Yang satunya adalah Nona muda kaya raya, sementara yang satunya hanyalah seorang Pelayan toko. Tapi sebuah insiden kecelakaan telah menghancurkan jurang ini dan membuat mereka setara.
Bukannya mati dalam kecelakaan itu, jiwa mereka malah terlempar masuk ke sebuah Novel kuno roman picisan. Tempat dimana segalanya siap dikorbankan demi pemeran utama wanita.
Dan yang paling sial, keduanya malah masuk menjadi Ibu tiri sang pemeran utama wanita. Sama-sama menjadi Istri dari seorang Marques, yang gemuk, jelek dan berperut hitam. Dua karakter, yang akan dihabisi oleh para pemuja Pemeran utama wanita.
Untuk menyelematkan nyawa mereka, keduanya berencana untuk kabur. Tapi tentu saja, tidak ramai tanpa mencuri dan kegagalan. Baca kisah keduanya, dengan kejutan karakter lainnya. ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
"Cepat, cepat, bantu angkat dia!"
Meskipun sedikit kesulitan, untungnya Meira dan Tiara berhasil menarik Ana ke darat. Sehingga Leroy yang terlanjur kemasukan air di paru-paru juga selamat.
"Uhukk, Uhukk, hukk ...." Leroy terbatuk sambil menepuk dadanya, berusaha mengeluarkan air yang terlanjur masuk. Saat ini menjadi orang yang membantu dirinya sendiri. Karena jangankan tiga wanita itu, Calix sendiri bahkan tidak bisa membantunya karena berjuang menghentikan pendarahan di hidungnya sendiri.
Benar-benar kondisi yang tidak pernah mereka duga akan menjadi seperti ini. Bahkan belum juga keduanya merasa sedikit lebih baik, Meira dengan tanpa perasaan telah mengambil alih komando. "Ayo ikat mereka, dan jadikan korban persembahan pada Dewa sebagai ganti kita."
Tiara yang sedari tadi memendam penyesalan paling dalam, langsung mengambil kayu yang Ana pakai tadi dengan gelap mata. "Ya, kita tidak punya pilihan." Dia jelas tak terima dengan kebaikannya yang telah diputar balikkan menjadi kesalahan.
"Ayo Tiara!" Seru Meira.
Keduanya dengan sangat alami membawa Calix dan Leroy dalam lingkaran ikatan tali. Sementara keduanya yang sedang berjuang dengan kesulitan masing-masing jelas tidak berbuat banyak.
Tapi Ana melihat Leroy dengan berat. Walaupun area perutnya masih sakit akibat tendangan Leroy, tapi dia juga sedikit tersentuh karena diselamatkan Leroy sendiri. Tapi seperti biasa, yang tersentuh bukan hatinya tapi pikirannya.
"Bisakah kita korbankan Leroy pada Dewa nanti?"
"Apalagi ini!"
Ana mengembangkan senyum anehnya pada Meira,
"Hehee, ... bagiamana kalau buat dia berkorban padaku terlebih dahulu."
Satu detik, dua detik, tiga detik ....
Barulah yang lainnya sadar maksud perkataan Ana.
Sementara Leroy, dia yang sudah hampir mati karena kesulitan bernapas, masih tidak percaya akan mendengar perkataan mesum Ana.
"Baiklah, terserah saja!" Balas Meira, yang membuat Ana terlonjak dari duduknya. Semua kesakitannya hilang, menyisakan mata bulat berbinar-binar.
"Apaan sih kau Mei!" Tiara menyikut lengan Meira, mempertanyakan pembicaraan mereka yang telah kehilangan arahnya.
Tapi Meira mengangkat kedua bahunya acuh, "Kenapa tidak? toh ini dunia fiksi!"
Tiara menggeleng kepalanya tidak setuju. Baginya ini bukan sekedar dunia fiksi, apalagi melihat darah pada Calix, jelas merupakan tanda kehidupan yang nyata.
Tapi Ana tidak peduli dengan pendapat Tiara, baginya perkataan Meira sudah lebih dari persetujuan.
Dengan mulut yang menganga dia menatap Leroy, membuat Leroy yang sudah lemas merasa takut. Takut dengan tatapan liar Ana, sampai memeluk dirinya sendiri karena peringatan naluri akan bahaya.
Hal yang sama yang terjadi pada Calix.
Walau dengan hidung yang masih bercucuran darah, dia berusaha keras untuk menjelaskan. Walaupun dia tahu, bahwa persembahan pada Dewa hanyalah menghabiskan malam di kuil. Namun jika melihat bagaimana Tiara memegang alat pukul ditangannya, dia merasa ada perbedaan pandangan mengenai ‘persembahan pada Dewa’ di sini. Jadi dia takut sekali, ketiga wanita ini akan menghabisinya.
Begitulah penyesalan selalu datang terlambat. Dia begitu terpesona dan dipenuhi rasa bersalah, saat mendengar kejadian yang menimpa mereka, terutama Tiara, yang telah menyelamatkan Carnia saudarinya. Tidak menyangka akan menyesali kebaikannya seperti ini.
"Jadi maksudmu, korban persembahan pada Dewa itu adalah ... waktu kami, begitu?"
Kali ini Leroy membantu mengangguk dengan semua sisa tenaga yang ada. Dia merasakan juga perbedaan maksud diantara mereka.
"Wah, kalau begini! ini namanya penipuan."
Calix sebagai pihak yang menjelaskan menarik nafas dalam-dalam, entah siapa yang menipu siapa di sini?
Tapi Tiara menemukan sesuatu yang janggal dengan keduanya, yang masih bisa membuat keduanya terpojok. "Jika memang ini adalah kesalahpahaman, kenapa kalian tidak mengirim orang untuk mencari kami? kenapa dari sekian banyak, hanya Putra Mahkota dan Duke yang datang mencari?"
Leroy dan Calix tanpa sadar saling menatap, entah bagaimana para wanita ini sangat kritis bahkan dalam hal-hal kecil. Jelas tidak mungkin bagi keduanya, mengatakan Ratu dengan sengaja memerintahkan hal itu, karena takut wanita-wanita gila itu akan tersinggung.
"Yang paling penting adalah kami mencari dan menemukan kalian bukan? kenapa harus begitu ingin tahu?" Jawab Calix.
Tapi firasat Tiara semakin tidak baik mendengar jawaban itu. Dia mulai menyusun kembali isi cerita dalam kepalanya. Dia menolong Carnia, dan Carnia memiliki musuhnya yakni, Ratu itu sendiri.
Berbeda dengan novel-novel lain. Dalam novel tempat jiwa mereka tersesat ini, dua penjahat utama adalah Putri dan Ratu kerjaan ini sendiri. Dan lebih aneh, Karen selain melawan pemeran utama wanita, berdua mereka juga adalah musuh. Yang artinya, hampir tidak ada komplotan di pihak penjahat.
"Apa Ratu melarang?"
DEG. Calix dan Leroy refleks saling menatap. Heran, bagaimana Tiara bisa tahu.
Sementara Meira yang sudah menutup matanya hampir tertidur, kaget mendengar nama Ratu.
Semenjak kematian Raja, alih-alih Putra Mahkota, justru Ratulah yang naik takhta saat ini. Awalnya dengan alasan Putra Mahkota tidak cukup umur, tapi kini saat Putra Mahkota sudah cukup umur pun, wanita itu masih enggan turun dari tahta.
Dia bahkan melarang Calix, tampil terbuka di depan publik. Belum lagi dia bermusuhan dengan Carnia, anak pertamanya Raja dari seorang wanita penghibur. Sementara Calix sendiri, meskipun dikenal diluar sebagai anak Ratu, tapi dia tidaklah benar-benar anak Ratu. Dia adalah anak dari selir, yang mana selir itu sendiri masih merupakan saudari Ratu. Secara teknis, Ratu adalah Bibinya Calix. Tapi Bibi ini, dikatakan haus kekuasaan dan cukup kejam.
Jantung Meira berdetak kencang ketika dia baru teringat, jangan-jangan mereka telah membuat marah sang Ratu dengan menolong Canira.
"Ke-kenapa kalian berpikir itu Ibuku! Dia tidak seperti itu, jangan sembarangan." Tentu Calix akan membela. Lagi pula tidak enak hati baginya, untuk mengatakan bahwa Ibunya ingin membiarkan orang-orang itu mati.
Namun Meira, Tiara dan Ana, bukanlah wanita-wanita muda seperti dalam tubuh ini. Mereka mengenali sesuatu yang salah, hanya dengan melihat.
"Kurrrr ... Kurrr ...." Meira tiba-tiba membuat suara yang aneh, bagi Leroy dan Calix. Itu terdengar seperti menirukan suara ayam. Tapi lebih aneh lagi, ketika setelah mendengar itu, Ana dan Tiara langsung menghampirinya dan mereka mulai berembuk dengan suara yang pelan.
"Ini gila, ..." Ujar Leroy yang menatap Calix dengan perasaan paling putus asa, tapi juga ingin tertawa.
Calix pun mengangguk. Dia merasa kekhawatirannya bertambah berkali-kali lipat. Bagaimana tidak? sedang satu perilaku dari antara wanita-wanita itu mampu membuat kekacauan, apalagi kalau ketiganya berembuk. Calix bahkan tidak berani membayangkan apa hasilnya itu.
Tapi Leroy, dia masih ada dalam rasa penasaran, tentang bagaimana wanita-wanita itu bisa menebak tentang Ratu dengan sangat tepat. Seolah mereka sangat mengenali kepribadian sang Ratu.