Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Dia adalah ketua
Ketika Rachel telah berada di luar, ia merasakan satu kelegaan di relung hatinya. Ia lalu berjalan di belakang Leon, pria yang tak kalah datarnya dari Marlon juga Reiner. Namun pria itu masih memiliki intensitas komunikasi yang agak wajar. Hanya saja, semua orang-orang yang ada di sekitar Reiner sangat datar seperti bosnya.
Sembari berjalan, pikiran Rachel diliputi rasa bersalah karena selama ini mengira bila Reiner itu adalah manifestasi nyata iblis, tapi teryata pria itu masih memiliki sisi humanis yang ia buktikan melalui ayahnya.
Ya, walaupun sampai saat ini ia masih belum berhasil memecahkan teka-teki soal profil dari Reiner itu sendiri, tapi setidaknya dari semua keburukan yang ia terima, terbayarkan dengan kesehatan ayahnya yang jadi berubah pesat.
Leon berhenti di sebuah pintu besar dan mempersilahkan Rachel masuk ke sebuah ruangan. Rachel baru menyadari jika pintu itu bukanlah pintu kamar, melainkan pintu sebuah ruangan. Tapi, ruangan apa kalau begitu?
"Tuan menunggu di dalam, silahkan masuk!" tutur Leon denger gestur mempersilahkan.
Rachel tersenyum lalu membungkuk mengucap rasa terimakasih. Meksipun sikap Reiner kerap berubah-ubah dan cenderung kejam padanya, tapi ia baru menyadari bila semua pelayanan dan anak buah Reiner selalu bersikap sopan dan baik terhadapnya.
"Terimakasih banyak!"
Leon pun membukakan pintu. Dan begitu masuk, hawa dingin dengan aroma ruangan yang begitu lembut membuatnya rileks.
Ruangan itu juga memiliki cat yang dominan warna gelap, Rachel sejenak heran, kenapa Reiner sangat menyukai warna hitam? Bahkan pakaian pria itu nyaris berwarna hitam semua.
Rachel melihat Reiner duduk memunggungi nya. Alhasil , setibanya ia di sana Rachel hanya diam di jarak sekitar satu meter. Menunggu Reiner yang sedang meminum segelas wine.
Reiner tahu bila Rachel sudah datang, tapi ia ingin melihat bagiamana reaksi perempuan itu setelah melihat Ayahnya.
"Tuan!" sapa Rachel karena Reiner tak kunjung buka suara.
Reiner tersenyum, ini yang dia inginkan. Pria itu lalu membalikkan badannya dan kembali ke setelan pabrik, menyuguhkan raut datar dan dingin.
Rachel menghela napas gugup. Mau bersikap baik, tapi malah memancing emosi. Mau bersikap cuek, nanti malah semakin salah. Hih! Tapi sejurus kemudian hati kecilnya menuntun otaknya untuk segera buka suara.
"Terimakasih banyak atas kebaikan anda tuan. Ayah ku..." ia kembali menghela napas sebelum melanjutkan ucapan. "Ayahku sekarang sudah bisa bicara!"
Reiner tersenyum namun sangat tipis. Ia senang dengan wajah polos Rachel seperti saat ini.
"Hanya itu balasan mu?" Reiner melipat sebelah tangannya, sebab yang satu lagi masih memegang gelas wine.
Rachel menelan saliva gugup. Membaca seringai yang terkadang meleset ia artikan membuatnya semakin kebingungan. Semua hal yang di tunjukkan oleh Reiner menjadi multi tafsir buatnya.
"Aku akan bekerja dengan lebih baik lagi!" hanya itu yang akhirnya bisa Rachel katakan sebagai jawaban paling aman.
Reiner kembali menarik seringai, "Apa kau benar-benar berpikir kalau aku membawa mu kemari hanya untuk mengganti rugi mobilku?"
DEG
Tangan Rachel jadi berkeringat. Tubuhnya gemetaran. Baru saja ia berpikir positif soal pria di depannya ini, namun dalam sekejap prasangka baik nya seperti terombang-ambing.
"Bahkan hutangmu yang aku bayar kepada pria payah itu jumlahnya hampir sama dengan jumlah yang aku tuntut kepadamu!"
Rachel menggigit bibirnya. Jebakan apalagi yang sebenarnya akan di lakukan oleh pria itu. Ia sungguh merasa takut.
Reiner meletakkan gelasnya lalu bangkit dan berjalan ke arah Rachel. Ia berjalan memutari Rachel yang masih berdiri dengan keduanya tangan yang ia satukan.
"Ayahmu hanya tinggal menyelesaikan beberapa tahapan pengobatan lagi. Dan setelah itu dia akan bisa berjalan seperti biasanya."
Rachel masih diam menyimak ucapan Reiner yang terus berjalan memutar tubuhnya. Namun seketika merinding sebab tiba-tiba pria itu memeluk tubuhnya dari belakang dan menciumi lehernya.
"Tapi kau pasti paham kan, bila semua hal yang aku lakukan bukan cuma-cuma?" bisik Reiner terdengar mengerikan.
"Kau hanya akan menjadi milikku setelahnya..."
Rachel memejamkan matanya sebab hembusan napas yang mengenai leher bagian belakang Rachel memicu sengatan aneh. Reiner kemudian meremas bokong Rachel dan membuat jantung wanita itu kian berdebar.
Reiner yang melihat kediaman Rachel seketika tersenyum. Sekarang wanita ini benar-benar sudah tunduk padanya. Reiner memutar tubuh Rachel agar menghadap ke arahnya lalu menarik dagu perempuan itu sembari menatap dalam.
"Aku sangat senang kalau kau menjadi menurut seperti ini. Kau belajar dengan sangat baik!"
Rachel menatap kedua mata Reiner yang menunjukkan kilatan kewibawaan. Pria kejam yang doyan main dor ini membuatnya menjadi sangat bingung di satu waktu bersamaan. Pria ia membungkus segala kebaikan dengan cara yang paling sulit di terima nalar.
Reiner tiba-tiba melu*mat bibir Rachel, kali ini lembut dan tidak tergesa. Rachel yang terbuai dengan bibir manis Reiner tak terasa malah memejamkan matanya. Pria itu lalu mengangkat tubuh Rachel dan memindahkannya ke ranjang.
Dengan terengah-engah Rachel berusaha mengimbangi ciuman Reiner. Maka terjadilah kegiatan panas yang menggelung keduanya pada gelora paling memabukkan yang pernah ada.
***
Seminggu kemudian, Rachel di izinkan untuk mengunjungi sang Ayah setiap pagi dengan waktu yang di batasi. Dan Leon masih lah menjadi orang yang selalu mengawasi pergerakan Rachel.
Suasana hati Rachel juga terasa lebih baik dari hari biasanya, namun kealpaan Reiner beberapa hari ini tak pelak membuat gundah gulana di hati muncul. Bukankah seharusnya ia senang dengan hal ini? Tapi kenapa ia cemas kalau tidak melihat Reiner berada di sana.
Ia yang penasaran memberanikan diri untuk bertanya kepada Leon saat ia barusaja keluar dari kamar sang Ayah.
"Emmm, tuan. Maaf, bolehkah saya bertanya?"
Leon tak langsung menjawab. Tapi sejurus kemudian ia mengangguk.
"Beberapa hari ini, saya tidak melihat bos anda. Kemana perginya tuan Reiner. Seminggu ini, dia tidak terlihat di rumah?" ia bertanya ragu-ragu, takut salah bicara.
Leon yang sedang berjalan akhirnya berhenti. Ia lalu mengajak Rachel duduk di taman. Di sana ia berbicara dengan Rachel. Rachel duduk, dan Leon berdiri.
"Saya sedikit terkejut karena tumben anda menanyakan kabar tuan!" ucap Leon jujur.
Rachel tertunduk. Ia sendiri bahkan baru beberapa hari ini merasa cemas dengan keadaan Reiner.
"Apakah anda benar-benar tidak tahu pekerjaan tuan?" tanya Leon mencoba memancing.
Rachel sebenarnya selalu berusaha menyusun kepingan puzzle, tentang Reiner yang kerap berurusan dengan nyawa orang, pergi ke tempat terselubung, dan rasa hormat berlebih yang di tunjukkan orang-orang pada pria itu.
Dari kepingan peristiwa itu, ia dapat menarik kesimpulan bila Reiner pasti lah seorang ketua Mafia.
"Saya mungkin salah. Tapi saya rasa tuan adalah..."
Leon tersenyum melihat kilat takut di mata Rachel. "Jika tahu cukup simpan dalam hati. Tapi kalau saya lihat, sepertinya anda benar-benar khawatir pada beliau?"
Rachel terdiam, meskipun hatinya berteriak mengiyakan ucapan Leon, tapi ia tak mau terang-terangan menunjukkan.
Lalu Leon kemudian berkata, ia menatap langit yang cerah pagi itu. "Tuan adalah seorang ketua. Dia pasti akan bertanggungjawab apabila ada masalah. Jika sudah sangat menyukai sesuatu, tuan bisa jadi sangat impulsif. Melindungi dengan agresif, bahkan rela mengorbankan nyawa. Hanya itu yang bisa saya katakan, selebihnya mohon lebih bijak dalam bersikap!" pungkas Leon yang pergi tanpa menoleh lagi.
Rachel masih duduk sendiri di sana. Memikirkan ucapan Leon barusan. Ia tercenung dalam waktu yang agak lama, kemudian teringat potongan percakapan antara Marlon dan Reiner yang membahas soal Vena yang tewas.
"Kenapa aku jadi penasaran?"
Merasa harus segera ke dalam untuk membereskan kamar Reiner, Rachel akhirnya beranjak. Kamar yang sebenarnya sudah sangat bersih, namun selalu ia bereskan itu haruslah tetap ia bereskan agar Reiner tak marah.
Namun begitu akan membuang sampah, ia hampir saja bertabrakan dengan Reiner yang masuk dengan kepala berdarah. Membuatnya seketika mendelik.
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir