Pelabuhan Cinta Triple R

“Kali ini ketiga putraku sendiri yang akan melindungi putrimu. Aku tidak akan pernah mengulang kesalahan yang sama dan aku pastikan kali ini bajingan itu bisa menampakan wajahnya lagi di hadapan Dr. Olivia,” ujar Rayden yang berjanji akan memperbaiki kesalahannya.

“Baiklah, saya terima niat baik anda, Tuan Rayden!” Melihat kesungguhan keluarga Xavier, Eric pun tidak ada pilihan lain selain menerimanya. Apalagi setelah dia pikirkan memang putrinya masih membutuhkan perlindungan super ketat saat ini.

“Ryuga! Rayga dan Regis, mulai sekarang kalian bertiga yang akan bertanggung jawab sepenuhnya atas keamanan dan keselamatan Dr. Olivia. Jadi, pastikan peristiwa seperti ini tidak pernah terulang lagi. Kalian mengerti?” ujar Rayden pada ketiga putranya.

“Siap, Pah! Kami mengerti,” sahut ketiganya serentak.

“Bagus, Papah percayakan Dr. Olivia kepada kalian sementara Papah akan mengurus sisanya.” Rayden percaya bahwa ketiga putranya itu pasti akan melakukan yang terbaik dalam menjalankan tugasnya.

“Iya, Pah! Percayakan saja pada kami,” sahut Ryuga mewakili kedua saudaranya, meski dia sendirian yang ditugaskan untuk menjada Olivia maka mati pun dia rela asalkan sang pujaan hatinya baik-baik saja.

Setelah melakukan pembicaraan tersebut, Lucia pun membawa kedua kembarnya dan Kay kembali ke ruang rawat Shea. Dia harus memeriksa keadaan putrinya sekali lagi sebelum dia bisa mengizinkannya keluar dari rumah sakit yang mungkin akan lebih dulu dari kepulangan Olivia.

Sedangkan Rayden memilih untuk tetap di depan ruang rawat Olivia seraya mencari tahu cara seperti apa yang bajingan kelamin itu lakukan sehingga bisa membunuh anak buahnya dengan mudah. Luca dan Regis pun tidak tinggal diam dan mencoba untuk memeriksa setiap cctv yang lagi-lagi dirusak dengan mudah oleh pelakunya.

...****************...

Sedangkan di dalam ruang rawat Olivia, tampak dua sosok Ibu yang terus berada disamping putrinya. Ya, keduanya adalah Mamah Zhia dan Mamah Aira mereka berdua memutuskan untuk menemani Olivia karena keduanya tahu bahwa yang dibutuhkan Olivia saat ini adalah seseorang yang akan selalu memberikan rasa aman untuknya.

“Kita tidak bisa terus menyembunyikan tentang keadaannya yang sekarang. Semakin berjalannya waktu perutnya akan semakin membesar dan dia akan mengetahui semuanya,” ujar Zhia memulai percakapan di antara mereka.

“Ya, kami juga sedang memikirkan tentang itu. Kami hanya bisa berharap Olivia kuat menghadapi berbagai cobaan hidup yang tengah dialaminya sekarang maupun di masa depan saat dia mengetahui kebenaran tentang kondisinya,” ungkap Aria seraya kembali meneteskan air matanya yang terasa begitu memilukan.

“Anak itu membutuhkan seorang ayah dan Olivia membutuhkan pendamping yang bisa selalu menemaninya dalam menghadapi semua ini,” ujar Zhia yang ragu untuk mengatakan maksudnya yang sebenarnya, “Bagaimana kalau anda menikahkan Olivia dengan salah satu putraku saja?” Akhirnya Zhia mengungkapkan juga tujuannya membahas hal itu.

“Suatu kehormatan untuk kami, terutama Olivia sendiri bisa menjadi menantu dari keluarga Xavier. Namun, putra anda layak mendapat pendamping yang lebih baik dari putri saya yang telah dirusak oleh para bajingan itu. Dia … tidak pantas untuk bersanding dengan salah satu putra anda Nyonya Zhia.” Dengan berderai air mata, Aria menolak secara halus tawaran Zhia dia cukup sadar diri bahwa putrinya kini tidak pantas untuk pria manapun.

“Jangan bicara seperti itu, Nyonya Aria! Justru putraku yang akan merasa sangat beruntung karena mendapat seorang pendampin sebaik dan sekuat putri anda, Olivia! Kami semua tidak mempermasalahkan apa yang telah terjadi pada Olivia, sebaiknya anda sekeluarga pikirkan lebih dulu perkataan saya tadi sebelum anda menolaknya seperti ini,” ujar Zhia yang tidak ingin menyerah untuk menjadikan Olivia sebagai menantunya, apalagi dia menyadari bahwa Ryuga menyukai dokter cantik itu. Sebagai seorang ibu, Zhia tahu apa yang benar-benar anaknya sukai dan mana yang tidak mereka sukai.

“Kenapa anda dan keluarga anda sebaik ini pada putriku? Padahal sudah kai katakan berulang kali bahwa apa yang terjadi pada Olivia bukan sepenuhnya salah kalian—”

“Karena putrimu memang baik, Nyonya Aria! Dia akan menjadi istri yang sempurna untuk putraku nantinya,” potong Zhia yang tidak ingin mendengar Nyonya Aria merendahkan dirinya lagi maupun Olivia.

“Tolong pertimbangkan semuanya secara baik-baik. Kami sekeluarga akan menunggu keputusan dari anda,” imbuh Zhia yang meminta Aria mempertimbangkan permintaannya.

“Hmm, baiklah! Namun, keputusan akhir semuanya ada ditangan Olivia kami tidak akan memaksanya sedikitpun,” ujar Aria yang tidak bisa menjanjikan apapun.

“Tentu, kebahagiaan Olivia memang lebih penting dari apapun,” balas Zhia yang tersenyum lembut pada calon besannya itu.

Tak berselang lama setelah pembicaraan tersebut, pintu ruangan tersebut terbuka dan memperlihatkan kedatangan Ryuga dengan wajah tertunduk nya. Zhia dan Aira pun tersenyum manis menyambut kedatangannya dan mempersilahkan Ryuga duduk di samping Mamah Zhia.

“Ada apa, Sayang? Apakah Papahmu tidak berhasil menangkap pelakunya?” tebak Zhia yang sangat mengerti putranya.

“Maafkan aku! Karena aku yang meninggalkannya begitu saja, jadi bajingan itu bisa masuk ke dalam ruangan ini lagi dan menyakiti Dr. Olivia lagi,” ucap Ryuga dengan wajah penuh penyesalan dan perasaan bersalah.

“Sudahlah, tidak ada gunanya juga saling menyalahkan sekarang. Semua yang sudah terjadi biarlah terjadi,” ujar Mamah Aria yang tersenyum lembut pada Ryuga.

“Bagaimana keadaannya sekarang? Meski aku sudah mendengar semuanya dari Kak Lucia, tapi aku ingin melihat kondisinya secara langsung. Maaf, jika aku terkesan tidak tahu malu,” ucap Ryuga lagi yang diam-diam mencuri pandang pada sosok sang pujaan hati yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“Tidak apa-apa! Olivia baru bisa tenang setelah Oliver menyuntikkan obat penenang, mungkin kondisi mentalnya akan kembali seperti sebelumnya atau mungkin bisa lebih parah karena mengingat sekarang ….” Mamah Aria tak sanggup melanjutkan ucapannya, sudah pasti akan sangat menyakitkan bagi Olivia saat mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung anak dari para bajingan yang melecehkannya.

“Tidak perlu dilanjutkan, aku sudah mengerti apa yang ingin anda sampaikan! Namun, bolehkah aku memegang tangannya,” ujar Ryuga yang meminta ijin lebih dulu.

Sontak Mamah Aria pun dibuat tercengang dengan pemintaan Ryuga, tapi setelahnya dia melihat Zhia yang berusaha memberikan isyarat agar dirinya memberikan ijin.

“Tentu saja boleh,” jawab Mamah Aria setelah mengerti isyarat yang Zhia berikan kepadanya.

Dengan sangat perlahan dan begitu hati-hati layaknya dia akan menyentuh sebuah berlian, Ryuga mulai mengulurkan tangannya menggenggam tangan cantik Olivia. Seketika perasaan bersalah dan penyesalan itu datang melanda hati serta pikirannya, ketika tangan rapuh itu berada dalam genggamannya.

Air mata turun begitu saja tanpa bisa Ryuga kendalikan, bahkan tanpa peduli keberadaan Mamah Zhia maupun Mamah Aria, Ryuga tetap menangis sesenggukan sambil menggenggam erat tangan Olivia.

Bersambung, ....