Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 : KEPUTUSAN
..."Bukankah semuanya sudah tergoreskan. Kematian, Kelahiran, petaka dan Cinta. Namun, terkadang sifat manusia yang menolak semuanya. Serasa bisa mengubah alur waktu, walau tak mungkin"...
...----------------...
Monica berjalan kesana kemari sambil melihat angka digital di pergelangan tangannya. Dia merasa cemas karena angka disana tertera 68 Days. Dia tidak yakin apakah bisa menyelesaikan semua ini tepat pada waktunya. Monica menggaruk rambutnya dan terduduk ditepi danau sambil mengoceh tak karuan.
"Berisik" kata Afra yang merebahkan badannya tak jauh dari sana sambil melempar ranting kecil kepada Monica.
"Harra keras kepala sekali, terus aku harus gimana?" kata Monica dengan wajah memelas menatap Afra.
"Siapa suruh pilih dia" jawab Afra dengan santai sambil melipat kedua tangannya dibelakang kepala.
Monica mendengus kesal mendengar jawaban Afra yang tidak membantunya sama sekali. Monica menggigit ujung jarinya, bola matanya berputar memikirkan cara tercepat untuk membuat Harra lebih cepat bergerak.
"Sebenarnya rencana kamu apa sih? Bikin Langit move on atau apa?" tanya Afra sambil memiringkan badan dan kepalanya bertumpu ketangannya yang berbentuk siku.
Monica terdiam sejenak. Wajahnya mendadak sedih mendengar pertanyaan Afra. Dia melihat ke benang merah yang ada dikelingkingnya. Sekarang dia mengerti legenda itu, dia dapat melihatnya sendiri. Legenda takdir 2 anak manusia yang memang ditakdirkan terikat dengan benang merah. Hatinya sakit mengingat benang merah itu masih kuat terikat di jari kelingkingnya.
"Aku pengen semua orang yang aku tinggalkan bahagia" kata Monica dengan suara lirih.
"Trus lupain kamu?" tanya Afra lagi
Monica menoleh dengan cepat menatap Afra dengan mata sayunya.
"Aku nggak pengen dilupain. Aku pun masih belum siap melihat Langit jatuh cinta pada orang lain. Tapi--- Tapi--" Monica menghentikan kata-katanya lalu kembali menundukkan wajahnya.
Afra terdiam sambil memandang Monica sejenak lalu kembali merebahkan badannya.
"Orang yang sudah mati memang selalu punya keegoisan seperti itu. Tapi apa yang sebenarnya kalian inginkan. Membuat orang didunia sampai jatuh gila karena masih terpenjara dengan kenangan atau cinta yang tak tampak. Membiarkan mereka mati diusia tua dalam kesendirian dan kesakitan sepanjang hidupnya. Atau kalian akan jadi roh gentayangan yang menghantui setiap orang yang ingin mendekati seseorang yang kalian cintai. Kalian terlalu egois" kata Afra sambil menatap langit yang hari itu tampak biru.
Monica terdiam sambil mengamati jari kakinya yang berain disela-sela rumput hijau dipinggiran danau.
"Memang benar Tuhan menjanjikan bahwa jika kalian memang jodoh, akan dipertemukan kembali di akhirat. Tapi bukan berarti kalian harus mengunci takdir orang yang masih hidup dengan diri kalian. Mereka juga memiliki garis takdir baru saat garis takdir kalian berhenti" kata Afra dengan tajam.
"Kok kamu ngomong gitu? Pasti kamu nggak pernah jatuh cinta. Makanya kamu jadi malaikat maut" kata Monica tidak terima dengan perkataan Afra.
"Sembarangan-- Tahu apa kamu soal aku. Aku dulu---" Afra bangun sambil menatap tajam Monica lalu tiba-tiba menghentikan perkataannya karena kepalanya terasa seperti tertusuk jarum dan merasa kesakitan.
"ARRGGHHH" Afra memegang dan meremas rambutnya sambil meringkuk.
Monica kebingungan dan mendekati Afra melihat Afra yang tampak kesakitan.
"Kamu kenapa? Katanya roh atau malaikat nggak bisa merasakan kesakitan? Kamu kenapa heii?" Monica panik sambil melihat Afra.
Afra mengatur nafasnya kembali saat rasa sakit itu sudah menghilang. Sekilas tadi dia teringat sebuah senyuman seorang wanita sambil menggandeng tangannya berlari dipinggiran pantai namun wajah wanita itu tampak samar.
Afra terdiam membeku dengan pandangan kosong.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Monica.
Afra tidak menjawab lalu berdiri dan menghilang begitu saja. Monica terkejut dan mencari sosok Afra namun dia tidak menemukan Afra dimanapun.
"Kenapa dia?" Monica berdiri kembali di pinggiran danau dengan segudang kegelisahan dihatinya teringat perkataan Afra tadi.
...----------------...
"Pak-- Gama mau berangkat les dulu" kata Gama kepada Bapaknya yang sore itu duduk diteras sambil menghisap kopnya.
"Iya nak-- Hati-hati dijalan" kata Pak Gama sambil mengelus kepala Gama lembut.
Gama memperhatikan wajah Bapaknya lekat yang tampak lesu dan Bapaknya terlihat semakin kurus.
"Bapak-- Kalau Bapak gini, Kak Monica juga ikut sedih. Kan masih ada Gama Pak" kata Gama berdiri didepan Pak Jaka.
Pak Jaka terkejut dengan perkataan Gama, lalu memegang tangan Jaka dan tersenyum menatap mata Gama yang tampak khawatir dengan Bapaknya itu.
"Maaf ya nak-- Bapak janji akan kembali semangat. Tapi Bapak butuh waktu" kata Pak Jaka dengan lembut.
Gama mengangguk namun masih tetap merasa khawatir dengan kondisi Bapaknya itu. Gama lalu beranjak pergi karena teman-temannya sudah datang menjemput Gama untuk berangkat les bersama.
Monica menatap Pak Jaka di kursi samping Pak Jaka dengan sedih. Melihat Bapaknya yang tampak jauh lebih tua, tampak terduduk lesu sendiri dirumah mereka. Biasanya sore hari Monica akan membawakan camilan kreasinya kepada Pak Jaka, Lalu mereka mengobrol apapun yang terjadi hari itu diteras depan sambil menikmati camilan yang sudah dibuat oleh Monica. Namun kini Pak Jaka sendiri terduduk diteras dengan hanya ditemani secangkir kopi.
"Pak-- Maafkan Monica" Monica bergumam disamping Bapaknya.
Pak Jaka menghela nafasnya lalu menatap kearah dedaunan yang tampak berguguran diterpa angin.
"Nduk-- Yang tenang ya disana. Maafkan Bapak jika harus melupakan kesakitan ini, kasihan adikmu. Nduk, Bapak sayang kamu. Kamu putri satu-satunya Bapak, anak sulung Bapak. Bahagia disana ya nduk" Pak Jaka bergumam lalu masuk kembali kedalam rumah sambil membawa cangkir kopinya.
Hati Monica terasa teriris. Andai dia masih bisa menangis, tentu air matanya akan tumpah mendengar kata-kata Bapaknya itu. Monica terduduk terdiam diteras rumahnya yang kini tampak sepi.
"Maafkan Monica Pak-- Monica belum bisa tenang karena keegoisan Monica sendiri-- Maaf ya Pak" Monica terduduk dengan lesu sambil memandang kakinya yang tampak tidak menyatu dengan ubin etras dirumahnya itu.
...----------------...
Monica kembali terduduk didahan pohon besar samping danau. Dia memandang air danau yang tampak tenang dengan 2 ekor angsa yang berenang disana. Tampak damai.
"Surga itu kayak gimana ya?" Monica bergumam sambil menopang dagunya.
"Hahhh--- Apa bisa masuk surga? Aku aja kayak gini sekarang" Monica kembali menghela nafasnya.
Pandangan matanya sayu dan merasa putus asa. Dia tidak memiliki tempat untuk pulang. Hanya "rumah" Afra menjadi tempat persinggahannya.
Tiba-tiba muncul pemikiran dalam otak Monica yang membuat mata Monica terbelalak. Dirinya terdiam sejenak. Lalu mengangguk. Dia segera turun dari pohon dan berlari.
"Kemana?" suara Afra tiba-tiba muncul dan mengagetkan Monica.
"Kaget-- Jangan tiba-tiba muncul. Kalo aku jantungan trus mati gimana?" kata Monica sambil melotot kepada Afra.
"Kan kamu sudah mati" kata Afra dengan santai.
Monica terdiam sesaat lalu mengangguk.
"Benar juga" gumam Monica lalu membalikkan badannya.
"Kemana?" tanya Afra lagi.
"Mau bikin rencana" kata Monica singkat.
"rencana apa?"
"Aku mau bikin Langit jatuh cinta sama Harra. Dengan begitu Langit bisa bahagia sama Harra. Dan-- Aku akan memutus benang merah ini" kata Monica sambil menyentuh benang merah yang ada dikelingkingnya.
Afra terkejut dengan apa yang dikatakan Monica. Matanya melebar lalu tiba-tiba sudah berdiri didepan Monica.
"Jangan--" kata Afra dengan memandang Monica tajam.
"Kenapa?" tanya Monica bingung menatap Afra yang tampak serius kala itu.
"Pokoknya jangan-- Jangan-- Jangan Harra" kata Afra dengan suara seperti tercekat.
"Dihh kenapa? Harra masih hidup, Langit masih hidup. Bisa dong mereka menjadi takdir satu sama lain" kata Monica sambil menggerakkan tangannya.
Afra terdiam, pandangan matanya tampak tidak terima dengan kata-kata yang diucapkan Monica.
"Jangan egois" kata Monica sambil mendekatkan wajahnya ke Afra.
Afra tercekat mendengar itu lalu mengatupkan bibirnya erat. Dia membiarkan Monica pergi meninggalkannya. Sementara dirinya masih berdiri terpaku disana.
"Jangan Harra--" Dia bergumam dengan suara penuh kesedihan ditemani hembusan angin danau yang menyapu rambut silvernya.