Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Setelah sampai di rumah, Vi langsung membawa belanjaan ke dapur, dan meletakkannya di atas meja. Ardini langsung menata semua belanjaannya dibantu dengan Bi Siti, sedangkan Vi dia duduk sambil memandang Ardini menata bahan-bahan masakan dan sayuran. Ardini mengambil satu buah lemon, ia sudah janji dengan Vi, kalau Vi ingin minum lemon hangat.
“Mas, mau aku bikinkan lemon hangat sekarang?” tanya Ardini.
“Boleh, kalau kamu sudah tidak sibuk,” jawab Vi.
Ardini mengangguk, ia meminta Bi Siti meneruskan menata sayuran dan bahan-bahan masakan, lalu dia bergegas membuatkan lemon hangat untuk Vi.
“Silakan, Mas. Cicipi dulu, apa rasanya ada yang kurang?” ucap Ardini setelah menaruh secangkir lemon hangat di atas meja.
“Terima kasih, aku coba cicipi dulu, ya?” ucap Vi.
Vi langsung menyesap minuman hangat buatan istrinya itu. Ardini tadi sempat bertanya pada Vi bagaimana cara membuat lemon hangat, akan tetapi Vi tidak memberi jawaban yang tepat, itu semua supaya Ardini membuatkannya sesuai dengan ide Ardini sendiri.
“Bagaimana, Mas? Apa pas rasanya?” tanya Ardini.
“Hmm ... ini mantap sekali rasanya. Manisnya juga ps, aku suka,” puji Vi.
Baru kali ini Vi meminum lemon hangat yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu manis. Rasanya pas, segarnya lemon dengan manisnya madu, sangat pas sekali. Apalagi ini pertama kalinya Vi dibuatkan lemon hangat dari tangan istrinya sendiri. Biasanya pembantunya yang membuatkan. Sirta? Mana mungkin Sirta mau membuatkan minuman hangat untuk Vi? Vi minta tolong ambilkan sesuatu yang berada di dekatnya saja Sirta gak mau?
“Saya pakai madu, Mas. Jadi rasanya lebih mantap,” ucap Ardini.
“Iya ini sangat mantap, Adin. Aku sangat suka.” ucap Vi.
“Syukurlah kalau Mas suka dengan lemon hangan buatan saya,” ucap Ardini.
Ardini tersenyum mendengar Vi menyukai minuman hangat buatnnya. Jelas Ardini tahu cara membuat minuman lemon hangat, karena dirinya pun sering membuatnya untuk dirinya sendiri.
“Aku lanjutin ke dapur lagi ya, Mas?” pamit Ardini.
“Baiklah, silakan. Aku mau menikmati minuman ini dulu,” ucap Vi.
Vi menikmati minumannya sambil melihat Ardini membersihkan ayam, ikan, dan udang sebelum ia simpan ke dalam kulkas. Bi Siti pergi ke depan dengan membawa kantung sampah. Vi mengekori Bi Siti, lalu ia menunggu Bi Siti yang sedang membuang sampah ke luar.
“Bi sini sebentar,” panggil Vi.
“Ada apa, Tuan?” tanya Vi.
“Bibi kangen sama keluarga di rumah, gak?” tanya Vi dengan bisik-bisik.
“Kangen sekali lah, Tuan? Masa enggak?”
“Kalau kangen, bibi bisa pulang, ambil libur seminggu gitu? Aku ingin quality time sama Adin, Bi. Aku gak akan potong gaji bibi, aku akan minta sopir antar bibi pulang, dan ini uang saku bibi selama seminggu pulang.”
Bi Siti terperanjat dengan ucapan Tuannya itu. Bisa-bisanya Vi menyuruh pulang untuk liburan seminggu, dan dirinya dikasih uang saku yang entah berapa jumlahnya, karena terlalu banyak lembaran uang warna merah yang Vi berikan pada Bi Siti.
“Hmm ... mau senang-senang sama nyonya, ya? Biar gak keganggu, ya? Ingat lho nyonya hamil muda, Tuan.”
“Kami akan konsultasi dengan dokter nanti siang, saya sudah janjian sama Dokter Obgyn terbaik untuk kami konsultasi, jadi bibi pikirkan alasan untuk pulang, apa karena ada urusan keluarga yang mendadak, asal alasannya jangan ada keluarga yang sakit, ucapan adalah doa, Bi. Mending bibi alasannya ada acara mendadak, misal keponakan tunangan, atau bagaimana pintar-pintarnya bibi cari alasan sama Adin,” tutur Vi.
“Tuan ini, mentang-mentang pengantin baru belum bisa ngapa-ngapain, ada bibi di sini saja takut keganggu?” ucap Bi Siti dengan senyum-senyum.
“Bi aku minta tolong, ya? Kalau rumahnya gede sih gak apa-apa, kamar bibi kan pasti jauh, nah ini kan dekatan sama kamar aku dan Adini? Meski di belakang?”
“Iya deh Bibi paham. Ya sudah bibi nanti cari alasan, tapi tolong jaga Nyonya Adin ya, Tuan? Jangan sampai kecapekan, kasihan sedang hamil, nanti yang beres-beres siapa, Tuan?”
“Masalah itu bibi gak usah pusing, bibi nikmati saja liburan seminggu, ya?”
Bi Siti mengangguk, ia menuruti ide majikannya itu. Meski dirinya sedikit khawatir takut Ardini kecapekan, Apalagi Ardini sedang hamil. Dan kerjaan rumah pasti Ardini yang mengerjakan.
Vi masuk ke dalam, Bi Siti pun demikian, Bi Siti melancarkan misinya untuk pamit dengan Ardini, kalau dirinya ada kepentingan di rumah, keponakannya ada acara tunangan, kurang lebih satu minggu dirinya akan pulang.
“Lagi apa, Din?” tanya Vi yang tiba-tiba sudah ada di belakang Ardini yang sedang membersihkan ikan.
“Mas ngagetin sekali ih!”
“Masa gitu saja kaget? Itu ikan dalamnya sudah dibuang, kan?”
“Iya sudah. Ini aku cuci lagi, mau masuk ke kulkan, kalau gak di cuci lagi aku kurang sreg, Mas,” ucap Ardini.
“Sini aku bantu?” ucap Vi
“Eh gak usah, aku sudah mau selesai kok?”
“Terus aku bantuin apa?”
“Mas duduk saja deh, aku mau masak dulu,” ucap Ardini.
Vi menurutinya, ia kembali duduk dan melihat istrinya dengan lincah memasak. Tangannya sudah pro sekali, Ardini benar-benar pintar memasak, dan hasilnya selalu memuaskan.
“Aku hari ini gak ke kantor, kita ke dokter kandungan jam sebelas siang, tadi aku sudah bilang sama dokternya,” jelas Vi.
“Lho jadi, Mas?” tanya Ardini.
“Jadi, masa gak jadi? Aku kan belum tahu keadaan anak kamu? Kamu hanya bilang usia kandunganmu sekian? Gak tahu di dalam anak kita gimana, kan? Aku ingin lihat bagaimana keadaan anak kita, juga sekalian cek kesehatan kamu, Din.”
“Baiklah, aku nurut saja, Mas.”
^^^
Sirta merasakan suaminya sangat berbeda dari biasanya. Dia benar-benar tidak mendapatkan kabar Vi dari semalam. Kalau dirinya tidak berkabar lebih dulu, Vi tidak memberikan kabar.
“Kamu ini kenapa sih, Mas? Perkara minta anak saja sampai gini marahnya? Aku gak mau punya anak, Mas! Kenapa gak ngerti-ngerti, sih!” gerutu Sirta dalam hati.
Sirta masih terus menunggu kabar dari Vi. Dari semalam Vi mendiaminya, apalagi saat Sirta pamit akan ke puncak untuk acara ulang tahun temannya, Vi nampak tidak suka.
“Kamu kenapa sih, Ta? Dari bangun tidur sampai siang gini kayaknya suntuk banget mukanya? Kenapa? Jatah uang dari Vi kurang? Atau apa? Sudahlah, kalau kurang nanti kan pulang bisa minta lagi?” ujar Keyla, teman Sirta.
“Huh ....” Sirta membuang napasnya dengan kasar, ia tidak tahu harus bicara atau tidak pada temannya itu perihal apa yang sedang ia rasakan saat ini, dan soal masalah dengan Vi, yang terus membahas soal anak.