Pernikahan Rere dan Haikal yang tinggal menghitung hari, terpaksa batal karena Rere diketahui hamil. Rere merasa jika dirinya menjadi korban perkosaan, tapi dia tak tahu siapa yang melakukannya karena dia dalam kondisi tidak sadar saat itu. Disaat dia hancur karena pernikahannya batal dan mengandung janin dari orang yang tidak dia kenal, Romeo datang dan menawarkan diri untuk menikahinya. Tanpa Rere tahu, jika sebenarnya, Romeo adalah orang yang telah menodainya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RINDUKAN AKU
Haikal menatap print out usg yang ada ditangannya. Sakit sekali melihat bukti nyata hasil perselingkuhan Rere. Dia menyerahkan kembali print out tersebut sambil tersenyum getir.
"Apa dia sehat?" Terdengar konyol, tapi Haikal benar benar menanyakan itu.
"Sayangnya dia sehat, meski aku menginginkan yang sebaliknya."
"Kasihan dia jika ibunya sendiri tidak menyayanginya. Bagaimanapun, dia hasil dari perbuatanmu, jadi bertanggung jawablah dengan merawatnya baik baik."
Hampir saja air mata Rere menetes jika dia tak segera menengadahkan wajah keatas sambil menggigit bibir bawahnya. Sakit sekali dituduh selingkuh padahal sama sekali tak melakukan itu.
Andai saja Haikal bisa percaya padanya, dia tak akan peduli lagi pada orang lain. Tak butuh menjelaskan apapun pada semua orang. Satu Haikal saja sudah cukup untuk membuatnya kuat menghadapi hari hari berat karena janin setan itu. Nyatanya semua tak seperti apa yang dia mau. Haikal tak bisa mempercayainya meski dia sudah berkali kali menyangkal tuduhan itu.
"Aku tak menyangka kau sejahat itu Re. Kenapa kau mau menikah dengan Romeo? Harusnya selingkuhanmu yang bertanggung jawab, bukan adikku, Romeo. Kau telah memanfaatkan rasa belas kasihannya."
Rere meremat gaunnya. Menyakitkan sekali ucapan Haikal. Dia tahu Romeo memang menikahinya karena kasihan, tapi apa perlu Haikal menegaskan lagi seperti ini. Dan tuduhan memanfaatkan, itu sangat tidak benar. Romeo sendirilah yang memaksa untuk menikahinya.
"Apa kau bahagia hidup dibawah rasa belas kasihan Romeo?"
Rere makin kuat menggigit bibirnya. Ini terlalu menyakitkan, dadanya seperti terhimpit sesuatu yang besar dan berat. Apa masih belum cukup juga Haikal menyudutkannya? Ingin sekali Rere menangis, tapi dia tak ingin terlihat menyedihkan dimata Haikal.
Disaat tangisnya hampir jatuh, seseorang menarik tangannya dan menggenggamnya erat.
"Aku menikahinya bukan karena kasihan, tapi karena aku percaya jika semua yang dikatakannya adalah benar. Dan Rere adalah wanita yang baik, dia layak untuk dicintai dan dijadikan pendamping hidup." Entah sejak kapan Romeo ada disana. Baik Rere maupun Haikal, tak ada yang menyadari kedatangannya. "Ayo kita pergi Re. Permisi." Romeo menarik tangan Rere pergi dari tempat itu.
Haikal tersenyum getir. Saat ini, meski dia membenci Rere, hatinya tetap merasa sakit melihat Romeo menggenggam tangan Rere. Tangan yang dulu selalu berada digenggamannya, sekarang sudah menjadi milik pria lain. Dia membenci Rere, tapi rasa cintanya juga masih dalam untuk wanita itu.
Aku benci perasaan ini Re. Sakit sekali, aku membencimu, tapi aku juga masih mencintaimu.
Sesampainya didalam mobil, tangis Rere pecah. Dia sudah tak kuat lagi menahan sesak didadanya. Haikal, dia sangat merindukannya. Tapi setiap kali bertemu, selalu semenyakitkan ini.
"Jangan pikirkan kata kata Haikal." Ujar Romeo sambil melajukan mobil milik Rere keluar dari parkiran rumah sakit. Dia menyesal telah meninggalkan Rere sendirian tadi. Seharusnya Rere tak perlu bertemu Haikal agar dia tak menangis lagi. Sudah cukup banyak air mata yang dia tumpahkan hari ini, tapi sepertinya itu masih belum cukup. "Apa kau ingin membeli sesuatu?"
Rere hanya menjawab dengan gelengan kepala. Dia memang sedang tak berselera makan apapun.
Setelah itu, tak ada percakapan apapun diantara keduanya. Rere hanya diam sambil melihat kearah jendela.
Romeo tiba tiba membelokkan mobil kesebuah rumah makan khas sunda.
"Mau kan menemani aku makan sebentar? Sudah lama aku rindu masakan nusantara, terutama sunda." Ya, ibu Romeo adalah orang sunda. Sejak kecil, dia terbiasa makan makanan khas sunda. Tinggal lama di Jepang, membuatnya rindu masakan sunda.
Mereka memasuki rumah makan yang tak begitu ramai itu. Memesan dua porsi nasi timbel dan gepuk. Tak lupa teh hangat dan jus buah untuk Rere.
"Apa aku boleh meminta hasil print out usg tadi?" Tanya Romeo saat mereka tengah menunggu pesanan.
"Untuk apa?" Rere sama sekali merasa benda itu tak berharga. Jadi buat apa Romeo memintanya?
"Aku ingin membawanya saat ke Jepang, biar ketika aku merindukan anak kita, aku bisa melihat foto itu."
"Please Romeo, dia bukan anakmu." Rere lelah dengan sikap Romeo yang menurutnya terlalu baik memperlakukan dia dan janin itu. Dia tak mau menyalah artikan rasa belas kasihan Romeo. Tak ingin terlalu berharap banyak padanya suatu saat nanti.
"Dia anakku Re. Sejak aku mengikrarkan ijab kabul kemarin, dia sudah menjadi anakku."
"Ta_"
"Sudah aku bilangkan, jangan ambil hati ucapan Haikal. Aku tulus menyayangi anak itu, bukan karena aku kasihan."
Tapi karena dia memang anakku.
Tak mau berdebat ditempat umum, Rere dan Romeo memutuskan untuk menunggu makanan dalam diam. Hingga tak lama kemudian, makanan pesanan mereka datang.
"Masih ingat pesan dokter kan, ibu hamil tak boleh makan yang mentah mentah." Romeo mengambil lalapan yang ada dipiring Rere lalu memindahkannya kedalam piring miliknya.
Seperhatian itu Romeo padanya. Bahkan hal hal sekecil ini pun, tak lepas dari perhatiannya. Tapi hal itu justru membuat Rere takut. Takut salah mengartikan perhatian Romeo.
"Bukan belas kasihan, tapi karena aku menyayangi kalian berdua." Romeo seolah bisa membaca jalan pikiran Rere. Dia tak mau Rere terbebani dengan kata kata Haikal tadi.
.
.
.
Pagi ini, Romeo akan berangkat ke Jepang. Dia menolak tawaran Rere yang hendak mengantarnya ke bandara. Melihat kondisi Rere yang mengalami morning sickness, dia tak mau membahayakannya dengan menyetir mobil. Sedangkan Tomas, dia ada seminar diluar kota, harus berangkat pagi pagi sekali.
"Terimakasih." Ujar Romeo setelah Rere membantunya memasukkan barang pribadi kedalam tas. Selain itu, Rere juga memasukkan makanan yang bisa dimakan Romeo sesampainya di Jepang nanti. Bagaimanapun, dia ingin menjadi istri yang berguna.
"Sudah menjadi kewajibanku."
"Kau ingin oleh oleh apa?"
Rere menggeleng. "Aku tidak ingin apapun."
"Aneh," celetuk Romeo.
"Apanya yang aneh?" Rere mengernyit bingung.
"Biasanya wanita hamil suka ngidam, pengen sesuatu, tapi kamu malah tak ingin apapun."
"Mungkin ngidam itu hanya mitos. Buktinya aku tak pernah menginginkan apapun."
"Mungkin masih belum."
Terdengar teriakan Jia dari luar. Ternyata taksi yang dipesan Romeo sudah datang. Rere mengantar Romeo hingga depan.
"Bolehkan aku minta sesuatu?" tanya Romeo sebelum dia memasuki taksi.
"Apa?"
"Bisakah kau merindukanku saat aku berada di Jepang?"
Rere terkekeh pelan mendengar permintaan konyol itu. Rindu itu urusan hati, mana bisa diminta. Bahkan kalau bisa, Rere tak ingin merasakan rindu pada siapapun. Karena rindu itu sangat berat.
"Ya, akan aku usahakan." Jawabnya dengan tawa yang masih belum sepenuhnya reda.
"Ish, tidak perlu. Kau terlihat sangat terpaksa mengucapkannya." Romeo menyeringai kecil. Dia lalu menyentuh puncak kepala Rere dan mengusapnya pelan. "Jaga diri baik baik. Tolong jangan sakiti dia saat aku tidak ada." Romeo menatap kearah perut Rere. Ingin sekali dia menyentuhnya, tapi takut membuat Rere tak nyaman.
"Apa kau ingin menyentuhnya?" Rere bisa mengartikan tatapan mata Romeo.
"Boleh?"
Rere meraih tangan Romeo lalu meletakkan diatas perutnya.
mboke dikit2 blg titip suamiku
bhkn lbh menjgkelkan lagi mboke titip2 suamiku ke aku. geleng2 aku... 😂😂😂😂dmn2 tuh pihak perempuan titip ke pihak laki2... ini kebalik