NovelToon NovelToon
The Line Of Destiny

The Line Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Menunggu selama empat tahun lebih tanpa kepastian, Anya bahkan menolak setiap pinangan yang datang hanya untuk menjaga hati seseorang yang belum tentu ditakdirkan untuknya. Ia tetap setia menunggu, hingga sebuah peristiwa membuat hidupnya dan seluruh impiannya hancur.

Sang lelaki yang ditunggu pun tak bisa memenuhi janji untuk melamarnya dikarenakan tak mendapat restu dari keluarga. Di tengah hidup yang semakin kacau dan gosip panas yang terus mengalir dari mulut para tetangga, Anya tetap masih berusaha bertahan hingga ia bisa tahu akan seperti apa akhir dari kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luahan Hati Anya

Lizza membawa Anya dan Liana menuju tempat yang nyaman untuk ngobrol, sekarang mereka berada di ruang kerjanya.

Lizza menggunakan ruangan itu untuk istirahat dan menghitung biaya pemasukan. Ruangan yang cukup luas dan bisa dijadikan tempat untuk bersantai juga.

Untuk saat ini ketiganya masih terdiam karena tidak tahu harus memulai dari mana obrolan itu.

"Tadi kamu bilang mau ngomong sesuatu, Liana. Kamu mau ngomong apa?" tanya Anya membuka bersuara.

"Kakak beneran udah enggak cinta sama kak Rizki?"

Sesuai dengan apa yang Anya tebak, pasti Liana hendak membicarakan tentang Rizki.

"Dia sudah punya istri kan? Seharusnya dia sudah melupakan kakak," ucap Anya, dia malah mengalihkan pertanyaan Liana.

Lizza mengernyitkan keningnya, nama Rizki tentu tidak asing baginya. Lizza sudah kenal Rizki sejak SMP, sesuatu yang membuat dia heran adalah Anya yang masih berhubungan dengan orang yang sama selama bertahun-tahun.

Anya itu benar-benar tipe orang yang setia, Lizza ingat betul pertama kali kenal dengan Anya, saat itu dirinya sedang diganggu oleh senior mereka yang terkenal paling nakal, tanpa diminta Anya pun menolongnya. Anya bahkan rela dihukum oleh wali kelas mereka karena membuat kegaduhan di saat guru sedang rapat.

Anya tidak banyak bicara, tidak membela diri, dan tidak juga menyeret Lizza ke dalam masalah itu, hukuman tersebut dia tanggung sendiri.

"Tapi kak Rizki masih cinta sama kakak, dan Lia yakin itu!" Lia menekankan kalimat akhirnya.

"Kita sudah enggak ada hubungan apa-apa lagi, Lia. Kenapa kamu malah mengungkit sesuatu yang telah menjadi masa lalu, kakak sudah merelakan dia, dan kita sudah sepakat untuk saling melupakan," tutur Anya memberi tahu, ia sudah tidak mau mendengar apa pun tentang Rizki.

Hati dan pikirannya tidak mau dibuat kacau lagi, sudah cukup beban di atas pundaknya karena menghadapi kondisi sulit saat ini, jangan ditambah lagi dengan masa lalu tentang Rizki.

"Aku tidak tahu kamu masih berhubungan sama Rizki sampe selama itu, Nya." Lizza menatap kagum ke arah temannya.

"Aku juga tidak menyangka kalau hubungan kami akan berakhir seperti ini," ucap Anya balas menatap. Anya tetap tersenyum meskipun hatinya sakit tiap kali mengingat Rizki, setiap kali mengingat bagaimana akhir dari hubungan mereka.

Lamanya nama Rizki menetap dalam hatinya, dan ia juga tak pernah hilang dalam setiap untaian doanya, namun tiba-tiba karena masalah yang dibuat Sasha, sontak merubah segala bentuk keindahan yang ia impikan sejak dulu. Kesalahan Sasha merubah drastis kehidupannya, Sasha yang berbuat, tapi dia yang lebih menderita.

Banyak orang-orang menghujatnya, menghakimi segala bentuk kebaikan yang dia lakukan, bahkan mereka tanpa segan-segan menyindir niat baiknya.

Semua orang mulai berasumsi sendiri, mereka mengatakan bahwa busana tertutup yang ia kenakan hanya untuk menutupi jati dirinya yang sesungguhnya.

Perlahan, sorot mata yang tadinya masih menampakkan ketenangan berubah redup dan dipenuhi dengan kesedihan.

Lizza dan Liana menyadari semua itu, keduanya saling bertatapan dan merasa iba melihat keadaan Anya.

Tidak semua orang sekuat dia, berada di posisi sekarang tentu membuat mentalnya down. Hinaan dan cacian harus siap dia dengar setiap kali keluar rumah, sejauh ini Anya masih terlihat tegar, namun dalam hati siapa tahu.

"Mbak," lirih Liana seraya menggenggam kedua tangan Anya. "Maaf, jika aku kembali mengungkit luka lama. Aku hanya penasaran saja, Mbak. Apa benar Mbak sudah melupakan kak Rizki."

"Menurut kamu, kalau kami mempertahankan hubungan ini apa akan ada restu dari keluarga kamu? Bukankah mama kamu juga tidak setuju kak Rizki menikah dengan mbak? Dan itu semua disebabkan karena keluarga mbak yang penuh dengan noda hitam, semua orang menghakimi kami sebagai keluarga pendosa. Perempuan seperti mbak tidak pantas bersanding dengan kakak kamu, mbak tidak pantas menjadi bagian dari keluarga kalian yang terhormat." Anya membuang pandangannya ke arah lain, matanya mulai berkaca-kaca.

Lizza yang memperhatikan Anya sedari tadi, ia cuma bisa menghela napas berat. Dia juga merasa sesak melihat rasa sakit di mata Anya, perlahan air mata yang dibendung itu jatuh bergulir.

"Lizza, Liana, aku pergi dulu!" Anya beranjak bangun tatkala keadaan terasa mencekam, karena tidak ada seorang pun di antara mereka yang bersuara. Semuanya larut dalam pikiran masing-masing, dan Liana juga sudah kehilangan kata untuk diucapkan.

"Mbak, biar Liana aja yang pergi! Sekali lagi aku minta maaf, Mbak. Aku benar-benar tidak berniat untuk membuat Mbak sedih dengan pertanyaanku tadi," ucap Liana, terlihat ia sangat menyesal telah mengungkit masa lalu antara kakaknya dan Anya.

"Enggak apa-apa, Lia. Mbak tidak marah, mbak maklum aja. Jika kita bertemu lain kali, mbak harap kamu jangan menyinggung soal kak Rizki lagi ya!" pinta Anya sebelum Liana pergi, dan gadis itu pun mengangguk setuju.

.

.

Usai kepergian Liana, mereka kembali ngobrol seperti biasa. Kali ini Lizza yang akan memberi pertanyaan, memang dari tadi banyak yang ingin dia tanyakan, tapi karena ada Liana terpaksa niat itu ia urungkan.

"Anya, soal video itu ap_"

"Kamu ingin menghakimi aku juga, Lizza?" potong Anya.

Lizza menggeleng kuat, bukan itu maksud dari pertanyaannya barusan. "Aku tahu siapa kamu, Anya. Kamu tidak akan berbuat seperti Sasha. Yang membuat aku tidak habis pikir adalah efek dari masalah Sasha malah berpengaruh buruk sama kamu," tuturnya menjelaskan.

"Sudah takdirnya begini, Liz. Apa yang bisa aku perbuat? Aku cuma bisa sabar dan ikhlas menghadapi ini semua," ucap Anya dengan bijak.

"Anya, kalau memang rasanya sesak di dada keluarin aja! Jangan dipendam jika hanya akan semakin membuat sakit di sini!" Lizza menunjuk ke dada Anya. Setiap saat dadanya memang terasa sesak menahan tangis itu, Anya bukan tidak ingin terlihat cengeng, dia hanya tidak mau orang-orang di dekatnya mengkhawatirkan keadaannya itu.

"Aku tidak kenapa-kenapa, Lizza." Anya masih berusaha tenang.

"Padahal tadi aku lihat kamu nangis, kalau ingin teriak, teriak aja! Di sini kamu bebas, aku enggak akan menertawakan kamu, Nya."

Kata-kata Lizza membuat sesak itu semakin terasa, Anya sudah tidak bisa menahannya lagi. Kini tangis itu pecah, runtuh sudah pertahanannya.

"Lizz, rasanya sakit. Sakit banget saat ngelihat semua orang memandang aku sebelah mata, aku melihat rasa jijik di mata mereka, aku mendengar caci maki yang ke luar dari mulut mereka setiap kali melihat aku." Anya sesenggukan, ia menangis meratapi nasibnya.

Baru kali ini ia menangis sekencang itu, bahkan lebih parah daripada tangisan ketika hubungannya dengan Rizki kandas di tengah jalan.

Lizza dengan penuh kelembutan menenangkan Anya, dia berkali-kali mengusap punggung sahabatnya yang dibalut dengan kerudung panjangnya.

Lizza tidak bicara sama sekali, ia biarkan Anya menangis puas di sana. Dia ingin Anya meluapkan semua sesak di dadanya, sakit itu memang tidak akan pergi dengan mudah.

"Anya, kamu enggak sendiri. Kalau kamu butuh teman untuk ngobrol, cerita apa pun, kamu bisa temui aku di sini. Aku akan selalu ada untuk kamu, seperti kamu yang selalu ada untuk aku saat kita masih satu sekolah dulu. Ya, aku tahu kamu juga punya Windi, siapa tahu kamu juga mau berbagi sama aku." Lizza berjalan menuju meja kerjanya, ia mengambil kotak tissue di sana dan memberikannya pada Anya.

Anya merasa lebih tenang sekarang, ia mengambil selembar tissue lagi dan menghapus sisa-sisa air matanya.

"Makasih, Liz," ucapnya dengan tersenyum.

"Sama-sama, gimana sekarang? Udah lebih mendingan kan?"

Anya mengangguk menanggapi pertanyaan Lizza.

"Untuk merayakan pertemuan pertama kita setelah bertahun-tahun enggak ada kabar, gimana kalau kita makan malam bersama. Kamu setuju kan, ajak Windi sekalian biar lebih rame," ucap Lizza mengusulkan.

"Ide bagus, boleh aja. Kalau gitu aku telpon Windi dulu ya." Anya mengambil ponselnya dan menghubungi Windi.

.

.

Anya membawa pulang banyak barang belanjaan, di antaranya adalah perlengkapan untuk bayi Sasha.

Hanya tinggal menghitung hari dan anak yang dikandungnya akan segera lahir ke dunia.

Bu Aila menemui anaknya di dalam kamar, meski sudah berbaikan dengan kedua orangtuanya, tapi Sasha tetap lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar daripada duduk di luar dan ngobrol dengan mereka.

Selama sembilan bulan ini, yang ada di pikirannya cuma Arya. Sasha bahkan sudah merencanakan untuk kabur dari rumah setelah lahiran nanti. Ia akan mencari di mana Arya, ia tidak akan membiarkan lelaki itu hidup tenang.

Di tempat lain, Rizki yang sudah berkeluarga malah merasa kesepian setiap saat. Dia hanya tinggal berdua dengan Syifa, obrolan di antara mereka tak pernah berlangsung lama.

Rizki masih bersikap dingin dan cuek dengan Syifa, dia belum terbiasa dengan keadaan saat ini.

Pikirannya terus dibayang-bayangi rasa bersalah terhadap Anya, saat kondisinya sedang terpuruk seperti itu, Syifa datang membawa secangkir kopi dan cake.

"Ini kopinya, Mas!"

"Terima kasih, taruh di sana aja!" balasnya, dia kembali termenung.

"Mas masih kepikiran mbak Anya?"

"Uhuk!" Rizki terbatuk mendengar pertanyaan Syifa, kopi yang baru diminumnya hampir menyembur keluar. Ia taruh kembali cangkir kopi itu, dan kemudian menatap Syifa dengan pandangan sulit diartikan.

1
P 417 0
/Sleep//Sleep/haih ini juga teguran langsung mungkin
P 417 0
oh ternyata si ibu to/Slight/
P 417 0
siapA lgi ini yg ikut nimbrung🤔
P 417 0
/Sneer//Sneer/tokoh utama jago silat ternyata
P 417 0
makin rumit emng klo bca drama/Silent//Shy/
P 417 0
/Sleep/klo dah bgitu knpa harus saling nyalahin
P 417 0
udah bgus/Hey/
TrixJeki
wehh keren Anya gadis tegas dan berani, aye suka aye suka. semangat Author Rican💪💐
🥑⃟Riana~: Hehe, terima kasih kk.. udh mampir/Kiss//Sneer/
total 1 replies
P 417 0
mbak syifa dong/Sleep/
P 417 0: mkanya jgn buru2/Proud/
🥑⃟Riana~: salah ya/Shame//Facepalm//Facepalm//Joyful/ makasih otw revisi 🚴🚴🚴
total 2 replies
P 417 0
hanna🤔🤔anya kali
🥑⃟Riana~: repot/Shame/
P 417 0: /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/kn jd ada kerjaan kmu/Silent/
total 3 replies
P 417 0
windi ini mnurt aku sahabat terbaik buat anya/Hey/
P 417 0
keinginan orang tua itu emng mlihat anakny bhgia dan itu udah pasti.namun terkadang mreka tidak pduli dengan perasaan anknya dan lbih kpda memaksakn kehendak .emng sih nggk semua orang tua bgitu /Sleep/
P 417 0
emng demit bisa jatuh juga kah🤔
🥑⃟Riana~: bisa, kalau punya kaki/Sweat/
total 1 replies
P 417 0
membiarkan/Silent/
P 417 0
insyaallah bukan in sha allah/Hey/
P 417 0
hmmm.dri sini keknya bncana mulai terjadi😌
P 417 0
ini ayah kndung bukn sih🤔
P 417 0: lah /Proud/aku jga mna tau
🥑⃟Riana~: masa ayah tiri/Shame/
total 2 replies
P 417 0
"nggk mau punya mntu"...lbh enk deh kyaknya/Silent/
P 417 0
terkadang temen emng lbih mengerti apa yg kita rasa dripada kluarga sendri/Sleep/
🥑⃟Riana~: Betul, tumben bener/Shame/
total 1 replies
P 417 0
di bab ini nggk ada koreksi.ada pesan di dlmnya😊mnrt aku sih ini bgus krna di zmn sekarng ank2 muda lbh mngikuti egonya .nggk pnh berpikir apa yg terjdi kmudian.dan bila sdah trjdi yg ada cmn pnyesalan. dri itu peran orang tua izu sangat pnting
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!