya perasaanya saja atau memang benar namun Alana sangat bersyukur setidaknya dia tidak harus bergadang terlalu lama untuk belajar, dan tidak telat bangun besoknya
"assalamu'alaikum"
tak ada yang menjawab salam Alana, bahkan Ayahnya yang duduk di sofa juga tidak menggubris Alana menarik pelan nafasnya dan berjalan menuju kamarnya
"tunggu"
suara berat Ayahnya menghentikan langkah kakinya, Alana berbalik menatap sang Ayah yang masih terduduk membaca sebuah koran
"duduk" perintahnya, Alana dengan tenang menuruti perintah sang Ayah
"siapa Aidan" tanyanya menyingkirkan koran di tangannya, Alana menatap koran sempat berfikir mengapa juga Ayahnya membaca koran di malam hari begini? ini bukan kebiasannya
"Alana juga gak tau, dia tiba-tiba datang dan nempel sama Lana" jawab Alana tenang
"selain sepeda apalagi yang kamu terima" tanyanya lagi
"bantuan-bantuan kecil, tidak penting apa Ayah marah?" tanya balik Alana, tentang Black Card masih ingin di rahasiakan nya, bagi Alana itu cukup besar dan Alana bahkan tidak pernah memakainya sampai sekarang meski Aidan sering memaksanya. target yang ingin di capai nya bisa saja dia capai dengan sangat mudah jika menggunakan Black Card tapi Alana tidak ingin, karena dia masih tak percaya dengan tuan G yang berada di balik layar
"Ayah kelihatan pucat, Ayah sakit? Lana bisa bantu pijat" ucap Alana, jika dulu dia tidak akan pernah berani bertanya seperti itu, bahkan untuk menatap wajah Ayahnya tapi kali ini berbeda, dia bahkan berani menatap mata Ayahnya. Kunan memang sempat terkejut namun di tepis nya setelahnya, sudah banyak kali dirinya terkejut karena perubahan sikap Alana
"kamu sudah tau tentang keluarga Valtor?" Kunan mengabaikan pertanyaan Alana sebelum nya
"ya, Ayah ingin aku menggantikan Luna ya? tapi Lana gak janji bakalan nerima dengan mudah loh.." ucap Lana tersenyum
"saya akan tetap memaksa, tidak ada pilihan untukmu" sarkas Kunan, tatapannya yang sebelumnya tenang kini berubah menjadi dingin
"Lana tau, tapi Lana putuskan untuk memberontak Ayah akan marah dan Lana tau itu tapi, Lana gak akan menyerah"
Alana kemudian masuk tanpa peduli lagi dengan kekesalan Ayahnya. biasanya Kunan akan langsung mengamuk dan memukuli putrinya itu tapi kali ini berbeda, memang beberapa waktu ini dia tidak pernah menyentuh putrinya lagi, tak ada yang tau dengan apa alasannya
"Mahesa Lyrien Valtor ya.. gue gak akan nyerah gitu aja" gumam Alana yang sedang menikmati guyuran air di tubuhnya