Tiga Tahun Setelah Kau Pergi

"Ma, semua itu bukan salahnya Papa Amanda. Sebagai manajer utama di sebuah perusahaan sudah menjadi kewajibannya memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Lagi pula Proyek itu diberikan berdasarkan kemampuan perusahaan yang mengirimkan proposal dan meyakinkan dalam presentasi. Mungkin Papa tak bisa meyakinkan perusahaan itu, jadi diberikan pada Papa Amanda," ucap Aditya.

"Jangan bodoh, Adit! Kenapa sekarang kamu berpikir begitu? Siapa yang telah mencuci otakmu? Apa kau lupa karena kalah tender itu papamu jadi depresi hingga meninggal! Kau dulu juga setuju saat mama meminta kau mendekati dia saat kalian masih sama-sama bekerja pada satu perusahaan!" ucap Mama Sari.

Amanda dan Aditya memang berkenalan saat sama-sama bekerja pada perusahaan milik sahabat papanya Amanda. Awalnya hubungan mereka berjalan normal, hingga suatu hari dia membawa wanita ke rumah dan mengenalkan pada mamanya.

Mengetahui siapa orang tua Amanda, membuat dendam Mama Sari bangkit kembali. Dia meminta Aditya mendekati dan menikahi wanita itu untuk membalas dendamnya.

"Ma, aku baru tau semuanya setelah menikahi Manda. Tender itu dimenangi oleh Papa Amanda, tapi bukan dia pemilik perusahaan. Papa Amanda hanya bekerja pada orang itu. Jadi, Papa Amanda juga hanya menerima gaji. Kenapa kita harus mengambil hartanya? Itu tidak adil!" seru Aditya.

"Tapi karena dia perusahaan tempatnya bekerja menang tender itu!" balas Mama Sari tak mau kalah.

Alasan sebenarnya Aditya meninggalkan Amanda tiga tahun lalu karena merasa bersalah. Dia awalnya mengira perusahaan yang menang tender itu milik papanya Amanda. Ternyata Papa mertuanya hanyalah manajer utama di perusahaan saat itu. Perusahaan dimana dia dan Amanda pernah bekerja dan bertemu pertama kali.

Awal mula Aditya terjerat judi online karena merasa stres dengan masalah dia dan keluarganya. Sebenarnya pria itu tak tega menyakiti Amanda, tapi keluarga selalu mendesak agar dia menguras harta Amanda. Sehingga dia akhirnya memutuskan pergi agar tak menyakiti wanita itu dan mamanya tak mendesaknya terus untuk memindahkan semua hak milik istrinya.

"Kamu itu seharusnya jangan bawa perasaan kalau memang tujuan pernikahan hanya buat balas dendam. Jangan main hati kalau mau nakal, dan jangan nakal kalau masih main hati!" seru Kak Dian.

"Terserah apa kata Mama dan Kak Dian. Yang pasti aku datang untuk memberikan surat cerai agar semua proses berjalan lancar!" jawab Aditya.

Tiba-tiba Mama Sari berdiri dan menampar wajah anaknya itu. Wajahnya tampak memerah dan sangat tegang. Seperti menahan amarah.

"Jika kau masih menganggap aku mamamu ceraikan Salsa dan kembali rujuk dengan Amanda!" perintah Mama Sari.

"Apa yang kau cari dengan wanita itu? Aku tau kau menikahi Salsa juga karena kasihan dan rasa terima kasih saja. Diam-diam kau telah jatuh cinta pada Amanda. Buktinya kau tak mau dia disakiti. Apa salahnya kau bertahan dengan wanita itu, bukankah kalian juga memiliki anak? Bahkan itu lebih baik, bersama orang kau cintai. Apa salahnya mengambil harta istri? Dan perlu kau tau, saat ini istrimu Amanda itu telah menjadi pebisnis yang sukses. Cabang kafenya ada di mana-mana. Kau saja yang bodoh, lebih memilih Salsa!" seru Dian dengan penuh emosi.

Aditya bergeming dari tempat duduknya. Dia jadi ragu langkah apa yang akan dia lakukan. Benar apa yang Kak Dian katakan, jika sebenarnya dia sangat mencintai Amanda. Itulah alasan dia memilih pergi agar wanita itu tidak terus-menerus dimanfaatkan mama dan kakaknya.

Cukup lama dia terdiam, Mama Sari berpikir anaknya akan berubah pikiran. Dia dan Kak Dian saling pandang dan tersenyum melihat Aditya terdiam.

***

Sementara itu di kafenya, Amanda sedang sibuk. Karyawannya mengatakan akan ada pelanggan yang ingin menyewa kafe ini untuk acara reuni. Dia mengatakan jika pria yang akan memakai kafe mereka sepertinya bukan orang sembarangan.

Setelah jam makan siang, seperti kata karyawannya, datang seorang pria muda yang sangat tampan. Dia langsung di antar salah seorang karyawan kafe menuju ruang Amanda.

Karyawan itu lalu mengetuk pintu. setelah terdengar suara sahutan yang mempersilakan dia masuk, barulah karyawan itu membuka pintu.

"Selamat Siang, Bu. Ada tamu yang ingin bertemu," ucap karyawan itu.

"Silakan masuk," jawab Amanda.

"Baik, Bu." Karyawan itu lalu mempersilakan pria tampan itu masuk. Setelah itu dia pamit pada Amanda.

"Terima kasih," ucap Amanda.

"Sama-sama, Bu."

Setelah menjawab ucapan Amanda, karyawan itu pergi meninggalkan ruang kerja atasannya. Saat ini di ruang itu hanya ada pria itu berdua Amanda.

Pria itu terdiam terpaku melihat Amanda. Dia memandangi wanita itu tanpa kedip. Hal itu membuat sang wanita risih.

"Ternyata masih ada wanita karir di zaman sekarang yang memakai jilbab. Kecantikannya makin sempurna dengan pakaian tertutup begitu," gumam pria itu dalam hatinya.

"Hhmmm, apa ada yang bisa saya bantu, Pak!" seru Amanda membuat lamunan pria itu buyar.

Dia tampak terkejut. Lalu tersenyum untuk menghilangkan kegugupan karena ketahuan melamun.

"Kenalkan saya Angga Rafandra, atau biasa di panggil Angga," ucap pria itu dengan mengulurkan tangannya.

"Amanda," jawab Amanda menyambut uluran tangan pria itu.

"Silakan duduk, Pak!"

Angga menjawab dengan senyuman dan memilih duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Amanda.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Pak?" Amanda mengulang pertanyaannya.

"Begitu, Bu Amanda. Saya ingin menyewa kafe ini minggu depan untuk acara temu kangen dengan sahabat-sahabat saya. Jadi saya butuh rincian dananya," jawab Angga.

"Boleh, Pak. Apa boleh saya tau buat berapa orang acaranya nanti?" tanya Amanda.

Angga lalu menyebut berapa banyak orang yang akan hadir. Amanda lalu menyodorkan buku menu agar pria itu bisa menentukan menu apa yang diinginkan.

Cukup lama keduanya berbincang, hingga ditemukan kesepakatan. Mereka akhirnya membuat perjanjian.

"Saya rasa cukup obrolan kita hari ini, Bu. Dua hari lagi saya akan kembali untuk mengkonfirmasi. Pembayaran akan saya lakukan segera," ucap Angga.

"Baik, Pak. Terima kasih karena telah memilih kafe ini sebagai pilihan," balas Amanda.

"Saya mendengar dari seorang teman jika kafe ini menyediakan menu yang sangat lezat," ujar Angga.

"Semoga tidak mengecewakan Bapak nantinya," kata Amanda.

Setelah obrolan selesai, Angga pamit. Amanda mengantar hingga ke halaman kafe. Dia melepaskan dengan senyum manis. Bersyukur karena kafenya bisa diterima dari berbagai kalangan. Dari anak remaja, dewasa, single, berkeluarga, dan para pengusaha.

Di dalam mobil, Angga masih terus tersenyum. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Dia tampak sangat bahagia.