"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23 : Bagaimana Bisa Tahu?
..."Seberapa besar usahamu menghindar dari takdir. Semua itu akan sia-sia jika garis takdir telah menulis namamu untuk tetep bersamanya."...
...~~~...
Alaska hanya diam saja ketika Papa Farhan bertanya kepadanya. Entah apa yang dipikirkannya, sehingga membuatnya hanya berdiam saja. Begitupula dengan Arumi yang menunduk, tidak berani menatap wajah Alaska, karena rasa takut yang tengah melandanya.
"Mampus gue! Bagaimana mungkin Papa tahu soal kemarin? Oh ya, ini pasti ulah si Dika sialan itu! Awas saja nanti Dika, gue balas perbuatan lo itu!" batin Alaska merasa kesal dengan tingkah sahabatnya yang entah kenapa malah membeberkannya kepada Papa Farhan.
Niat agar masalah kemarin itu tidak diketahui oleh papanya, malah semuanya telah Dika beritahu kepada Papa Farhan. Sungguh kesal Alaska dibuatnya.
"Kenapa diam saja Alaska? Apa yang kamu lakukan kenapa Arumi sampai dia pingsan? Lihat itu wajah menantuku! Dia begitu pucat, apa yang sebenarnya kamu perbuat kepada Arumi?" tanya Papa Farhan kembali.
Apalagi setelah melihat wajah Arumi yang masih pucat dengan menunduk seperti itu, membuatnya yakin bahwa ada yang terjadi di dalam rumah tangga putranya itu.
"Ya Alaska tidak berbuat apa-apa Pa. Dia kan istriku, mana mungkin aku menyakitinya," jawab Alaska seakan-akan ia tidak bersalah dalam hal ini.
"Apa benar kamu tidak berbuat sesuatu? Tidak mungkin Arumi tiba-tiba pingsan begitu saja tanpa sebab Alaska! Diliat kemarin dia baik-baik saja sebelum kau bawa kemari, tatapi baru saja satu hari Arumi di sini, malah sudah seperti ini keadaannya. Apa yang kamu lakukan kepada Arumi sebenernya Alaska?" Dengan tegas Papa Farhan mengurangi katanya, seakan belum menemukan jawaban dari semua pertanyaannya.
"Sudahlah Pa. Jangan lebay seperti itu, lagian Arumi baik-baik saja. Kemarin dia hanya kelelahan karena aku bawa jalan-jalan seharian makanya dia pingsan," jawab Alaska asal.
"Mana mungkin dia pingsan karena jalan-jalan? Kamu jangan berbohong sama Papa Alaska! Papa tahu kamu tidak mungkin membawanya jalan-jalan sebelum Arumi sembuh sepenuhnya. Apalagi kemarin kamu berada di kantor," ucap Papa Farhan, ia begitu merasa kesal dengan sikap Alaska yang menanggapinya dengan santai.
"Ya, Arumi kemarin lelah karena bantu-bantu Bibi bersih-bersih rumah. Alaska sudah membantahnya. Namun, istriku tetap bersikeras mau membantunya makanya dia pingsan kemarin karena kelelahan Pa," jelas Alaska mengatakan apa yang terjadi walaupun hanya sebagian kebenarannya, selebihnya hanya kebohongan.
Papa Farhan melirik Arumi, menatapnya dalam penuh kasih sayang, berbeda dengan cara menatapnya kepada Alaska. "Benar begitu Arumi?" tanyanya dengan sangat lembut.
"Iya Pa? Maaf Arumi malah membuat Papa khawatir. Ini salah Arumi bukan salah Mas Alaska," jawab Arumi meyakinkan Papa Farhan.
Ia terpaksa harus bohong kepada papa mertuanya, karena kalau tidak. Alaska pasti akan membuatnya menderita dan tidak akan mengampuninya lagi.
"Hem, begitu ya? Ya udah tidak apa, Papa hanya khawatir dengan keadaanmu yang belum sembuh sepenuhnya. Papa harap kedepannya kamu berhati-hati lagi ya, Arumi? Hal ini jangan terulang lagi," ujar Papa Farhan begitu saja percaya dengan ucapan menantu kesayangannya itu.
"Iya Pa, insyaallah. Oh ya, Papa sudah sarapan belum? Biar bareng sekalian dengan kita ya kan Mas?" ucap Arumi sembari melirik Alaska yang menatap heran kepadanya.
"Eh, iya sayang. Papa ayo sarapan dulu, masakan Arumi enak loh," sahut Alaska sembari memegang tangan Papa Farhan untuk duduk bersamanya.
"Baiklah, Papa ikut sarapan lagi walupun tadi sudah di rumah," kata Papa Farhan seketika membuat Arumi dan Alaska tertawa.
Pada akhirnya, Papa Farhan luluh juga dengan ucapan Arumi. Emosinya kian mereda, tidak ada lagi ketegangan di antara ketiganya. Malah Papa Farhan menikmati masakan menantunya yang rasanya sangat enak.
Lima belas menit kemudian. Alaska dan Papa Farhan sudah siap untuk berangkat ke kantor, diikuti oleh Arumi yang akan mengantarnya sampai teras depan rumah.
"Alaska, Papa peringati kamu sekali lagi ya. Kamu jaga Arumi baik-baik, jangan sampai hal kemarin terulang lagi! Papa tidak mau kalau menantu Papa tidak bahagia dengan rumah tangganya. Sebisa mungkin kamu harus menjadi suami yang baik untuknya," ucap Papa Farhan menasehati serta memperingati putranya supaya tetep menjaga Arumi.
"Itu sudah pasti Pa, Alaska kan sayang sama Arumi. Ya kan sayang?" sahut Alaska sembari memeluk pinggang Arumi, sehingga membuat istrinya itu kaget.
"Hah apa? Iya Mas," balas Arumi malu-malu.
Ini yang ingin Papa Farhan lihat dari menantu dan juga putranya. Ia tidak ingin jika sikap asli putranya itu malah menyakiti Arumi. Papa Farhan berhadap, Alaska cepat berubah dan tidak sampai memperlihatkan sikap tidak baiknya kepada Arumi.
"Aku berangkat kerja dulu ya sayang? Jaga dirimu di rumah. Jangan ke mana-mana dan jangan mengerjakan apapun seperti kemarin! Aku tidak ingin kamu kelelahan dan sakit lagi sayang," ucap Alaska begitu lembut, sampai Arumi ingin menangis dibuatnya.
"Kamu lolos untuk hari ini Arumi, nanti dan seterusnya belum tentu," bisik Alaska membuat Arumi seketika terdiam.
Cup
Kecupan mendarat di kening Arumi, ini kali kedua Alaska menciumnya. Jika ditanya bahagia, anggap saja ia sangat bahagia sekali mendapatkan perlakukan lembut seperti itu dari suaminya. Akan tetepi di sisi lain, Arumi sangat sedih karena itu hanya sandiwara dan kepura-puraan suaminya di depan papa mertuanya.
"Sayang kok bengong aja si? Katanya harus sun tangan. Ini Mas ulurin tangan kok gak diterima?" ucap Alaska seketika membuyarkan lamunan Arumi.
"Eh iya Mas, maaf tadi Arumi hanya kaget," jawab Arumi. Di dalam katanya itu menyindir Alaska yang tidak biasanya begitu.
"Oh, tidak apa sayang," kata Alaska walupun ia sudah tahu kalau Arumi mengatakan itu untuk dirinya.
Setalah Arumi mencium punggung tangan suaminya, ia pun menyalami punggung tangan Papa Farhan juga, karena keduanya akan sama-sama pergi ke kantor walupun dengan dua kendaraan.
"Papa kerja dulu ya? Kamu jaga kesehatan kamu. Papa tidak ingin menantu Papa sakit lagi," ucap Papa Farhan mengelus lembut kepala Arumi layaknya kepada anak yang sangat ia sayangi.
"Iya Pa, Papa juga jaga kesehatan ya? Bekalnya nanti jangan lupa dimakan!" balas Arumi dengan senyuman.
Tadi Arumi sempat menyiapkan makanan untuk dibawa oleh Papa Farhan, karena ia sangat tahu kalau papa mertuanya itu sangat suka masakan buatannya, makanya Arumi membawakan bekal untuk papanya itu.
"Itu sudah pasti dong. Masakan menantu Papa kan paling enak," ucap Papa Farhan yang tidak kalah senangnya.
"Ayo Pa, kita bisa telat ke kantor kalau Papa terus-menerus menggoda istriku," ketus Alaska yang sangat kesal karena papanya malah membuang waktu dengan percuma.
"Iya sebener. Kamu ni cuma digodain sedikit udah ketus seperti itu, posesif juga ternyata," balas Papa Farhan membuat Alaska hanya diam dengan wajah yang tetap dingin.
"Sudah Pa. Jangan memojokkan suamiku, Mas Alaska nanti malu. Papa berangkat saja sekarang ya," kata Arumi membela suaminya karena dilihat Alaska hanya diam saja.
"Iya deh, Papa berangkat sekarang ya. Assalamu'alaikum," ucap Papa Farhan begitu pun Alaska karena kalau diam saja, maka papanya itu akan curiga.
"Wa'alaikumsalam. Hati-hati di jalan Mas, Pa," ucap Arumi sembari melihat kepergian mobil keduanya keluar dari halaman rumahnya itu.