NovelToon NovelToon
Di Balik Layar HP

Di Balik Layar HP

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Iqbal Maulana

Dimas Ardiansyah, seorang pria dari desa yang merantau ke Kota Malang untuk bekerja. Ia bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota tersebut. Namun, ia harus menyadari bahwa bekerja di perusahaan ternama memiliki tekanan yang jauh berbeda.
Ketika ia merenungi semua masalah dan melampiaskannya ke hp hingga senja tiba. Dimas yang akhirnya pulang ke kos tak sengaja bertemu seorang gadis yang sangat menawan hingga beban pada pekerjaannya hilang sejenak setelah melihat gadis tersebut.
Apa yang akan dilakukan oleh Dimas setelah ia bertemu dengan gadis itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqbal Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dukungan

Hari itu, Maya merasa stres berat. Tugas-tugas kuliah seakan datang tanpa henti, menumpuk satu per satu hingga membuat kepalanya pusing. Di kamarnya, Maya duduk di depan meja belajar yang berantakan dengan buku-buku dan catatan. "Kenapa sih tugas nggak pernah habis?" gumamnya kesal sambil memijat pelipisnya.Ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk dari Dimas. Dimas: "Sayaaaaanngggkuuu cintaaaakuuu Kamu lagi apa?" Maya: "Lagi pusing sama tugas. Rasanya nggak habis-habis." Dimas: "Kalo gitu, gimana kalau kita ngerjain bareng di kafe tempat biasa? Biar nggak terlalu stres." Maya tersenyum tipis membaca pesan itu. Dimas selalu tahu cara membuatnya merasa lebih baik. Maya: "Oke, Booosss. Aku siap-siap dulu."

Setelah merapikan barang-barangnya, Maya bergegas menuju kafe yang sering mereka datangi. Sesampainya di sana, Dimas sudah menunggu di sudut ruangan dengan senyum hangat di wajahnya. Dia sudah memesan minuman favorit mereka. “Sayang. Sini duduk," panggil Dimas sambil menarik kursi untuk Maya. "Thanks, Sayang," balas Maya sambil duduk dan menaruh tasnya. "Aduh, tugas-tugas ini beneran bikin pusing." Dimas mengangguk sambil menyerahkan secangkir kopi pada Maya. "Aku ngerti. Makanya, kita kerjain bareng aja. Siapa tahu bisa lebih ringan." Maya menghela napas. "Iya, semoga aja. Tapi masalahnya, Intan lagi-lagi nggak ngerjain bagiannya. Aku kesel banget."

Dimas menatap Maya dengan penuh perhatian. "Intan lagi? Kenapa dia selalu begitu?" Maya mengangkat bahu, frustrasi. "Entahlah, dia selalu aja alasan. Kadang sakit, kadang ada urusan keluarga, pokoknya selalu ada aja." Dimas mengerutkan kening. "Itu nggak adil buat kamu. Kamu jadi harus ngerjain semua sendiri." Maya mengangguk. "Iya, padahal tugas ini kan tugas kelompok. Tapi ujung-ujungnya aku yang ngerjain sendiri." Dimas menghela napas panjang. "Aku ngerti kamu kesel, Sayang. Tapi sekarang, fokus aja dulu sama tugas yang ada di depan kita. Aku bantu semampuku, ya."

Maya tersenyum lelah. "Makasih, Sayang. Aku bener-bener butuh bantuan kamu." Mereka mulai membuka laptop dan buku catatan, memulai pekerjaan yang tampak seperti gunung. Sambil mengetik dan berdiskusi, Maya merasa sedikit demi sedikit bebannya mulai berkurang. Di sela-sela mereka bekerja, Dimas berusaha membuat suasana lebih santai dengan candaan kecil. "Eh, kamu tahu nggak? Kalau tugas ini bisa selesai dengan sendirinya, aku mau tuker jiwa sama laptop ini," katanya sambil tertawa. Maya tertawa kecil, merasa sedikit lebih ringan. "Aku juga mau kalo bisa gitu. Tapi sayangnya kita nggak hidup di dunia sihir."

Dimas mengedipkan mata. "Tapi kita bisa ngerjain ini bareng, itu udah cukup sihir buat aku." Waktu berlalu, dan akhirnya mereka menyelesaikan sebagian besar tugas. Maya merasa lebih lega meski masih ada beberapa hal yang harus dibereskan. "Makasih banget, Ayang aku. Aku nggak tahu gimana jadinya kalau kamu nggak bantu," kata Maya sambil menutup laptopnya. Dimas tersenyum. "Apa pun buat kamu, Sayang. Aku senang bisa bantu." Maya menatap Dimas dengan penuh kasih. "Aku beruntung punya kamu." "Dan aku beruntung punya kamu juga," balas Dimas sambil meraih tangan Maya dan menggenggamnya erat.

Setelah itu, mereka berdua memutuskan untuk istirahat sejenak dan menikmati minuman mereka sambil ngobrol tentang hal-hal ringan. Maya merasa lebih baik, berkat dukungan dari Dimas. Beberapa hari kemudian, Maya kembali ke kampus dengan perasaan yang lebih tenang. Namun, masalah dengan Intan belum selesai. Tugas kelompok berikutnya sudah diberikan, dan Intan lagi-lagi menghilang saat mereka perlu mengerjakannya. Saat Maya sedang duduk di kantin kampus, Intan tiba-tiba datang menghampirinya. "Maya, maaf ya. Aku bener-bener lagi banyak urusan keluarga," kata Intan dengan wajah penuh penyesalan.

Maya menatap Intan dengan tatapan lelah. "Tan, aku ngerti kamu punya urusan sendiri, tapi ini udah sering banget. Aku nggak bisa terus-terusan ngerjain tugas sendirian." Intan terdiam, terlihat bingung mencari kata-kata. "Aku... aku ngerti, Ma. Maaf banget." Maya menghela napas panjang. "Aku nggak bisa terus-terusan kayak gini, Tan. Kamu harus lebih bertanggung jawab. Ini kan tugas kelompok, bukan tugas pribadi." Intan menunduk. "Iya, kamu bener. Aku janji akan lebih berusaha buat tugas selanjutnya." Maya hanya bisa berharap Intan benar-benar menepati janjinya kali ini.

Di sisi lain, Dimas terus memberikan dukungan pada Maya. Setiap kali Maya merasa kewalahan dengan tugas-tugasnya, Dimas selalu ada di sampingnya, siap membantu dan memberikan semangat. Suatu malam, Dimas mengajak Maya untuk makan malam di sebuah restoran kecil yang nyaman. Mereka duduk di sudut ruangan, menikmati suasana yang tenang dan makanan yang lezat. "Maya, kamu tahu kan aku selalu ada buat kamu?" tanya Dimas tiba-tiba. Maya menatap Dimas dengan penuh kasih. "Iya, Mas. Aku tahu. Makasih udah selalu dukung aku." Dimas tersenyum. "Aku senang bisa bantu kamu. Aku cuma mau kamu tahu kalau kamu nggak sendirian."

Maya merasa hatinya hangat mendengar kata-kata Dimas. "Aku beruntung punya kamu, Sayang. Kamu selalu bikin aku merasa lebih baik." "Dan aku juga beruntung punya kamu, Sayang. Kamu adalah bagian penting dalam hidupku," balas Dimas dengan tulus. Mereka berdua menikmati malam itu dengan penuh kebahagiaan, merasa bahwa segala masalah bisa diatasi selama mereka bersama.

Hari-hari berlalu, dan Maya terus berusaha menyelesaikan tugas-tugasnya. Meski masih ada tantangan dengan Intan, Maya merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapinya. Dimas selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan dan semangat yang tak pernah surut. Suatu sore, setelah selesai kuliah, Maya dan Dimas duduk di taman kampus. Mereka berbincang tentang banyak hal, mulai dari masa depan hingga rencana liburan. "Maya, aku punya ide," kata Dimas tiba-tiba. "Apa tuh?" tanya Maya penasaran. "Gimana kalau kita ambil liburan singkat setelah semua tugas ini selesai? Kita bisa pergi ke pantai atau gunung, refreshing sejenak," usul Dimas. Maya tersenyum lebar. "Wah, itu ide bagus. Aku suka banget. Pasti bakal seru."

Dimas mengangguk. "Iya, aku pikir kita butuh waktu untuk diri sendiri, jauh dari segala kesibukan ini." Maya merasa semangatnya kembali berkobar mendengar rencana Dimas. "Aku nggak sabar nunggu hari itu." Mereka berdua berencana untuk merencanakan liburan singkat mereka setelah semua tugas selesai. Maya merasa lebih bersemangat menyelesaikan tugas-tugasnya, dengan bayangan liburan yang menyenangkan di depan mata.

Setelah beberapa minggu penuh kesibukan dan tekanan, Maya akhirnya berhasil menyelesaikan semua tugas kuliahnya. Dia merasa lega dan sangat bersemangat menantikan liburan singkat yang direncanakan bersama Dimas. Namun, sebelum mereka pergi, Dimas punya rencana lain yang ingin dia sampaikan kepada Maya. Suatu malam, setelah makan malam bersama di sebuah kafe kecil, Dimas menatap Maya dengan penuh perhatian. Maya yang menyadari tatapan Dimas pun bertanya, "Kenapa, Sayang? Ada yang mau kamu omongin?" Dimas mengangguk perlahan. "Iya, Sayang. Ada sesuatu yang pengen aku ajak kamu lakukan sebelum kita liburan."

Maya mengerutkan kening, penasaran. "Apa tuh?" Dimas tersenyum lembut. "Aku mau ajak kamu ke rumahku, kenalan sama Ibu. Aku pengen Ibu kenal sama kamu, lihat orang yang selalu ada buat aku dan aku sayang." Maya terdiam sejenak, merasa gugup sekaligus senang. "Beneran? Kamu yakin?" Dimas mengangguk mantap. "Iya, Sayang. Aku udah ngomong sama Ibu tentang kamu, dan dia pengen banget ketemu. Aku pikir ini waktu yang tepat."

Maya tersenyum, merasa hatinya hangat. "Oke, Ayang. Aku juga pengen kenalan sama Ibu kamu. Semoga dia suka sama aku." Dimas meraih tangan Maya dan menggenggamnya erat. "Aku yakin Ibu bakal suka sama kamu. Kamu orang yang spesial buat aku." Mereka berdua merasa semakin dekat setelah percakapan itu. Hari berikutnya, mereka berangkat menuju rumah Dimas. Selama perjalanan, Maya merasa campur aduk antara gugup dan senang. Dimas terus berusaha menenangkan Maya dengan candaannya. "Santai aja, Sayang. Ibu orangnya ramah kok," kata Dimas sambil mengemudi.

Maya tertawa kecil. "Iya, Aaayyyaaanngg. Aku cuma pengen kasih kesan pertama yang baik." Sesampainya di rumah Dimas, mereka disambut oleh ibunya yang berdiri di pintu dengan senyum hangat. "Selamat datang, Maya. Akhirnya kita bisa ketemu juga," sapa Ibu Siti sambil memeluk Maya. "Terima kasih, Bu. Senang bisa ketemu Ibu," balas Maya dengan sopan. Mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Ibu Siti menyajikan teh hangat dan kue-kue untuk mereka. Percakapan pun mengalir dengan lancar, membuat Maya merasa lebih nyaman. "Jadi, Maya, Dimas sering cerita tentang kamu. Kamu kelihatannya anak yang baik dan pintar," kata Ibu Siti sambil tersenyum.

Maya tersipu malu. "Terima kasih, Bu. Saya juga sering denger cerita tentang Ibu dari Dimas." Ibu Siti tertawa kecil. "Dimas memang suka cerita. Ibu senang kalian bisa saling mendukung." Maya merasa semakin diterima dan dihargai oleh ibu Dimas. Percakapan mereka berlangsung hangat, membicarakan berbagai hal mulai dari kehidupan sehari-hari hingga rencana masa depan. Setelah beberapa jam, mereka pun pamit untuk kembali. "Terima kasih banyak, Bu, atas sambutannya. Saya senang bisa kenal Ibu," kata Maya. "Sama-sama, Maya. Ibu juga senang bisa kenal kamu. Jaga Dimas baik-baik ya," balas Ibu Siti sambil memeluk Maya lagi.

Dalam perjalanan pulang, Maya merasa sangat bahagia. “Sayang, makasih ya udah ajak aku kenalan sama Ibu. Ibu orangnya baik banget." Dimas tersenyum puas. "Aku senang kamu suka sama Ibu. Dia juga suka sama kamu. Sekarang, kita tinggal nikmati liburan kita." Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Dimas dan Maya berangkat ke destinasi liburan mereka dengan hati yang penuh kebahagiaan.

Mereka memilih sebuah pantai yang tenang untuk berlibur, tempat di mana mereka bisa benar-benar rileks dan menikmati waktu bersama. Di pantai, mereka berjalan-jalan di sepanjang pasir putih, menikmati deburan ombak yang menenangkan. Maya merasa semua tekanan dan stres yang dia rasakan beberapa minggu terakhir perlahan menghilang. Mereka menghabiskan hari-hari mereka dengan berbagai aktivitas menyenangkan, mulai dari bermain air, menikmati makanan laut, hingga duduk di tepi pantai menikmati matahari terbenam.

1
jeju94
hai thor aku udah mampir nih semangat ya buat karya selanjutnya
Iqbal Maulana: oke makasi masih proses yg hembusan angin
total 1 replies
Durahman Kedu
sudah selesai apa masih terus nih.. ceritanya bagus...
Iqbal Maulana: sudah bikin karya kedua judulnya "Hembusan Angin" dengan cover cewek yg diselimuti dedaunan /Grin/
Durahman Kedu: oke.. bikin lagi gan... sukses selalu pokoknya
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!