Nuri terpaksa menerima perjanjian pernikahan 9 bulan yang ditawarkan Sabda, kerena Dennis, pria yang menghamilinya meninggal dunia. Sabda adalah kakak Dennis dan sudah memiliki istri. 9 bulan itu menjadi masa yang sulit bagi Nuri karena dia selalu mendapatkan intimidasi dari mertuanya dan istri pertama Sabda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Siang ini, Fasya menemui Ringgo diapartemen pria itu. Dia membawa surat tanah dan meminta bantuan Ringgo untuk menjualnya.
"Apa tidak salah, kau mencurinya?" Ringgo menatap tak percaya kearah Fasya. "Ini gila. Apa suamimu sepelit itu hingga kau sampai mencuri?"
"Bukan seperti itu, tapi...Ah sudahlah, jangan bahas ini, kepalaku pusing. Tolong cepat cari orang yang bersedia membeli tanah itu. Untuk urusan tanda tangan, biar aku yang memalsukannya."
Ringgo membuang nafas kasar. Tindak seperti ini bisa juga disebut kriminal. Tapi dia tak bisa untuk bilang tidak pada Fasya.
"Masalahku sudah cukup banyak Nggo, jadi aku mohon, bantu aku."
"Tapi apakah kau tak bisa bicara baik-baik dengan suamimu."
Fasya berdecak pelan sambil menatap Ringgo tajam. "Berapa kali aku harus bilang, aku tak nay Sabda tahu tentang kondisi keluargaku. Lagipula, aku tak sepenuhnya mencuri. Harta Sabda hartaku juga. Jadi aku juga berhak atas tanah itu."
Ringgo ingin sekali tertawa mendengarnya. "Ayolah, jangan mendadak menjadi bodoh. Tanah ini dimiliki Sabda jauh sebelum kalian menikah."
Fasya mengambil surat tanah yang dipegang Ringgo lalu mengambil tasnya. "Ya sudah kalau tak bisa membantu."
Ringgo menahan tangan Fasya saat wanita itu hendak berdiri.
"Jangan marah, aku pasti akan membantumu." Digenggamnya tangan Fasya lalu menaruhnya dipangkuan.
Fasya, dia menyandarkan kepalanya dibahu Ringgo. Saat ini, entah kenapa, bahu pria itu menjadi sandaran ternyamannya. Hanya pria itu yang bisa dia andalkan.
"Aku sudah terlalu banyak masalah Nggo. Jadi please, jangan membuatku kesal," lirih Fasya.
"Apa kau ada masalah dengan suamimu?" tebak Ringgo. Diamnya Fasya, diartikan iya oleh pria itu. "Apa dia semakin dekat dengan wanita itu?"
Melihat Fasya mengangguk, Ringgo makin semangat untuk mengomporinya.
"Sekarang kau percayakan dengan apa yang aku katakan? Ini masih awal, wanita itu belum melahirkan. Saat bayi itu sudah lahir, dia pasti akan membuangmu dan lebih memilih wanita itu."
Fasya mengangkat kepalanya lalu menatap Ringgo tajam. "Itu tidak akan pernah terjadi. Sabda milikku. Tak akan aku biarkan wanita lain memilikinya."
"Kau mungkin bisa bilang seperti itu. Tapi tak ada yang akan tahu seperti apa kedepannya. Wanita itu memiliki anak, sedang kau tidak. Menurutmu, siapa yang akan dia pilih?"
Rahang Fasya mengeras. Dia tak akan membiarkan ucapan Ringgo menjadi kenyataan. "Aku tak akan segan melenyapkan janin itu jika kehadirannya bisa menggeser posisiku dihidup Sabda."
"Jangan gegabah Sya. Itu tindakan kriminal, sangat beresiko."
Fasya jadi teringat kejadian pagi ini. Meski mertuanya sudah melakukan pekerjaan dengan bersih, Sabda tetap bisa mengetahuinya. Dan jika dia melakukan hal yang sama dan ketahuan, bisa-bisa bukannya mendapatakan cinta Sabda utuh kembali, yang ada dia bisa langsung ditalak.
"Hanya ada satu cara yang bisa membuat posisimu aman."
"Apa?" tanya Fasya penuh antusias.
"Hamil."
Fasya terkekeh mendengarnya. Tak perlu diperjelas, dia juga tahu tentang itu. Tapi masalahnya, dia tak kunjung hamil. "Aku sedang tak ingin becanda Nggo."
"Aku juga tak sedang becanda."
"Aku sudah melakukan berbagai macam usaha, tapi hasilnya, aku tak kunjung hamil meski hasil pemeriksaan menyebutkan jika aku subur."
"Itu dia," sahut Ringgo cepat. "Kau subur, tapi kenapa tak kunjung hamil? Mungkinkah jika masalahnya ada pada Sabda?"
Fasya tersenyum getir mendengar kesimpulan yang diambil Ringgo. "Sabda juga subur. Kita melakukan pemeriksaan bersama. Jadi kau jangan mengada ada dengan mengatakan jika Sabda mandul."
Ringgo berdecak kesal. "Bukan begitu maksudku. Kadang meski subur, pria susah memiliki anak karena kualitas sperrmanya yang kurang bagus. Mungkin dia terlalu kelelahan dan stress karena pekerjaannya. Atau bisa juga, kalian terlalu sering melakukan hubungan badan."
"Apa maksudmu, kau menyuruhku dan Sabda melakukan program kehamilan?"
Ringgo menggeleng. "Jika Sabda memang tak bisa membuatmu hamil, mungkin aku bisa."
Fasya langsung melotot mendengarnya. "Apa kau gila?" makinya.
Lagi-lagi Ringgo menggeleng. "Tidak ada salahnyakan dicoba?"
"Lupakan ide gila itu," Fasya bangkit dari duduknya. Mengambil tas dan hendak pergi, tapi lagi-lagi, Ringgo lebih dulu mencekal pergelangan tangannya. "Lepaskan aku Nggo. Jangan harap aku akan menyetujui ide gilamu itu."
"Jangan buru-buru menolak, pikirkan dulu. Hanya dengan hamil, kau bisa mempertahankan Sabda. Dan aku yakin, jika kau hamil, Sabda akan melupakan anak wanita itu karena dia memiliki anak sendiri. Anak yang dia pikir anak kalian berdua."
"Tapi aku tetap ti_"
"Pikirkan dulu," potong Rinngo cepat. "Jangan tergesa gesa mengambil keputusan. Jika suatu saat nanti kau menyetujui ideku, segera hubungi aku. Aku akan selalu siap untukmu."