Bukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah.
Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di rumah mewah membuatnya merasa hampa dan kesepian. Bahkan dia dipekerjakan sebagai pelayan, semua orang memusuhinya, dan membencinya tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Elea selalu diberikan pekerjaan yang berat, juga menggantikan pekerjaan pelayan lain.
"Ini takdirku, aku harus menerimanya, dan aku percaya bahwa suatu saat nanti Ayah bisa menyayangiku." Doa Elea penuh harap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.23
Satu jam perjalanan, kini Elea sudah tiba dimana Bara bekerja. Untuk pertama kalinya dia menginjakan kakinya ke perusahaan milik Bima, dia menatap gedung dengan sepuluh lantai.
Huh!
Entahlah kenapa dadanya begitu sesak sekali, padahal dia baru sampai parkiran.
Saat memasuki lobby, Elea mendapatkan tatapan dari semua karyawan. Mereka berbisik akan kedatangan Elea, saat pernikahan Bara mereka semua diundang. Namun, yang membuatnya terkejut adalah Elea putri dari Bima. Mereka semua bertanya-tanya anak dari perempuan yang mana? Sedangkan Tuan mereka hanya memiliki dua orang anak.
"Selamat siang," sapa Elea pada resepsionis.
"Siang mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan ramah.
"Saya ingin bertemu dengan, Bara. Apa dia ada?"
"Ohh, Tuan Bara. Dia ada di ruangannya, apa perlu saya kabari, terlebih dulu?"
"Ahh, tidak perlu. Saya langsung ke atas saja."
Resepsionis pun mengganggu setelah memberitahu ruangan Bara.
"Ehh, dia istrinya Tuan Bara, kan?" tanya temannya.
"Gak tau aku, pas nikahan kemarin kan gak datang."
"Oh iya lupa," kekehnya.
"Tau gak sih, dia anaknya Tuan Bima dari yang mana sih? Nyonya Mala kan cuma dua anak, apa mungkin..."
"Hus! Jangan menggosip, sudah lebih baik kerja. Nanti dimarahin terus dipecat," selanya, mereka pun kembali fokus bekerja.
Elea naik ke lantai enam, dimana lantai Bara dan juga Bima. Tak membutuhkan waktu lama, Elea sudah tiba di lantai Bara dimana ruangannya hanya ada tiga saja.
"Elea," panggil Bima, dia merasa terkejut karena sang anak datang ke perusahaannya.
"Papa."
"Kamu kesini? Ada apa?" tanya Bima.
"Aku, aku ingin mengantar makan siang buat Papa dan Bara." Elea memperlihatkan kotak makan yang dia bawa.
Ditengah rasa kalut, gundah dan resah, Bima merasakan keharuan yang mendalam. Dia jadi teringat akan mantan istrinya Mina, dimana selalu membawakan makan siang untuknya.
"Ini untuk, Papa?" Bima menerima kotak makan siang tersebut.
"Iya, aku mau makan sama Bara. Papa gak apa kan kalau sendiri?" tanya Elea, dengan cepat Bime menggeleng dia tidak masalah yang penting Elea sudah mulai mau membuka diri untuknya, dengan memberikan perhatian kecil.
"Gak apa-apa, Papa tidak masalah. Papa paham pengantin baru," goda Bima, Elea tersenyum.
"Ya sudah aku keruangan Bara dulu, Pa." Pamit Elea.
"Iya."
Bima memperhatikan Elea yang langsung masuk kedalam, dia senang Elea memberikan perhatian kecil padanya. Membuat Bima semakin yakin untuk membuat Bara dan Elea bersama.
"Maafkan Papa, Tiana." Lirih Bima.
Elea sendiri sudah masuk, setelah Bara mengizinkannya masuk.
"Sayang, kirain siapa. Tumben kesini?" Bara menyongsong Elea, dia membawa Elea kedalam dekapannya.
Padahal baru beberapa jam, dia sudah sangat rindu pada istrinya tersebut.
"Aku cuma antar makan siang buat kamu, Mas."
"Ohh, ayo sini aku kangen." Kata Bara membawa Elea untuk duduk, bukan duduk disofa. Elea duduk di pangkuan Bara.
"Mas, ini di kantor loh!" tegur Elea, karena Bara sudah mulai melakukan pemanasan kecil.
"Memang kenapa? Gak ada yang berani masuk, ke ruanganku." Ujar Bara.
"Tapi..."
"Sudah, kita main sebentar ayo." Bara menarik Elea menuju kamar pribadinya yang berada diruangan tersebut. Karena Bara sering lembur, maka Bima memberikan fasilitas berupa ruangan pribadi di ruangannya.
****
Adrian memutuskan untuk melihat Tiana, entah kebetulan atau apa di ruangan Tiana tidak ada siapa-siapa.
"Kemana Ibunya?" gumam Adrian.
Dia menatap Tiana yang tertidur dengan damai, walau wajahnya pucat. Tapi, wajah Tiana masih memancarkan kecantikannya.
"Apa kamu tidak ingin bangun, Tiana."
"Kamu cantik, masih banyak lelaki yang mau sama kamu. Janganlah kamu terlalu larut dari masa lalu mu!"
"Karena tak semua orang seberuntung kamu, setidaknya berbaik hatilah untuk Ayahmu!"
Bara berbicara dengan tegas, walau Tiana tak mendengar. Tapi di alam bawah sadarnya, Tiana bisa mendengar semuanya.
"Ayolah bangun, Tiana. Apa kamu tidak kasihan pada Ibumu?"
Adrian terus saja berbicara walau tak ada respon dari Tiana, hingga pada akhirnya kalimat yang ingin dia sampaikan keluar juga. Dimana dia ingin mendapatkan Elea.
"Astaga, apa yang aku bicarakan." Gumam Adrian, Adrian merutuki dirinya sendiri yang berbicara sembarangan.
"Lupakan saja Tiana, aku pergi." Pamit Adrian dengan tergesa, ponselnya pun terus saja bergetar tanda panggilan masuk.
"Kak Briana." Gumam Adrian, dia menormalkan perasaannya sebelum mengangkat panggilan sang kakak.
****
Kembali ke ruangan Bara.
Elea dan Bara baru selesai melakukan hubungan suami istri, Bara tak cukup satu kali. Dia selalu berkali-kali dan mengatakan candu pada tubuh Elea.
"Ini udah lewat jam makan siang, Mas." Keluh Elea.
"Tidak apa, aku sudah makan siang tadi." Bara mengedipkan sebelah matanya.
"Ihh, dasar genit. Mas udah ahh jangan genit," omel Elea.
"Aku genit sama kamu, sayang. Lagian siapa yang akan mara, hem?"
"Tidak ada sih," lirih Elea, menyadari posisi Bara memang istimewa bagi Bima.
"Sudah ayo kita makan, aku sudah lapar." Keluh Bara, dia membuka kotak bekal yang lumayan banyak isinya.
"Ayo makan, aku suapi." Tawar Bara.
Elea pun menurut duduk disamping Bara, yang menyuapinya dengan telaten.
"Bara ... Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta, padamu? Sikapmu manis dan penuh perhatian. Aku berharap kamu tak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang aku berikan," gumam Elea dalam hati, lalu menerima suapan dari suaminya. Yang terasa nikmat. Dan Elea tak akan pernah bisa melupakan momen manis tersebut.p
"Sangat romantis."
Bersambung...
Maaf typo