"3 tahun! Aku janji 3 tahun! Aku balik lagi ke sini! Kamu mau kan nunggu aku?" Dia yang pergi di semester pertama SMP.
***
Hari ini adalah tahun ke 3 yang Dani janjikan. Bodohnya aku, malah masih tetap menunggu.
"Dani sekolah di SMK UNIVERSAL."
3 tahun yang Dani janjikan, tidak ditepatinya. Dia memintaku untuk menunggu lagi hingga 8 tahun lamanya. Namun, saat pertemuan itu terjadi.
"Geheugenopname."
"Bahasa apa? Aku ga ngerti," tanyaku.
"Bahasa Belanda." Dia pergi setelah mengucapkan dua kata tersebut.
"Artinya apa?!" tanyaku lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Melelahkan, itu yang menggambarkan setelah aku pulang. Untungnya khusus kelas kami diliburkan selama 1 minggu untuk beristirahat.
1 minggu libur juga tidak berasa, sebab aku harus menjemput dan mengantar ibu. Sudah cukup ibu menginap di rumah nenek Arzio selama seminggu kemarin.
"Kalo lo kangen, lo nelpon aja. Biar gue yang ke rumah lo. Turun harga diri gue sebagai laki-laki kalo lo yang nyamperin," ucap Arzio. Untungnya tidak ada siapa-siapa di depan pagar.
"Gue mau jemput ibu!" bentakku.
"Tapi lo ga boleh masuk! Lo cuma boleh masuk kalo kangen gue! Bilang kangen dulu sama gue, baru gue bukain pagernya." Selalu saja ada ide gila di kepala seorang Arzio.
"Ya udah gue nunggu di sini aja," balasku.
"Ya udah masuk aja," ucapnya membuka pintu pagar.
"Gue mau ke warung bentar!" Aku berlalu menyebrangi jalanan menuju warung kecil.
Membeli beberapa cemilan untuk pulang nanti, sebab jika ada ibu pastinya aku tidak dibolehkan membeli hal semacam ini.
"Minta kresek hitam ya kak," ucapku.
Membawa belanjaan. Sialnya adalah tadi pas aku lewat, tidak ada siapapun di bangku depan warung, sekarang sudah ramai laki-laki nongkrong.
"Haiiii!
"Adeek!"
Goda mereka. Aku berjalan dengan cepat, namun harus berhenti sebab hendak menyebrang. Seorang pria menahanku.
"Ada nomor HP ga dek?" tanyanya. Kulihat matanya yang memerah. Aroma minuman keras juga menyengat dari mulut pria itu.
Padahal tadi jalannya sepi, sekarang jadi ramai dan padat. Membuatku berdiri lebih lama di pinggir jalan.
"Dek! Minta nomor HP," ucap pria itu lagi.
Seorang pria lain merangkul dan membuatku sangat terkejut. Rupanya itu Arzio. "Dibilangin biar aku aja yang beli. Kalo kamu ke warung sendirian, ntar diculik SETAN!" ucapnya.
Untungnya ada dia. Aku jadi tidak takut.
"Pacar lo?" tanya pria yang mabuk itu pada Arzio.
"Kenapa?" balasnya.
"Atau lo ngaku-ngaku lagi?" tanyanya sambil tertawa dan terhuyung hampir jatuh.
"Jelasin, Sayang!" perintah Arzio padaku.
Hah?! Jelasin apa?
"Udahlah ga usah diladenin," ucapku.
"Kalo dia cewek lo, coba suruh dia nyium lo!" Tantangan haram keluar dari mulut pria yang duduk di bangku bersama teman-temannya.
Aku terbelalak dan menatap ke arah Arzio. Aku menggeleng pelan.
"Yah kan dia ga mau. Berarti lo ngaku-ngaku!" ejek mereka.
Arzio memiringkan wajahnya. Membuat pipinya berada di hadapanku.
Para pria itu menatap kami.
"Ayo!" tantang mereka lagi.
Demi tidak diganggu!
Kudekatkan wajahku pada pipi Arzio. Tiba-tiba dia menoleh dan ....
~Cup!
***
"Ya kenapa lo noleh?! Kan gue cuma mau pipi doang!" omelku di halaman belakang rumah nenek.
"Lo yang lama! Gue jadi mikir, ya udah mending gue aja yang nyium. Tapi ...." Arzio berlagak terkejut. "Lo nyium bibir gue," ucapnya sambil terperangah.
Mengesalkan!
"Ga! Gue ga sengaja! Pokoknya gue ga mau lo cerita soal ini ke siapa-siapa! Termasuk temen-temen lo, termasuk keluarga lo!" bentakku.
"Gue ga bakalan cerita! Karena lo merenggut kesucian bibir gue!" balasnya.
"Hah? Lo kira gue pernah ciuman?!" teriakku.
"Ya mungkin, lo kan pacaran sama Dani udah lama."
"Bahkan buat ketemu sama Dani aja gue butuh effort! Gimana ceritanya gue sampe ciuman sama dia?"
"Ya itu rahasia lo sama dia. Gue ga tau," balas Arzio.
"Rahasia apaan coba?!"
"Gue emang suka sama lo, Arlita Dewi Sitta. Tapi, bukan berarti lo harus seagresif ini. Oh no, lo nyium gue. Itu first kiss gue! Oh no!"
Aku sangat membenci gelagatnya yang seperti ini.
"Arlita! Arzio!" panggil ibu.
Kutunjuk batang hidung Arzio. "Pokoknya, awas aja kalo lo cerita ke siapa-siapa!" ancamku dan berlari menghampiri ibu.
Sepulang dari rumah nenek Arzio. Aku berbaring di kamar. Menatap langit-langit dan masih terngiang-ngiang akan ciuman tak terduga tadi.
***
Hari ini adalah hari pertama kami bersekolah kembali. Semua orang bercerita tentang kemah minggu lalu. Sedangkan aku tengah menunggu Liu Xian Zhing yang belum datang. Rina malah asik mengobrol dengan Arzio.
"Lo berantem sama Arzio, Ta?" tanya Rina secara tiba-tiba.
"Kayaknya gue bakalan agak jauhan gitu sama Arlita, Rin." Arzio membuatku memutar tubuh menghadap belakang. Lebih tepatnya menatap pada pria itu.
"Kenapa?" tanya Rina.
"Agak ngeri aja sih," jawabnya.
Kembali aku memutar tubuh ke posisi semula. Pertanda bahwa aku tidak peduli.
"Lo pernah digebukin dia?" tanya Rina.
"Lebih parah dari itu!" jawab Arzio
"Lo diapain dari dia? Gue kasih tau sama lo. Arlita emang kadang-kadang suka galak, tapi itu cuma bentar kok, palingan dia bakalan nangis-nangis lagi," jelas Rina yang terdengar sangat jelas di telingaku.
"Galak?! Waduh! Ga galak aja gue di .... Aduh!"
Aku benci Arzio!
"Lo diapain?" tanya Rina lagi.
"Parah pokoknya," jawab pria itu.
"Jangan bikin gue penasaran!"
Ketua kelas menyampaikan bahwa Liu Xian Zhing tidak masuk sekolah. Rupanya selama pulang dari kemah, gadis itu menjalani proses rawat inap di rumah sakit. Sebab terkena demam berdarah.
"Aduh! Kesian banget sama Xia. Ntar balik sekolah kita jengukin yuk," ucap Rina sembari mengemasi barang-barangnya dan pindah duduk di tempat Liu Xian Zhing.
Aku menoleh padanya. Ia memberi isyarat pada Arzio untuk duduk di tempatnya (sebelahku).
Arzio bergegas namun aku menarik kursi tersebut ke dekatku. "Ga boleh! Cuma Rina yang boleh duduk sini!" tegasku.
"Gue kasih mandat ke Zio untuk duduk di tempat gue," ucap Rina.
"Lo denger?" tanya Arzio.
"Mandat mandit, ga ngaruh! Gue ga mau duduk sebelah lo!" bentakku.
"Iya gue ngerti. Lo maunya duduk di pelaminan sama gue, tapi kita kan masih sekolah. Ntar ya, abis lulus sekolah kita duduk di pelaminan, Sayang," ucap Arzio penuh lemah lembut sampai-sampai Rina ngakak memukul meja mendengarnya.