NovelToon NovelToon
Menjadi Guru Di Dunia Lain

Menjadi Guru Di Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Akademi Sihir / Penyeberangan Dunia Lain / Elf
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ned_Kelly

Arthur seorang guru honorer di sekolah negeri yang memiliki gaji pas-pasan dengan jam mengajar yang tidak karuan banyaknya mengalami kecelakaan pada saat ia hendak pulang ke indekosnya. Saat mengira kehidupannya yang menyedihkan berakhir menyedihkan pula, ternyata ia hidup kembali di sebuah dunia yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

Tetapi uniknya, Arthur kembali menjadi seorang guru di dunia ini, dan Arthur berasa sangat bersemangat untuk merubah takdirnya di dunia sekarang ini agar berbeda dari dunia yang sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ned_Kelly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23: Hari Pertarungan Part End

Sebelum melangkah ke tengah arena, Celestine mendapatkan dukungan penuh dari teman-temannya. Charlotte langsung menghampiri Celestine dan memeluknya dengan hangat. Meskipun biasanya Charlotte canggung menunjukkan rasa sayangnya, kali ini dia tidak ragu. "Kau pasti bisa, Celestine. Tunjukkan pada mereka semua!" Charlotte berkata dengan semangat, nadanya lebih lembut dari biasanya, seolah ingin memastikan Celestine merasa nyaman dan yakin.

Jade yang tak mau kalah, merangkul Celestine dari sisi lain. "Kau sudah bekerja keras selama ini, Celestine. Aku yakin kau bisa mengalahkan siapa pun yang berdiri di depanmu!" katanya dengan penuh keyakinan. Mata Jade memancarkan api semangat, sama seperti sihirnya yang selalu berapi-api, menyalurkan energi positif kepada Celestine.

Elyrde, yang biasanya pendiam, mendekat dengan senyum kecil di wajahnya. Dia tidak mengucapkan banyak kata, hanya meletakkan tangannya di bahu Celestine dengan lembut, memberikan sentuhan yang penuh makna. Dengan caranya sendiri, Elyrde memberikan dukungan yang kuat, dan tatapannya seolah berkata, “Kami di sini untukmu.”

Celestine memandang teman-temannya satu per satu, merasakan kehangatan dan keberanian yang mereka berikan. Saat dia sedang dipeluk erat oleh Charlotte dan Jade, dia melirik ke arahku. Tatapan matanya jernih, dipenuhi tekad, seakan ingin memberitahuku bahwa dia akan berjuang sekuat tenaga seperti yang kuharapkan darinya.

Aku membalas pandangan itu dengan anggukan kecil dan senyuman penuh dukungan. “Kami semua mendukungmu, Celestine. Pergilah dan tunjukkan pada mereka siapa dirimu sebenarnya,” ujarku dalam hati, yakin bahwa Celestine akan memberikan penampilan terbaiknya.

Setelah mendapat dukungan dari teman-temannya, Celestine menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah mantap menuju arena. Dengan kehangatan dan semangat yang masih terasa di hatinya, Celestine tahu bahwa dia tidak sendirian. Dan itulah yang memberinya kekuatan lebih untuk menghadapi pertarungan ini.

Celestine melangkah ke tengah arena dengan sedikit gugup, namun didukung oleh semangat teman-temannya. Charlotte dan Jade memeluknya hangat, sementara Elyrde dengan lembut menepuk bahunya. Tatapan mereka penuh dengan dukungan, memberikan Celestine kekuatan yang sangat dibutuhkan. Celestine melirik ke arahku, dan aku balas tersenyum, menunjukkan bahwa aku percaya penuh padanya.

Sementara itu, di seberang arena, Alicia Vauclain berdiri dengan aura percaya diri yang luar biasa. Alicia adalah murid terbaik Pak Guru Brandon, dipanggil setelah dua kekalahan telak untuk mengembalikan reputasi sang guru. Gadis berusia 19 tahun dengan rambut merah menyala yang panjang dan tubuh rampingnya bergerak penuh keanggunan, namun sorot matanya tajam dan penuh keyakinan. Penampilannya menggoda dengan jubah tempur merah-oranye yang memperlihatkan bahu dan lengan kokohnya, sementara korset kulit hitam menonjolkan lekuk tubuhnya yang seksi. Tatapan Alicia tidak lepas dari Celestine, penuh dengan kesombongan khas seorang petarung yang yakin akan kemenangannya.

Pertarungan dimulai tanpa banyak basa-basi. Alicia segera bertindak, mengangkat tangan kanannya, dan tanah di bawahnya merekah, mengeluarkan aliran magma yang berputar di sekelilingnya. Magma tersebut bergerak cepat seperti ular yang hidup, meluncur ganas ke arah Celestine. Celestine dengan cepat membangkitkan dinding air untuk menahan serangan itu, tetapi magma panas Alicia menggerogoti pertahanannya, mendidihkan air dengan cepat dan menipiskan perlindungan Celestine.

Alicia tersenyum sinis, mengejek dengan tatapan angkuh. “Kau pikir pertahanan lemah itu cukup?” katanya sambil meluncurkan serangan berikutnya, kali ini dengan semburan magma yang lebih besar dan panas. Celestine terdorong mundur, terpaksa menciptakan semburan air yang kuat untuk menahan gelombang magma yang meledak dan membuat uap panas memenuhi arena.

Celestine terengah-engah, tubuhnya mulai melemah di bawah tekanan serangan terus-menerus Alicia. Magma Alicia terlalu kuat, dan Celestine mulai menyadari bahwa serangan-serangannya sendiri tidak cukup untuk menembus pertahanan Alicia yang mematikan. Setiap kali Celestine mencoba menyerang dengan air, panas magma akan melelehkannya sebelum ia bisa menimbulkan kerusakan berarti. Alicia terus menekan tanpa ampun, menikmati momen ketika lawannya kewalahan.

Di tengah kekacauan itu, Celestine merasa semakin terdesak. Sihir air yang biasanya ia kendalikan dengan mudah kini terasa berat, seakan kekuatan Alicia menyerap setiap energi yang dimiliki Celestine. Namun, di tengah keputusasaan itu, Celestine mengingat kembali semangat yang diberikan teman-temannya, dan ia menolak untuk menyerah.

Sebuah hembusan angin yang tak biasa tiba-tiba menyentuh kulitnya, terasa sejuk dan berbeda di tengah panasnya arena. Celestine terkejut, merasakan kehadiran sihir yang baru, angin yang lembut namun penuh kekuatan. Ia mulai merasakan energi baru yang mengalir dalam tubuhnya, seakan-akan alam sendiri memberinya napas baru. Dengan cepat, Celestine menyatukan sihir airnya dengan kekuatan angin ini, menciptakan kombinasi yang belum pernah ia coba sebelumnya.

Dengan angin yang bercampur dalam pusaran airnya, serangan Celestine menjadi lebih tajam dan dinamis. Aliran air yang biasanya stabil kini bergerak dengan kecepatan tinggi, menciptakan tornado air yang memotong setiap aliran magma Alicia dengan akurat. Alicia yang awalnya terlihat dominan, kini mulai terganggu. Magma yang ia kendalikan seakan tak lagi cukup untuk menghalau kekuatan kombinasi angin dan air milik Celestine.

Alicia mengerahkan seluruh tenaganya, menciptakan bola magma raksasa yang melayang di udara, siap menghancurkan pertahanan Celestine. “Ini akhir untukmu!” teriak Alicia, melemparkan bola magma dengan kekuatan penuh. Celestine, tanpa ragu, menggerakkan tangannya, menciptakan tornado air dan angin yang lebih besar. Saat kedua kekuatan bertabrakan, ledakan besar terjadi, menciptakan semburan uap panas yang membuat seluruh arena tertutup kabut putih.

Dari balik kabut, Celestine terus bergerak, kini lebih agresif. Ia menciptakan bilah-bilah air berkecepatan tinggi yang ditiup oleh angin, menghantam pertahanan Alicia dari berbagai arah. Alicia mencoba bertahan dengan dinding magma, namun serangan bertubi-tubi dari Celestine terus menembus dan mengikis pertahanannya.

Alicia mulai panik, dia belum pernah dipaksa bertahan seperti ini sebelumnya. Dalam upaya terakhirnya, Alicia memadatkan magma di sekelilingnya, menciptakan armor magma yang keras. Tapi Celestine, dengan kekuatan barunya, menciptakan pusaran yang lebih besar lagi, mencampur air dan angin dengan sempurna, menghasilkan serangan badai yang menerjang Alicia dengan kekuatan penuh. Armor magma Alicia retak, dan dalam sekejap, dia terlempar ke belakang, jatuh ke tanah dengan keras.

Celestine berdiri dengan napas tersengal, tubuhnya berkeringat, tetapi semangatnya tidak goyah. Alicia yang tadinya begitu percaya diri kini tergeletak, tak berdaya dengan sisa-sisa magmanya yang padam. Sorak-sorai penonton meledak seketika, merayakan kemenangan luar biasa Celestine.

Alicia yang terbaring lemah hanya bisa menatap Celestine dengan mata lelah, mengakui keunggulan gadis muda itu yang berhasil melampaui batas dirinya. Celestine, meski lelah, menundukkan kepalanya sedikit sebagai bentuk penghargaan terakhir sebelum berbalik menuju teman-temannya. Ia telah membuktikan pada dunia bahwa meski kecil dan tampak lemah, dengan tekad dan keberanian, dia bisa mengalahkan siapapun, bahkan murid terbaik sekalipun.

Aku menyambut Celestine dengan senyuman bangga, sementara Charlotte, Jade, dan Elyrde segera memeluknya dalam kegembiraan. Celestine telah membuktikan dirinya sebagai petarung sejati, seseorang yang tidak hanya berperan sebagai penyembuh, tetapi juga sebagai pejuang yang tidak kenal kata menyerah. Pertarungan ini tidak hanya membuktikan kekuatannya, tetapi juga menunjukkan pada semua orang bahwa Celestine adalah seseorang yang pantas untuk dihormati dan diperhitungkan.

Saat pertandingan usai dan sorak-sorai penonton masih memenuhi arena, ekspresi Pak Guru Brandon berubah drastis. Awalnya penuh dengan keyakinan, namun seiring waktu, wajahnya kini dipenuhi keterkejutan dan ketidakpercayaan. Ia menatap Alicia, murid terbaiknya yang kini terbaring lemah di tanah dengan sisa-sisa magma yang padam, sementara Celestine berdiri dengan gagah, mengendalikan angin dan air dengan sempurna.

Brandon berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Bagi dia, Celestine seharusnya hanyalah seorang penyembuh, tidak lebih dari gadis pendiam yang selalu berada di belakang saat pertarungan. Bagaimana mungkin gadis itu, yang bahkan dianggap sebelah mata oleh sebagian besar orang, bisa mengalahkan murid andalannya? Murid yang dilatih dengan keras, yang seharusnya jauh lebih unggul dalam pertarungan.

"Ini… tidak mungkin," gumam Brandon pelan, suaranya bergetar karena syok. Matanya tertuju pada Celestine, mencoba mencari tahu apa yang membuatnya bisa bertahan dan bahkan membalikkan keadaan. “Alicia tidak mungkin kalah dari… seorang penyembuh,” lanjutnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada siapa pun.

Sikap percaya diri yang biasanya melekat pada Brandon kini mulai memudar, tergantikan oleh kebingungan dan kemarahan tersembunyi. Bagaimana bisa Alicia, yang dikenal sebagai salah satu petarung terkuat di akademi, dikalahkan dengan begitu telak oleh seseorang yang bahkan tidak dikenal sebagai petarung garis depan?

Di sampingnya, beberapa murid yang tadinya mendukung Brandon ikut terdiam, kebingungan tak percaya dengan apa yang mereka saksikan. Mereka tahu Alicia adalah yang terbaik di antara mereka, dan jika Alicia saja bisa kalah, itu berarti kemampuan Celestine lebih dari yang bisa mereka bayangkan. Satu demi satu mereka mulai memandang Celestine bukan hanya sebagai penyembuh, melainkan ancaman nyata di arena.

Pak Guru Brandon menggertakkan giginya, menahan amarah yang perlahan menguasainya. Baginya, kekalahan ini lebih dari sekadar hasil pertandingan. Ini adalah tamparan keras, membuktikan bahwa murid-muridnya yang dia yakini sebagai yang terbaik bisa dikalahkan oleh murid yang sudah ia remehkan sebelumnya. Kekalahan Alicia adalah kekalahan bagi harga dirinya sebagai seorang pengajar.

Aku yang berdiri di sisi arena mengamati perubahan emosi di wajah Brandon dengan senyum kecil yang tak bisa kutahan. Ini adalah momen yang tak ternilai. Melihat seseorang yang begitu percaya diri dan selalu merendahkan orang lain, kini harus menerima kenyataan pahit bahwa muridku, yang selalu ia anggap tidak punya harapan, berhasil mematahkan ekspektasinya.

Pak Guru Brandon berdiri di sisi arena dengan wajah memerah, amarah jelas terlihat dalam setiap gerakannya. Kekalahan Alicia adalah hal yang tak pernah ia bayangkan, terlebih lagi di depan murid-muridnya yang selama ini ia yakini sebagai yang terbaik di akademi. Detik-detik kekalahan Alicia terasa begitu pahit, dan amarahnya yang memuncak tak bisa lagi ia sembunyikan.

"Ini tidak mungkin!" bentak Brandon, suaranya menggema di seluruh arena, membuat para murid dan penonton terdiam. Matanya tajam menatap Celestine, lalu beralih kepadaku, seakan menuduh tanpa kata-kata. "Kau pasti melakukan sesuatu! Ini tidak mungkin terjadi tanpa ada trik kotor!" teriaknya, menunjuk tajam ke arahku.

Aku hanya berdiri di tempatku, menatapnya dengan tenang meskipun tatapan Brandon penuh dengan kebencian dan tuduhan. Dia mendekat dengan langkah tergesa, auranya dipenuhi dengan sihir yang mulai bergejolak. “Kau sengaja merencanakan ini, ya?! Kau telah mengatur sesuatu untuk membuat Alicia kalah! Ini tidak adil! Kau pasti curang!” tuduh Brandon dengan mata berapi-api, seakan tak mampu lagi menahan amarahnya.

Brandon mengangkat tangannya, energi sihir mulai berkumpul di sekelilingnya, panas dan penuh amarah. Dia tidak peduli lagi bahwa ia adalah seorang guru; yang ia lihat hanya sebuah kesempatan untuk menghajar orang yang ia anggap sebagai penyebab kekalahan murid-muridnya. Matanya penuh dengan kemarahan yang membara, siap meluapkan kekuatan sihir api yang berkobar dari tangannya, dengan niat untuk menyerangku tanpa peduli akibatnya.

"Ini bukan arena untuk pertarungan murid saja, Arthur. Jika kau mau bermain kotor, maka aku akan melawanmu dengan caraku sendiri!" serunya, amarah dan frustasi mengaburkan penilaiannya. Dia mulai membentuk bola api besar di telapak tangannya, panasnya begitu menyengat sampai membuat beberapa murid mundur ketakutan. Sorot mata Brandon menunjukkan bahwa dia tidak lagi berpikir jernih, hanya ada keinginan untuk menghancurkan orang yang ia anggap telah mempermalukannya.

Namun, sebelum bola api itu bisa dilontarkan, sebuah suara yang dalam dan penuh wibawa memecah keributan. "Cukup, Brandon!"

Suara itu milik Professor August, Kepala Sekolah Akademi Bridestones. Sosoknya yang tinggi dengan rambut abu-abu dan jubah panjang berwarna biru tua yang berkibar menunjukkan wibawa yang tak bisa diragukan. Profesor August segera masuk ke tengah arena, berdiri di antara Brandon dan aku, mengangkat satu tangannya dengan tenang namun tegas. Energi sihir yang mengalir dari dirinya terasa sangat kuat, membentuk penghalang tak terlihat yang menghentikan serangan Brandon sebelum bisa meledak.

Brandon mundur beberapa langkah, terkejut dan marah bercampur menjadi satu, tetapi ia tahu siapa yang ada di depannya. Professor August menatap Brandon dengan tatapan dingin dan penuh disiplin. “Kau seorang guru, Brandon, dan kau tahu lebih baik daripada membiarkan emosimu mengendalikanmu seperti ini. Tidak ada kecurangan di sini, hanya kemampuan yang belum kau pahami,” katanya dengan nada yang tajam namun terkendali.

Aku menghela napas pelan, berterima kasih dalam hati atas intervensi yang tepat waktu ini. Profesor August menoleh padaku dan memberikan anggukan kecil, seolah memberitahuku untuk tetap tenang dan tidak terpancing oleh amarah Brandon.

"Pertarungan ini sah dan adil," lanjut August tegas. “Kekalahan adalah bagian dari pembelajaran, Brandon. Jika kau tidak bisa menerimanya, maka kau tidak layak berdiri di sini sebagai seorang pengajar.” Ucapan itu menghujam seperti pukulan telak pada Brandon, membuatnya tak mampu berkata apa-apa.

Brandon, yang masih terbakar amarah, akhirnya menurunkan tangannya perlahan, api yang tadi mengancam kini padam. Meski wajahnya masih menunjukkan ketidakpuasan, ia tahu bahwa melawan Profesor August bukanlah pilihan yang bijak. Sambil mendengus kesal, ia berbalik dan berjalan menjauh dari arena tanpa sepatah kata pun, meninggalkan murid-muridnya yang masih terdiam karena kejadian yang baru saja mereka saksikan.

Professor August menatap para penonton yang masih terpaku. “Hari ini adalah bukti bahwa kemampuan dan potensi bisa datang dari tempat yang tak terduga. Pelajari dari kemenangan maupun kekalahan dengan kepala tegak, bukan dengan emosi yang tak terkendali.” Kata-katanya mengakhiri ketegangan di arena, mengembalikan suasana yang sempat memanas menjadi lebih tenang.

Aku hanya tersenyum kecil, merasa lega karena situasi yang hampir meledak berhasil diredam. Celestine, yang masih berdiri di tengah arena, menerima sorak-sorai dari teman-temannya, menguatkan bahwa kemenangannya adalah sesuatu yang nyata dan pantas dirayakan. Professor August, dengan wibawanya, telah menyelamatkan bukan hanya suasana, tetapi juga menjaga kehormatan pertandingan dan para murid yang sedang berusaha membuktikan diri.

1
~YUD~
lajrooot!!
Ned: entar dulu ye kasih Ned nafas dulu wkwkwk...
total 1 replies
Ned
Parah nich, dari pagi tadi update eh kelarnya sore
~YUD~
di festival lunaris ini Arthur bakal ikut main apa cuma jadi guru pengawas doang?
Ned: Jadi pengawas doang, tapi....ada tapi nya hehe/CoolGuy/.... tungguin apa yang bakalan terjadi di sana
total 1 replies
~YUD~
nanti Arthur sama Brandon bakal duel gak author?
Ned: Ya tunggu aja tanggal mainnya
total 1 replies
Gamers-exe
kirain masamune date 👍🗿
~YUD~
nanti Charlotte sama Arthur bakal saling cinta gak author?
Ned: Yakin gak ada yang mau sama Celestine nih /CoolGuy/
「Hikotoki」: betul sekali, jadi meski charlotte umur 16 masih available buat dinikahi
total 8 replies
Erwinsyah
mau nabung dulu Thor🤭
Ned: Monggo silakan, jangan lupa vote dan rate bintang 5 nya kakak
total 1 replies
~YUD~
apa tuh yang segera terungkap?
Ned: apa tuh kira-kira hehehe
total 1 replies
R AN L
penasaran sekali reaksi murinya lihat kekuatan asli guru ny
Ned: tar ada kok, tunggu aja tanggal main nya heheh
total 1 replies
Ned
Update diusahakan tiap hari, setidaknya akan ada 1 BAB tiap hari...kalo Ned bisa rajin up mungkin 2-3 BAB...

Minggu Ned libur
R AN L
di tunggu up ny
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
total 4 replies
R AN L
Luar biasa
vashikva
semangatt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!