Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.
Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Tangguh
"Lepaskan Anna, atau—" Bibir Devan menggetarkan kebencian, manik birunya berubah memerah dan basah oleh cairan bening yang keluar dengan cara yang menyakitkan. "Atau ku bunuh!" desisnya kuat, sambil memusatkan kekuatan tangannya pada leher Daniel.
Amarah yang telah Devan kubur dalam-dalam seolah dengan sengaja di bangkitkan dalam bentuk yang semakin kuat. Seperti sebuah sambaran petir yang meng-aktifkan monster kejam yang selama ini tertidur dalam dirinya.
"D— dev," suara Daniel tercekat di tenggorokan, bahkan nafasnya pun tak mampu mencapai pangkal leher. Tatapan mata Devan yang membara seolah benar-benar ingin membunuhnya saat ini juga.
Daniel lalu melepaskan Anna, dan memindahkan letak tangannya ke pergelangan tangan Devan untuk menghentikan adik nya itu melakukan tindakan percobaan pembunuhan. Pasalnya cekikan tangan Devan pada lehernya bukan hanya ancaman belaka, melainkan dengan kekuatan penuh yang siap mematahkan tulang lehernya.
Daniel mulai meronta, wajahnya membiru, mulutnya menganga, dan bola matanya menonjol seolah akan keluar dari tempatnya. Devan seperti orang gila yang kehilangan kesadaran, dan masih tak bergeming dengan posisi tangan yang tak berubah sedikitpun. Isak tangis dalam jiwa pria tampan itu nampak jelas dari alis matanya yang menggetarkan pilu, juga nafasnya yang berhembus cepat dan tersendat.
"Kau boleh memungut apa yang sudah aku buang, tapi kau sama sekali tidak boleh menyentuh apa yang aku simpan." Tipis saja suara Devan, namun mampu menembus gendang telinga Daniel.
"Devan, hentikan, dia bisa kehabisan nafas." Anna merengkuh tubuh pria yang sedang di kuasai emosi buruk itu dari belakang, dan membisikkan kalimat itu pada telinga kanan Devan yang terasa panas.
"Devan, tolong hentikan." Anna berusaha menarik tubuh Devan ke belakang, ia mengencangkan ikatan kedua tangannya yang sedang melingkari punggung Devan. "Devan Artyom, aku ada disini, di belakangmu, lihatlah!"
Suara Anna yang memohon, mampu memanggil kesadaran Devan yang terbelah, antara terang dan gelap, meski sisi gelap itu lebih dominan mengisi otaknya. Perlahan, cengkraman tangan Devan melemah, seiring dengan kesadarannya yang kembali utuh. Suara Anna yang memanggil namanya dan juga rengkuhan lengannya yang erat memeluk tubuh Devan, mengembalikan jiwa pria itu pada kemurniannya. Devan langsung melepas tangannya dari leher Daniel dan segera membalikkan badan menghadap Anna yang masih dalam posisi yang sama— melingkarkan tangannya pada tubuh Devan.
"Anna, kau baik-baik saja?" Devan menyentuh pipi wanita itu dengan kedua tangannya. Mata sang Boss nanar, seolah tak menyangka Anna benar-benar selamat dari sandera.
Anna hanya menjawab dengan anggukan kecil, sebab mulutnya tak kuasa bersuara. Tatapan mata Devan yang sedang berpusat padanya begitu pias, menggores hati si wanita cupu dengan sedikit iba. Nampaknya, pria yang tak berjarak darinya ini menyimpan trauma yang begitu kelam.
Di sisi lain. Wajah Daniel terlihat pucat, mual yang melilit perutnya seolah hendak memuntahkan sesuatu yang sebenarnya tak ada. Lehernya terasa kaku dan sekelilingnya terdapat memar terutama bagian depan area jakun. Ruang tenggorokannya menyempit, diiringi kepala yang mulai pusing karena nyeri yang menjalar pada kepala bagian belakang. "Devan, sialan kau!" Ia mencaci dalam hati.
Devan tidak peduli bagaimana kondisi kakak sulungnya yang seperti orang sekarat, ia masih terpaku, memusatkan perhatiannya pada mata Anna yang sudut matanya berkerut karena sedih, tatapannya tampak berat. Ia bisa merasakan emosi yang mendalam disana. "Dia tidak akan bisa menyentuh mu, selama ada aku disini."
Sekali lagi Anna memberikan anggukan. Di ikuti oleh gerakan tangannya yang mulai melepaskan diri dari tubuh Devan. Sedangkan si Boss segera meraih lengan pegawainya itu untuk membawanya menjauhi Daniel yang sedang membungkuk mencari oksigen yang sempat tak terhirup olehnya selama beberapa detik.
Setelah merasa hidup kembali yang sebelumnya hampir mati di tangan Devan, pria dengan bibir tebal itu menegakkan tubuhnya sambil melonggarkan dasi dan juga membuka kancing kemeja bagian atasnya, ia merapatkan diri pada tembok untuk mencari sandaran. "Aku tak menyangka kau hampir membunuhku hanya karna wanita itu," gerutunya.
"Itu karna kau telah sembarangan menyentuh pegawaiku." Devan menyembunyikan tubuh Anna di belakang punggungnya, untuk menjaga-jaga jika Daniel bertindak arogan. Karna pria egois itu suka tak tertebak pergerakannya.
"Aku hanya sedang bermain-main dengannya, kenapa kau serius sekali."
"Tapi permainanmu itu tidak lucu dan melecehkan orang lain. Kau memeluk erat tubuhnya dari belakang sesuka hatimu dengan ekspresi mengolok."
"Kau sensitif sekali, sama seperti dulu. Sangat menyebalkan! aku menahan diri untuk tidak membalas mu hanya karna ada seorang wanita di sisimu. Tidak baik melakukan kekerasan di depan seorang wanita, bukan?"
"Omong kosong!" Seru Devan membantah ucapan Daniel.
Daniel menyeringai. "Sebenarnya siapa wanita itu? kau memanggil namanya dengan penuh arti, dan kau begitu marah ketika aku menyentuhnya. Kau bahkan memberikan perhatian yang begitu besar padanya. Apakah diam-diam dia adalah wanita simpananmu seperti yang kau katakan tadi?"
"Itu bukan urusanmu!" pandangan mata Devan masih lurus ke depan, waspada.
"Anna, pergilah dari sini!" Devan menyeru kepada Anna agar wanita cupu itu keluar dari ruangan ini dan mencari tempat yang aman.
"Stop! urusanku dengan wanita itu belum selesai, jangan biarkan dia meninggalkan tempat ini. Karna jika tidak, aku akan datang kembali lagi kesini untuk menemuinya. Dan aku akan mengejarnya kemanapun sampai aku benar-benar mendapatkan apa yang aku mau darinya." Daniel mencegah kepergian Anna yang kini telah menjadi incarannya.
"Daniel Artyom! jangan memancing amarahku dan bermain-main dengan Anna, atau aku tidak akan segan lagi padamu, dan menguburmu di bawah lantai ini." Ucap Devan penuh nada ancaman.
Daniel terkekeh. Inilah yang dia inginkan. Ekspresi Devan yang seperti inilah yang ingin ia lihat. Amarah, benci, dan dendam ini, adalah apa yang tertimbun di dalam hati Devan yang sesungguhnya. "Hei nona, lihatlah. Manusia yang mungkin kau anggap begitu polos dan murni, sebenarnya adalah seorang Monster yang menyeramkan. bagaimana bisa dia memiliki keinginan kuat untuk membunuh saudaranya sendiri."
"Daniel, berhentilah memprovokasi ku, pergilah dari sini, sebelum aku memanggil beberapa bodyguard untuk menyeret mu keluar."
"Aku akan pergi jika kau memberikan wanita yang ada di belakangmu itu untuk ikut serta bersamaku."
"Daniel...!" Devan menyalak, meremas jemarinya untuk menahan diri agar tidak terpancing semakin jauh dalam permainan kakaknya yang memang sengaja menyulut amarahnya.
"Boss, biarkan saja. Biar aku tuntaskan hari ini juga." Anna sudah muak dengan tingkah pria angkuh yang sedang berdiri santai sambil menyenderkan punggungnya di tembok.
"Tuan Daniel, mari kita bicara." Anna keluar dari persembunyiannya, dan berdiri di samping Devan yang masih mencoba menahannya agar tetap menjaga jarak, untuk mewanti-wanti jika Daniel melakukan tindakan yang mungkin saja akan menyakiti wanitanya. Tapi Anna menoleh sejenak untuk memberikan tatapan penuh keyakinan bahwa dia akan baik-baik saja.
"Tuan Daniel. Apa yang anda inginkan dari saya?" Tanya Anna tanpa rasa gugup sedikitpun.
"Buatlah bagaimana caranya agar aku mau menerima maaf mu." Selorohnya.
Devan hendak ikut menimpali, namun langsung di berikan kode oleh Anna untuk tidak perlu ikut campur dalam percakapan ini. Devan akhirnya mengalah dan hanya diam berdiri disisi Anna sambil terus berjaga-jaga, selebihnya ia mencoba mempercayai wanita tangguh yang ada di sisinya ini.
Anna bisa menilai sepertinya pria bernama Daniel itu memang sedang terfokus hanya kepada dirinya seorang. Ambisinya untuk meruntuhkan harga diri Anna masih belum tersampaikan, karena itulah dia tidak akan peduli meski bagaimanapun Devan bersuara, Daniel akan tetap mencari celah untuk memancing Anna keluar.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan agar anda mau menerima permintaan maaf saya?" Anna mulai meladeni permainan Daniel dengan halus. Sepertinya pria arrogant ini tidak bisa di hadapi dengan emosi.
"Minta maaflah dengan bersimpuh di kakiku sambil memohon pengampunan dariku." Tunjuknya pada kedua telapak kakinya yang menapak lantai.
"Saya tidak mengerti maksud anda tuan, dapatkah anda mencontohkannya terlebih dahulu?" Anna tidak kehabisan akal untuk mengelak perintah tak masuk akal itu.
"Damn! wanita ini memang bukan wanita biasa, dia mencoba mengendalikan permainanku.'" Daniel justru semakin terlihat bergairah.
"Hei, nona Anna Isadora. Jika kau mau melakukannya, aku akan memberikanmu posisi yang penting di kerajaan artyom. Aku akan memberimu kebebasan untuk duduk pada kursi jabatan mana saja yang kau mau. Aku bersumpah!"
Mendengar itu, mata Devan terbelalak. Ia tidak menyangka Daniel terang-terangan menggoda Anna di depannya dengan iming-iming jabatan yang tinggi, bahkan berani bersumpah atas janjinya itu.
Apakah ini yang Daniel lakukan dahulu ketika mengambil Revy darinya? moment ketika dimana Devan sedang dalam titik terendah di hidupnya, dan terbuang ke luar negeri dengan alasan pendidikan. Karna setelah Daniel merebut tahta sebagai pewaris Artyom group dengan jalan pemilihan yang tidak sah, setelah Ayahnya koma secara mendadak. Tunangannya itu justru merapat ke sisi Daniel sebagai asisten pribadinya. Keduanya kemudian ketahuan menjalin hubungan gelap, yang mana semua orang seolah menutup mata, membiarkannya.
Di saat-saat terpuruknya itu, ketika keadilan terhapus dari dunia, ketika Devan sedang menempa hidup—di buang jauh-jauh agar tidak dapat menjejakkan kakinya di perusahaan induk, atau dimanapun, yang mana karena kehebatannya yang pernah di akui oleh Ayahnya—bisa saja menggoyangkan posisi kakaknya. Sehingga, kurang dalam setahun setelah pertunangannya, wanita materialistis itu justru tenggelam dalam pelukan Daniel demi sebuah posisi sebagai Ratu yang menjadi ambisinya. Sebuah memory sampah yang begitu sulit di lupakan.
"Bagaimana? Ini adalah tawaran yang tidak akan pernah kau jumpai dimanapun juga." Daniel masih mencoba mematahkan harga diri Anna.
Devan memandang Anna dengan tatapan cemas. Namun yang nampak dalam air wajah wanita itu justru sebuah keteguhan yang tidak goyah sama sekali.
"Maaf tuan. Saya mungkin mengecewakan anda. Tapi harga diri saya tidak untuk di jual." Jawab Anna dengan penuh keyakinan.
"Yes!" Devan berteriak girang dalam hati.
"Memangnya wanita rendahan sepertimu punya harga diri?" timpal Daniel dengan dagu terangkat.
Anna menarik ujung bibirnya ke atas hingga menampakkan barisan gigi depannya yang rapi. "Lantas mengapa anda menawarnya dengan harga yang tinggi, tuan?"
"Kau ini tidak kehabisan kata-kata ya?!" Daniel sudah mulai kewalahan adu mulut dengan wanita yang logikanya tidak bisa ia kendalikan.
"Jadi, apakah anda merasa kalah, tuan?" Anna semakin menjadi-jadi.
"Berani sekali. Rendahkan lah gaya bicaramu itu, dan sadarlah dimana letak posisimu. Hanya karna disini ada Boss yang melindungi mu, bukan berarti seonggok batu hitam berubah menjadi berlian." Daniel masih belum mau mengalah. Ia mulai kelabakan dengan mengeluarkan kalimat yang tidak jelas arahnya.
"Lalu mengapa anda begitu tertarik dengan permintaan maaf saya, memangnya saya salah apa? dan apa yang bisa anda dapatkan dari saya?"
"Kau yang telah menabrak tubuhku kemudian pergi dengan acuh, yang bahkan orang lain akan membungkuk kan diri dalam-dalam, penuh hormat ketika melihat bayanganku. Kau anggap itu bukan kesalahan besar?"
Ohh, rupanya, harga diri sang tuan besar ini telah terkoyak oleh tindakan Anna yang tak di sengaja. "Tuan, mari kita luruskan sejenak. Ketika saya hendak keluar, andapun sepertinya akan masuk ke dalam tanpa kata dan suara. Jadi tabrakan itu terjadi jelas karena ketidaksengajaan. Oh ya, bagaimana jika posisinya di balik, kalau anda lah yang justru menabrak saya ketika hendak masuk? lantas, apakah saya berhak menuntut maaf dari anda? jadi bagaimana jika kita selesaikan perdebatan ini dan impas."
"Impas? baiklah. Aku akan melepaskan mu kali ini, tapi besok aku akan datang lagi menuntut apa yang belum aku dapatkan darimu."
"Aaaargh...!" Anna mengerang dalam hati. Anna sudah berada di puncak kesabarannya yang paling tinggi dalam meladeni keserakahan yang tak biasa dari seorang Daniel Artyom.
"Oke, saya tidak masalah jika anda datang setiap hari ke Devaradis hanya untuk menuntut maaf dari saya. Tapi seorang komisaris Artyom group datang hanya untuk menemui seorang pegawai rendahan seperti saya, anda pikir itu akan terlihat normal? lalu, disini siapa sebenarnya yang tidak punya harga diri?!"
"Ah shit !!!" Daniel langsung KO. Ia sampai tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia sampai meninju tembok yang ada di belakangnya dengan tenaga yang tertahan. Dan tanpa kata-kata lebih lanjut, pria itu langsung pergi meninggalkan ruangan ini dengan wajah tertekan.
Melihat kekalahan Daniel, Devan menatap Anna dengan wajah sumringah, langsung menyunggingkan senyum lebar yang menampakkan seluruh deretan giginya yang putih bersih. Memang betul, Anna tidak memerlukan bantuannya.
"Anna, kau sangat keren!" pujinya sambil menyodorkan kedua ibu jarinya ke depan wajah Anna. Ia lupa jika saat ini posisinya sebagai CEO mengharuskannya menjaga karakternya di dalam kantor seperti biasa, dengan sosok si Boss dingin yang memiliki profesionalisme tinggi.
Anna membalas pujian itu hanya dengan senyuman merdeka. Ombak besar baru saja berhasil mereka sebrangi, rasa lega membuncah tak terhingga dalam dada.
Meskipun masih ada sisa getaran emosi yang melekat di hatinya akibat dari ucapan Daniel yang sempat melecehkannya, tapi Anna merasa sudah jauh lebih baik dari pada sebelumnya—setelah pria itu pergi dari hadapannya. Energi nya terkuras cukup banyak menghadapi ketegangan yang besar ini. Ini sedikit sulit bagi Anna untuk menenangkan diri karena ia belum pernah menerima perlakuan seburuk itu dari orang lain sejauh ini, terutama dari seorang pria yang mulutnya hanya berisi sampah yang busuk. Rasanya benar-benar menjijikkan, ia sampai bergidik ngeri. Pria itu sungguh berbahaya.
Devan menghela nafas panjang berkali-kali, untuk menghilangkan segala bentuk emosi negatif yang masih hinggap di dadanya. Ia lalu mastikan keadaan Anna juga. "Apa kau sungguh baik-baik saja?"
"Tentu," Anna mengangguk pelan.
"Bagaimana kalau nanti malam kita makan di luar?" tiba-tiba Devan berinisiatif mengajak Anna untuk pergi keluar, di luar jam kerja.
"Maaf, tapi—"
"Aku akan datang ke rumahmu dan meminta izin pada Ibu mu secara langsung." Devan langsung menguraikan kecemasan Anna yang hendak menolaknya.
"Anda yakin?"
Senyum Devan menipis dengan melakukan kontak mata genit kepada Anna. Jelas sekali ia sedang dalam mode merayu. "Aku akan melakukan apa saja untukmu." Ucapnya. Duh manisnya.
"Baiklah." Senyuman Anna kini juga berubah lebih indah, rona pipinya pun berubah memerah dan menghangat. Ia menjadi tersipu dengan menundukkan wajahnya, menatap kakinya yang tiba-tiba saja membuat gerakan kecil tak beraturan. Tubuhnya yang terasa seberat gunung itu kini terasa ringan seolah melayang di atas bumi. Hatinya pun seperti di taburi oleh ribuan kelopak bunga indah dengan berbagai warna. Anna masih tak berhenti tersenyum. Apakah Anna pantas sebahagia ini?
"Oiya, bagaimana dengan pertemuan anda dengan Brand Sedora yang menjiplak desain utama Devaradis?" tanya Anna. Yah, lebih baik ia mengalihkan perasaan ini kepada masalah pekerjaan, agar tubuhnya tidak bereaksi berlebihan. Anna masih belum terlalu percaya diri untuk perkara yang satu ini.
"Berkat saranmu yang cemerlang, Devaradis telah berhasil melewati masa sulit dengan begitu mudahnya. Bahkan, kolaborasi kali ini nampaknya akan membawa nama Devaradis menjadi lebih besar. Kau yang terbaik." Devan memberikan pujian dengan begitu antusiasnya.
"Benarkah? ke depannya, semoga Devaradis menjadi pusat mode yang di perhitungkan di kancah dunia internasional."
"Apa kau sungguh memberikan harapan sebesar itu untuk Devaradis?"
Anna mengangguk disertai senyum yang tak memudar. "Tentu saja. Tanpa impian yang besar, kita tidak akan tumbuh. Iya kan?"
Devan menanggapi ucapan Anna dengan sebuah pelukan yang begitu cepat, tak terelakkan. Pria itu menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada wanita yang tengah pasrah dalam himpitan kedua lengannya, dengan perasaan menggembirakan yang penuh gairah, ia mendekap tubuh Anna erat-erat. Juga menjelajah jiwa Anna dan menyelami kedalaman hatinya.
Bumi seolah membuka lebar-lebar rahangnya, untuk menelan tubuh dua sejoli itu dan mempersiapkan naungan abadi untuk cinta mereka yang membisu. Yah, perasaan itu nyatanya masih dalam bayang fatamorgana, yang tak nyata, dan tak mampu terucap. Tersimpan rapat-rapat dalam rahasia hati yang enggan membuka diri.
...• • •...
Halo pembaca setiaku tercinta. Penyebab semangat membara untuk terus melanjutkan cerita ini. Kita sudah sampai pada benih-benih percintaan yang mulai menguat dan konflik yang semakin mendalam. Kira-kira apakah mereka berdua berhasil dating malam nanti? dan bagaimana pembalasan Daniel dan Revy setelah menerima kekalahan telak dari Devan dan Anna? Penasaran kan.
Oiya, buat belum subscribe, subscribe dulu ya. Kasi semangat buat author lewat vote, like dan komen, soalnya butuh asupan nutrisi dari para pembaca setiaku tercinta. Author butuh dukungan pokoknya. Love you.....
btw, ga diceritakan kalau dia selalu teringat 'Anna'?
Saya tahu banget kalau kritik dan saran pembaca itu bisa menjatuhkan mental penulis.
kalau kamu cuma sekedar nulis buat hobi dan hiburan diri sendiri ya sudah tidak perlu saya bilang.
kalau kamu mau lebih baik lagi di karya berikutnya atau suka merevisi, saya mau bilang.
for your own good. pilihan di tanganmu.