Jodoh Lewat Wasiat

Malam semakin larut, Shireen enggan memejamkan matanya. Pikirannya melanglang buana entah kemana, ucapan Opa Lexy yang akan menjodohkan dirinya dengan pria yang tidak ia kenal. Ini era modern dan bukan jamannya Siti Nurbaya yang harus mau dijodohkan.

Mengapa Opa ingin menjodohkan dirinya? Seolah Shireen tidak laku dan tidak bisa mencari pendamping sendiri. Shireen masih muda, ia masih ingin menikmati masa mudanya sebelum ia menjadi istri orang. Ia masih ingin menikmati hal-hal yang belum pernah ia coba. Jiwa Shireen jiwa penjelajah, ia tidak suka dikekang dan diatur meskipun oleh kedua orang tuanya sendiri.

Shireen menatap kearah luar jendela, suasana di malam hari sangat sepi. Seperti hati Shireen saat ini, sejak kecil ia tinggal bersama Oma dan Opa. Sementara Ayah dan Bunda tinggal di luar negeri dengan kakak lelakinya, Ghavin. Ghavin tumbuh menjadi pria sukses sementara Shireen hingga kini masih saja menjadi mahasiswa abadi.

Itu sebabnya Opa Lexy selalu membandingkan dirinya dengan Ghavin dan Ratu. Ratu sepupunya itu calon dokter, ia memiliki prestasi yang sama dengan kedua orangtuanya.

Vano yang keluar dari kamar hendak mengambil minum, langkahnya terhenti ketika melihat ondel-ondel cerewetnya dalam mode galau. Gadis ini seperti menyimpan banyak kesedihan, namun ia berusaha terlihat kuat didepan semua orang.

Vano mengambil minuman dingin dari lemari es, ia berjalan menghampiri Shireen. Shireen menghela nafas kasar ketika melihat Vano minum sendirian tanpa menawari dirinya.

"Sekarang gue tahu kenapa lo jones sampai sekarang?" tanya Shireen mendelik.

Vano mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Shireen.

"Lo itu enggak peka, ada cewek cantik di sini duduk sendirian. Tawarin minum kek, kasih minum kek!" protes Shireen mendengus sebal.

"Kan lo bisa ambil sendiri, manja banget pengen gue ambilin" sahut Vano lalu kembali meminum minumannya.

Shireen pun kembali menatap kearah jendela luar sembari mengerucutkan bibirnya.

"Lo kabur dari rumah ya?" tanya Vano selidik.

Shireen menoleh kearah Vano, manik matanya membulat.

"Lo cenayang kah? Atau emang kita punya ikatan batin yang kuat?" tanya Shireen mulai lebay.

Vano menoyor kepala Shireen, membuat Shireen bibir Shireen kembali mengerucut.

"Udah kebaca, bocil modelan kayak lo ini pembangkang. Kalau enggak diusir ya kabur!" timpal Vano.

"Opa mau jodohin gue sama cucu keluarga McKenzie, meskipun ganteng dan banyak duit tapi gue enggak mau. Kedepannya gue akan kembali menjadi boneka mereka, dan gue enggak mau itu terjadi" jawab Shireen tanpa sadar meminum minuman Vano.

Vano yang hendak protes ia urungkan ketika melihat manik mata yang saat ini sedang menahan tangis. Ia memang terlihat kuat dari luar tapi sebenarnya ia sangat rapuh.

"Terkadang gue ngerasa kayak cucu tiri yang selalu dibandingkan sama Ghavin dan Ratu. Apalagi Ratu yang menyebalkan, emak bapak dokter dia juga dokter. Gue berharap dia nikah sama copet biar tuh copet nanti dia bedah!" cerocos Shireen.

"Lo tuh kalau ngomong ya, suka asal aja" tukas Vano.

Shireen menatap wajah tampan Vano lekat-lekat membuat Vano bergidik ngeri.

"Nikah, yuk! Gue enggak apa-apa kok, enggak dinafkahi juga, dinikahi aja udah cukup" celetuk Shireen membuat Vano menggelengkan kepalanya.

"Lo ngajak nikah kayak ngajak beli cilok, gampang banget! Nikah itu enggak semudah yang lo bayangin Sirine" sewot Vano.

"Gampanglah, tinggal ke KUA abis itu kita sah-sah aja mau ngapain juga."

Vano memutar kedua bola matanya malas, ia lebih baik merebahkan tubuhnya di dalam kamar daripada meladeni Shireen yang semakin melantur.

Shireen merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah, Vano sudah menawarkan untuk tidur di dalam kamar tamu namun Shireen lebih memilih di atas sofa. Shireen menatap keatas langit-langit ruangan, ia merindukan seseorang yang selalu ada untuknya. Siapa lagi kalau bukan kakak tercintanya, Ghavin.

Andai Ghavin tahu ia akan dijodohkan, kakaknya itu pasti tidak setuju. Shireen bangkit dari tidurnya, ia memakai jaket kulit dan sepatu bootsnya. Hanya dengan balapan dapat membuat suasana hatinya membaik, ia keluar dari apartemen Vano.

Shireen berjalan menuju tempat dimana motor sport Vano berada, ia sengaja mengambil kunci motor tersebut. Shireen melihat kunci yang sekarang ada di dalam genggaman tangannya, ia tersenyum menyeringai.

"Pinjem sebentar ya, Abang pacar" gumam Shireen lalu memakai helm fullface milik Vano.

Beberapa detik kemudian, Shireen sudah melajulan kendaraan itu meninggalkan area apartemen. Bulir bening menetes begitu saja membasahi kedua pipinya. Shireen hanya ingin dimengerti, tapi tidak ada satupun yang mengerti dirinya. Ia tidak mencintai Alvaro, ia tidak mau menjadi boneka keluarga mereka.

Vano mencoba memejamkan matanya, namun rasanya sangat sulit. Ia kembali keluar dari kamarnya, ia tidak mendapati Shireen di ruang tamu.

Vano berpikir mungkin Shireen sudah tidur di dalam kamar tamu. Namun, ketika melihat kunci motor sportnya tidak ada Vano berdecak sebal. Ia mengambil jaketnya dan mengambil kuncil mobil. Vano berjalan keluar apartemen, ia paling tidak suka ada seseorang yang berani menyentuh motor kesayangannya.

Sementara itu Shireen saat ini sudah berada di arena balap. Saat ini ia akan melawan ketua geng motor Eagle, Shireen tersenyum menyeringai menantang Elang sang ketua.

"Kalau gue menang, lo harus jadi pacar gue?" ucap Elang kepada Shireen.

Shireen membalikkan ibu jarinya kepada Elang, seolah ia meremehkan pria itu.

"Ogah!"

Tak lama kemudian kedua motor itu pun melaju dengan kecepatan tinggi. Baik Elang maupun Shireen tidak ada yang mau mengalah, keduanya sama kuat. Vano yang baru saja datang, menyaksikan pertandingan mereka.

"Gadis itu benar-benar menyebalkan!" gumam Vano.

Tiba-tiba saja Vano melihat Elang bermain curang, pria itu sengaja menendang motor sport yang dikendarai oleh Shireen. Membuat motor itu menjadi oleng, Shireen mencoba bertahan agar ia tidak terjatuh. Namun, sayang nasib baik tidak selalu datang untuknya. Shireen terjatuh, ia meringis kesakitan sambil memegang lututnya.

Shireen semakin terkejut ketika Elang melajukan kendaraannya hendak menabrak Shireen, Shireen menutup matanya saat melihat kendaraan beroda dua itu melaju dengan kecepatan tinggi menuju dirinya.

Namun, ia tidak merasakan apapun. Shireen mendongak, ia terkejut ketika Vano sudah berada di depannya sambil menaiki motor sport entah milik siapa.

Saat itu Shireen merasa Vano adalah pangeran berkuda putih yang Tuhan kirimkan untuknya. Jantungnya berdetak kencang ketika melihat pria tampan itu menolongnya lagi dan lagi.

Vano menatap tajam wajah Elang, keduanya seperti musuh yang sudah lama bertemu kembali.

"Welcome back Vano, apa yang buat lo balik lagi ke jalanan? Apa karena Shie? Wow! Lo suka sama gadis sombong ini?" berbagai pertanyaan dilontarkan oleh Elang.

Vano tidak menjawab pertanyaan Elang, ia membantu Shireen bangkit lalu pergi meninggalkan Elang.