NovelToon NovelToon
Kontrak Jiwa Putri Palsu Duke

Kontrak Jiwa Putri Palsu Duke

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Anak Genius / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Akademi Sihir / Fantasi Wanita
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Celine Alexandra

Thalia La Sheridan adalah seorang putri dari Keluarga Duke Sheridan.

Alih-alih hidup dengan sendok berlian di mulutnya, hidupnya justru lebih buruk dari anjing jalanan sekalipun.

Akan tetapi...ada yang tidak biasa....



Dewi Alianora adalah seorang Dewi Perang haus darah yang dikutuk Surga.

Darah kering dan tangisan meronta-ronta selalu membasahi setiap jalan yang dilaluinya.

Akan tetapi...pada suatu saat, masa kejayaan yang berdarah itu harus pudar, dan Dewi Alianora pun jatuh tertidur dalam dunia bawah untuk selamanya...



Seribu tahun kemudian takdir keduanya akan bertemu. Apa yang akan terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celine Alexandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 23 : Tiamat's Golden Tear

Semakin siang, suasana jalanan menjadi semakin ramai, khususnya di jalan tempat para pedagang kaki lima berkumpul. Di salah satu stan di pinggir jalan, kerumunan bak hutan rimba berjejer mengelilingi. Setiap pejalan kaki yang penasaran tidak bisa untuk tidak singgah dan melihat apa yang tengah terjadi.

Terkejutnya mereka ketika mendapati di tengah-tengah keramaian itu, seorang pedagang gendut sedang adu pandang dengan seorang gadis kecil yang tidak lebih besar dari pahanya. Sorot mata sang pedagang yang hampir membentuk satu garis itu menyala dengan amarah, tapi disisi lain gadis kecil itu nampak tenang dan rasa percaya diri dapat terlihat pada kedua mata bak kristal miliknya.

Disamping mereka juga berdiri seorang prajurit dan anak kecil yang sama-sama menggunakan jubah, sama-sama menonton dengan ekspresi serius.

"Apa kau bilang?!"

Suara amukan si pedagang menggema di tengah kerumunan, membuat para pedagang lain disebelahnya melayangkan pandangan ingin tahu.

"Aku hanya bilang kalau benda milik paman yang ini," Alianora menunjuk kotak logam pada telapak tangan berisi milik pedagang itu, "bukan barang asli dan aku bisa membuktikannya."

Semua khalayak kembali terkesiap dengan ekspresi curiga pada wajah mereka.

Alianora melipat kedua tangannya didepan dada sambil menengadah ke arahnya tanpa rasa takut.

Pedagang itu menggertakkan giginya, "Nona kecil, kau sebaiknya jangan omong sembarang. Jika kau mencemarkan nama baikku seperti ini, biarpun kau anak kecil, aku tidak akan tinggal diam!"

"Mencemarkan?" Alianora memiringkan kepalanya, "aku hanya ingin mencegah...tuan ini untuk membeli barang palsu dengan harga mahal, apa itu salah?" jawab Alianora sambil menunjuk ke arah anak bertudung yang sedang menatapnya sambil menganga kecil.

Ketika melihat sepasang manik biru perak yang cemerlang tertuju padanya, tuan muda itu seperti baru tersadar dan segera menutup mulutnya sebelum berpaling namun setelah itu dia tersadar kalau dia sedang menggunakan tudung, tidak ada yang dapat melihat wajah kemerahannya. Jadi, perlahan dan sangat natural, dia berpaling kembali, berdeham sebentar, lalu menatap Alianora dengan kerutan pada keningnya, jelas menunjukan kekesalannya karena diganggu oleh bocah tengil tak diundang.

"Siapa kau," ujarnya dengan tidak sabaran, "memangnya kau tahu apa tentang Tiamat's Golden Tear?"

Alianora menelaah sosok bocah laki-laki didepannya dengan seksama dari atas ke bawah, kemudian dia tersenyum tipis, "Aku hanya kebetulan lewat disini, bukan siapa-siapa, tapi aku berani bertaruh pengetahuanku tentang benda ini tidak kalah lengkap."

"Huh, kau bahkan tidak berasal dari keluarga bangsawan, dan kau berani berkata hal-hal konyol begitu? Sudahlah, lebih baik anak kecil sepertimu main di tempat lain saja. Aku sedang buru-buru dan tidak punya waktu untuk menonton permainanmu."

Tuan muda itu mengibaskan tangannya kepada Alianora dengan malas dan tidak tertarik sama sekali. Kalau wajahnya saat itu tidak tertutupi kerudung, Alianora mungkin bisa melihat dia memutar bola matanya.

Membayangkan ini, apalagi ditambah dengan sebutan 'anak kecil' yang masih terngiang-ngiang di telinganya seperti nyamuk, pembuluh darah Alianora berkedut membentuk perempatan kecil yang jelas terlihat di pelipisnya.

Kau yang anak kecil! Keluargamu semua anak kecil, dasar bocah ingusan!

"Kakak juga berpikir kalau ini bukan barang asli bukan?"

Tuan muda yang masih termenung itu, mengangkat kepala untuk berhadapan dengan senyuman formal Alianora.

Kedua alis pedangnya kembali tertaut, dan dia menyahut dengan ketus, "Apa kau bilang?"

"Aku bilang tidak ada salahnya kan kalau Anda mendengarkanku dulu. Siapa tahu omonganku benar, dan Anda tidak akan rugi lima juta sol!"

Setelah mengatakan itu, Alianora melihat tuan muda itu terdiam sejenak dengan kepala agak menunduk. Mulutnya terbuka dan tertutup, sedang tangan kanannya tidak berhenti memencet-mencet dagunya. Meski wajahnya tidak kelihatan tapi dapat dilihat dengan jelas kalau dia sedang goyah oleh omongan Alianora.

Alianora menyipitkan matanya, senyumnya tanpa sadar melebar. Entah anak ini mempunyai intuisi yang setajam Alianora atau tidak, yang jelas dia sama sekali tidak percaya dengan pedagang gembul bau ketek ini, tapi tidak ada orang yang bisa meyakinkan dia dengan bukti-bukti konkret. Lalu tiba-tiba Alianora datang dan mengatakan kalau dia bisa membuktikan bahwa firasatnya benar, dia pasti akan tergoda untuk mendengar Alianora.

Sekarang kalau sudah begini, tinggal butuh satu dorongan lagi.

"Kalau tidak mau dengar, tidak masalah. Aku akan pergi dan melihat yang lain-"

Mata Alianora melebar, pandangannya perlahan tertuju pada sumber kehangatan yang dia rasakan pada area lengannya, dan mendapati sebuah telapak tangan yang agak lebih besar darinya sudah bertengger disana.

Sedangkan, tuan muda itu juga tidak kalah terkejutnya. Dia sempat berpikir keras tentang perkataan Alianora, dan memang benar dia sangat amat meragukan pedagang gendut ini. Setelah menimbang-nimbang dan menyadari kalau kehilangan uang lima juta sol sepertinya lebih rugi ketimbang membuang waktu mendengarkan ocehan omong kosong dari seorang anak kecil, dia akhirnya berpikir untuk menerima tawaran Alianora saja. Lagi pula dia sedikit penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh anak perempuan yang lebih kecil darinya ini.

Tetapi, ketika dia mendengar Alianora berkata kalau dia ingin pergi, sontak dia menengadahkan kepala dengan cepat untuk menatap sosok berambut perak didepannya, dan sebelum dia bisa berpikir dia mendapati dirinya sudah menggapai lengan dari gadis kecil itu, menggenggamnya dengan erat.

"Tunngu," pandangannya terpaku pada sepasang mata biru perak seperti permata yang melebar didepannya, sesaat dia tidak tahu apa yang akan dia katakan. "Kau, kau yakin kalau Tiamat's Golden Tear ini palsu?"

Didepannya, Alianora sempat terdiam, sebelum membalas pertanyaan tuan muda itu dengan senyuman hangat. "Tentu saja, aku bisa membuktikannya."

Tuan muda itu mengangguk, tapi belum melepaskan genggamannya pada lengan Alianora. Dibelakangnya, pria bertubuh tegap berseragam pengawal itu membungkuk dan berbisik pada tuan mudanya, suaranya terdengar khawatir, "Tuan muda?"

"Aku tahu," ujar tuan muda itu tanpa berpaling, "coba kita dengar dulu pendapat anak kecil ini."

Alis Alianora berkedut, ujung bibirnya berkedut seakan menahan diri agar tidak menjitak kepala bocah tidak tahu diri ini.

"Tenang saja, aku tidak akan membiarkan kakak 'Tuan Muda' sampai tertipu oleh paman pedagang ini."

Tuan muda itu terdiam memandangi wajah Alianora yang terlihat berseri diterpa cahaya matahari. Dalam benaknya kalimat Alianora terus berputar, terutama ketika dia memanggilnya kakak 'Tuan Muda'.

Di rumah, tidak ada yang memanggilnya 'kakak', tapi gadis kecil yang kelihatan lebih muda sedikit darinya...memanggilnya kakak.

Kakak.

Kakak laki-laki.

.

.

.

.

Itu kedengarannya bagus juga.

Disampingnya, Alianora yang jelas tidak tahu apa yang terjadi dalam kepala tuan muda di sampingnya, tak henti-hentinya memberikan tatapan provokasi pada pedagang itu. Dia menunggu sampai pedagang itu kehilangan kesabaran sebelum beraksi. Membayangkan uang tiga juta sol bersih yang sebentar lagi jatuh ke tangannya membuat dia tanpa sengaja menjilati bibirnya.

Sedangkan pedagang yang melihat kantong uangnya hendak diambil orang, segera menghampiri pelanggannya dengan menyunggingkan senyuman paksa. "Ekhem, tuan muda. Kenapa Anda harus mempercayai omongan seorang bocah yang tidak jelas ini? Memang dia tahu apa soal harta karun dunia?"

Alianora memutar bola matanya, terlihat tidak tersinggung sama sekali. "Kalau begitu paman terima saja tantanganku, sejak aku memang seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Kenapa harus menolakku? Atau jangan-jangan...paman takut?"

Kesabaran pedagang yang sudah setipis rambut itu akhirnya putus ketika melihat senyuman mengejek Alianora. Dari awal, dia sudah tidak senang dengan gadis kecil sok pintar ini. Entah itu hanya bualan belaka atau tidak, gadis kecil ini tahu kalau inti kehidupan ini bukanlah Tiamat's Golden Tear asli, dan itu bukan hal bagus. Dia berpikir kalau dia menggertak sedikit, anak itu pasti akan takut dan tidak berani main-main lagi. Akan tetapi, bukannya berhenti, bocah gembel itu malah membuat kantong emasnya pergi!

Setelah itu dia masih berani menantangnya?

Bocah gelandangan yang tidak tahu sopan-santun ini, berani-beraninya!

"Bocah! Kau sudah membuatku emosi!"

Pedagang itu memelototi Alianora dengan tajam, dan wajahnya berubah bengis dan rona kemerahan mengalir dari wajahnya sampai ke tangan gembulnya yang saat ini mencengkeram kerah jubah Alianora.

Orang-orang sekitar sontak berteriak panik dan langsung mencoba menenangkan situasi, tapi tidak satu pun dari mereka yang maju untuk menolong seorang anak kecil yang hampir tercekik oleh pria yang empat kali lipat ukuran tubuhnya.

Alianora hanya mendengar pekikan kecil 'non-' yang tentu saja berasal dari Mary. Ketika Alianora menjumpai kepala Mary di antara banyak orang, pelayan pribadinya itu hendak mendorong tubuhnya keluar sambil menatap lurus kearahnya dengan khawatir. Dari titik yang tidak bisa terlihat oleh si pedagang, Alianora melambaikan tangannya perlahan, mengisyaratkan agar Mary tetap ditempat.

Mary yang mengerti maksud nonanya, mau tidak mau berhenti dengan patuh dan berharap semoga nonanya tidak kenapa-kenapa.

"Hei, apa yang kau lakukan?! Cepat turunkan dia!"

Tuan muda itu menyaksikan tubuh Alianora yang terangkat dengan panik, lalu menoleh pada si pedagang dengan berang.

Akan tetapi, bukannya menurunkan Alianora, dia malah menoleh pada calon pembeli mudanya itu sambil melotot, "tuan muda, saya tidak tahu dari mana munculnya anak gembel yang bicara omong kosong ini. Biarkan saya menyingkirknannya dulu, setelah itu baru kita bicarakan kelanjutannya."

"Haha," Alianora tertawa kecil, "kakak, kau lihat sendiri kan? Paman pedagang ini takut menerima tantanganku. Apakah itu berarti dugaanku benar? Dia takut kebohongannya terungkap, makanya dia ingin menyingkirkanku. Apa kakak 'Tuan Muda' masih ingin percaya padanya?"

"KAU!"

"Hentikan!"

Wajah dari balik tudung itu memandangi pedagang itu lurus-lurus.

"Turunkan dia sekarang juga. Aku ingin dengar bagaimana dia bisa menebak kalau benda ini palsu."

Pedagang itu berdecak, "Tuan muda, Anda-"

"Rigel."

Pria berjubah dengan tubuh tegap dan jangkung di belakang menunduk pada tuan mudanya sebelum menghunuskan pedagangnya. Bilah pedang yang runcing berada tepat didepan leher berbinyak milik si pedagang yang sudah berkeringat dingin.

"Apa kau tidak mendengar perintah tuan muda? Cepat turunkan anak itu."

Pedagang itu seketika mengangguk dengan cepat sambil sesekali menilik ke arah bilah pedang yang masih diam didepan urat nadinya.

Perlahan dia menurunkan Alianora.

Alianora merapikan bagian kerah jubahnya yang kusut dengan tenang sama sekali tidak terlihat tanda-tanda habis disandera, lalu membungkuk hormat. "Terima kasih kakak 'Tuan Muda' karena sudah menolong saya."

Menyaksikan untaian demi untaian benang perak berkilauan jatuh seperti air terjun, tuan muda itu memalingkan pandangannya. "Ehem, katakan bagaimana kau bisa tahu kalau Tiamat's Golden Tear ini palsu."

"Tentu saja aku akan membuktikannya tapi sebelum itu, aku ingin paman pedagang ini menyetujui syaratku dulu. Jika aku berhasil membuktikan kalau ini bukan inti kehidupan Tiamat asli, maka dia harus membayarku lima juta sol."

Pedagang itu mengelak, "Hmph! Siapa yang akan setuju dengan syarat bodoh itu-"

"Kalau kau menolak, maka aku akan membawamu sekarang juga dihadapan biro keamanan, atas tuduhan penipuan, perdagangan tanpa izin, dan penganiayaan anak."

Mendengar suara mengancam dari tuan muda didepannya, pedagang itu tidak berani menolak.

Dia menggertakan giginya dengan kesal sebelum berbalik pada Alianora, "Baiklah, aku terima tantanganmu. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan, jika kau nyatanya tidak berhasil membuktikan kalau inti kehidupanku ini palsu, maka kau akan ku jual ke tempat lelang sebagai budak. Bagaimana?"

Pedagang itu mengira akan melihat ekspresi ketakutan dan kengerian, tapi gadis kecil itu masih menatapnya dengan senyum tenang. Kepercayaan dirinya sama sekali tidak pudar.

"Oke."

**********

"Pertama-tama aku ingin bertanya pada kakak 'Tuan Muda. Apa yang kakak tahu tentang Tiamat's Golden Tear?"

Tuan muda itu terdiam sejenak sebelum menjawab, "aku pernah membacanya di buku, Tiamat's Golden Tear adalah inti kehidupan yang dimiliki oleh salah satu monster legendaris di tiga alam, Naga Kekelaman Tiamat. Selain warnanya yang hitam pekat yang merupakan satu-satunya di tiga alam, aku...tidak tahu ada ciri khas lainnya."

"Hah! Kau dengar itu bocah? Bukankah itu sudah cukup membuktikan kalau Tiamat's Golden Tear milikku ini asli?"

Si pedagang mengejek sambil berkacak pinggang. Sorot matanya menilik kedua bocah didepannya seperti melihat pundi-pundi uang yang akan masuk ke dalam kantong celananya.

Di sekeliling mereka, nampak para khalayak juga saling melihat, seakan bertanya, 'kalau aku sih taunya itu, kalau kau bagaimana? ' tapi mereka semua mengangkat bahu dan menggeleng, jelas sekali kalau mereka semua sepemikiran.

Memang tidak aneh jika orang-orang memiliki pengetahuan yang sama tentang Tiamat's Golden Tear, sebab barangnya sendiri langka, tidak banyak dijumpai di pasaran. Kalau pun ada kemungkinan itu akan muncul di tempat-tempat pelelangan saja dan di jual dengan harga yang tinggi. Karena ini, banyak orang yang hanya mengetahui informasi umumnya saja tanpa mengetahui hal yang lebih spesifik.

'Tiamat's Golden Tear adalah inti kehidupan naga Tiamat yang berwarna hitam', ini jelas bukan karakteristik utama.

Alianora takut hanya para tetua atau pakar barang-barang magis antik dengan segudang pengalaman saja yang dapat menjelaskan karakteristik inti kehidupan ini secara lengkap. Selain itu, buku-buku daftar monster mitologi kuno mungkin juga menyimpan informasi tentang nya.

Sekarang, mau tidak mau dia harus mengandalkan 'buku' yang dibaca oleh tuan muda ini. Semoga saja informasi didalamnya cukup, jadi Alianora tidak perlu repot-repot meyakinkan orang-orang sebanyak ini.

Jika tidak, maka dia terpaksa harus bertaruh pada rencana satunya.

"Hanya saja," tuan muda itu melanjutkan, "ada satu kalimat yang tidak kumengerti."

Mata Alianora kembali terfokuskan pada anak bangsawan itu, berkilat-kilat. Senyum di wajahnya semakin melebar.

"Oh, apa itu?"

"Dengan kemurnian jiwa, niscaya cahaya keagungan naga akan kembali dalam fajar emas. Kalimat ini ada dalam deskripsinya, tapi aku tidak mengerti maksudnya."

"Hmph! Itu mungkin hanya sebuah kata kiasan yang ditinggalkan oleh si penulis. Tidak bermakna apa-apa."

Pedagang itu mengerucutkan bibirnya dan tangannya melambai dengan malas mencoba mengatakan mari langsung keinti saja.

Alianora tertawa, "Tentu saja ada maknanya paman, dan aku tahu itu. Boleh aku pinjam ini?"

Alianora mengambil kotak logam dari tangan pedagang yang terlihat enggan memberikannya. Dia terlihat acuh tak acuh, tapi mata sipit itu terus melayangkan pandangan kepada jari-jemari Alianora yang saat ini tengah menggenggam bola kristal sebesar biji salak itu.

Dalam genggaman tangannya, Alianora menimbang-nimbang inti kehidupan itu sambil tersenyum. Setelah melihat sedekat ini dia yakin seratus persen kalau ini bukanlah inti kehidupan Tiamat.

Mungkin, sebelumnya itu hanya intuisi kuat yang mendorongnya mengusulkan tantangan itu untuk melihat reaksi si pedagang. Nyatanya, ekspresi pada wajah berminyak itu sudah sesuai dengan dugaan Alianora, jadi dia bertambah yakin. Apalagi setelah melihat ini.

Alianora mengusap bola kristal itu lalu memberikannya pada anak bangsawan itu.

"Apa kakak pernah bertanya-tanya kenapa inti mana Tiamat yang hitam ini disebut Tiamat's Golden Tear?"

Tuan muda itu tersentak, "...kenapa memangnya?"

"Aku pernah membaca di sebuah buku, katanya puluhan ribu tahun lalu Tiamat merupakan salah satu makhluk suci. Seekor naga yang bercahaya dengan sisik emas dan mahkota di atas kepalanya, merupakan ciptaan pertama Dewa Cahaya Ilios. Akan tetapi, karena kesombongan dan keserakahan, naga suci itu segera ternodai oleh kegelapan yang membuatnya jatuh dari singgasana surga ke dasar dunia manusia."

"Cahaya dan sisik emasnya hilang bersamaan dengan lenyapnya berkat keagungannya, tenggelam dalam lembah kekelaman untuk selamanya. Siapa sangka, bekas-bekas kesucian Tiamat tidak pernah sirna seutuhnya, melainkan tersembunyi di bagian paling murni dalam inti kehidupannya, tak tersentuh oleh kegelapan jiwanya. Konon, jika inti kehidupan Tiamat terpapar oleh mana yang merupakan energi murni, kilatan berupa sisik ke-emasan akan terlihat bersinar samar untuk sekilas."

Alianora melayangkan pandangannya ke sekitaran, mencermati wajah-wajah melongo yang mendengarkan ceritanya seperti dongeng, sebelum berhenti pada sosok tuan muda bertudung didepannya. "Dengan kemurnian jiwa, niscaya cahaya keagungan naga akan kembali dalam fajar emas, ini bukan kata-kata kiasan atau tambahan tanpa makna. Ini merupakan karakteristik utama dari Tiamat's Golden Tear yang membedakannya dari inti kehidupan monster lain, sekaligus cara yang paling akurat untuk mengidentifikasi Tiamat's Golden Tear.

"Kemurnian jiwa berarti sesuatu yang paling murni dari jiwa, dalam hal ini berarti 'mana'. Cahaya keagungan naga dan fajar emas, tentu saja ini berkaitan dengan simbol keagungan Tiamat dulu saat masih memiliki berkah dewa, yaitu wujud naga dengan sisik keemasan yang suci. 'Dengan kemurnian jiwa, niscaya cahaya keagungan naga akan kembali dalam fajar emas' ini berarti jika Tiamat's Golden Tear di sentuh oleh mana, maka niscaya kita bisa melihat wujud keemasannya yang agung!"

Alianora mengatupkan telapak tangan yang ada dalam genggamannya bersama dengan inti kehidupan hitam didalamnya. "Nah sekarang, coba salurkan mana kakak pada inti kehidupan ini. Jika terlihat sisik ke-emasan bercahaya, maka inti kehidupan ini merupakan Tiamat's Golden Tear yang asli."

Anak itu masih belum benar-benar mencerna informasi yang baru saja dia dengar, tapi dia tetap saja menyalurkan mana-nya seperti yang dikatakan Alianora.

Cahaya oranye seperti api yang menyala-nyala, berhamburan keluar dari tangannya. Setiap sentuhannya menyelimuti bola kristal di tangannya seperti selaput transparan. Sepasang mata yang tertutup tudung itu memperhatikan dengan penuh antisipasi, tanpa berpaling sedikitpun.

Semua orang menonton dengan serius, terkecuali Alianora yang menilik wajah bulat si pedagang yang mulai berkeringat itu dengan lucu.

Sampai beberapa saat berlalu, tapi tidak ada perubahan yang terjadi. Inti kehidupan itu tetap masih gelap seperti malam.

Mana oranye pada telapak tangannya sudah hilang, tuan muda itu menoleh kepada pedagang disampingnya yang terus-menerus memnbasuh keringatnya. "Inti kehidupan ini tidak berubah sama sekali, apa kau bohong padaku?!"

Pedagang itu menggelengkan kepala dengan cepat, "m-mana mungkin, tuan muda! Saya tidak pernah menjual barang palsu!"

Dia berpaling pada Alianora memamerkan wajah bengisnya karena amarah, "anak ini, anak ini jelas berbohong! Lagipula, dia tahu dari mana semua informasi itu? Jelas dia hanya mengarangnya!"

"Aku sudah bilang kan, aku membaca itu semua dari sebuah buku. Kalau tidak percaya, paman bisa menemukannya pada buku-buku monster mitologi kuno lainnya."

"Haha, Anda lihat tuan muda? Anak ini hanya mendasarkan omongannya dari sebuah buku belaka. Itu pasti hanya sebuah buku dongeng untuk anak-anak!"

Orang-orang mulai berbisik-bisik ramai menuding Alianora, tapi gadis kecil itu tetap santai dan tenang, "Lalu, kalau semua omonganku bohong, bagaimana cara paman menjelaskan kalimat pada buku yang di baca kakak 'Tuan muda'?"

"Sudah kubilang itu hanya kata kiasan penulis!"

"Kiasan? Haha," suara tawa itu lembut, tapi entah kenapa pedagang itu merasa bulu badannya sempat berdiri setelah mendengarnya, "kakak, apa kau membawa buku itu sekarang?"

Tuan muda itu mengangguk lalu mengeluarkan sebuah buku tebal bersampul keras dengan ujung-ujungnya dilapisi logam kuningan mencolok.

Dia membuka buku itu dan menunjukannya pada Alianora.

Alianora membaca tulisan itu sebentar sebelum memperlihatkannya pada si pedagang. "Paman lihat, kalimat ini jelas tertulis dalam kolom deskripsi bendanya. Tidak mungkin bagi para penulis buku seperti ini untuk menaruh kalimat tak bermakna pada bagian penjelasan barang."

Alianora mengembalikan buku itu pada si pemilik dan berkata dengan mengejek, "dari sini aku bisa melihat kalau paman sebenarnya belum pernah membaca buku-buku referensi seperti ini. Lalu kenapa paman begitu yakin kalau aku bohong?"

"Harusnya pedagang yang selalu berurusan dengan barang magis kuno tentunya tahu seluk-beluk barang magis apa saja, apalagi yang sudah berpengalaman selama bertahun-tahun seperti yang paman katakan. Tapi paman saja tidak tahu apa arti kalimat dalam buku itu."

"Pengetahuan paman ini sangat minim, tapi paman berani meyakinkan orang lain kalau Tiamat's Golden Tear milik paman itu asli. Apa itu tidak aneh?"

"Atau jangan-jangan paman cuma sekedar mengaku-ngaku kalau inti kehidupan ini adalah Tiamat's Golden Tear?"

Alianora meneliti perubahan air muka pedagang itu dari putih ke hijau, lalu merah padam, lalu putih kembali, sambil berusaha menahan tawa. "Tapi tidak masalah, toh sudah terbukti. Inti kehidupan ini tidak menunjukan sisik emas bercahaya ketika bersentuhan dengan mana. Sudah jelas kan? Ini barang palsu!"

Pedagang itu berteriak dengan frustasi. Logikanya hilang termakan amarah, dia melihat Alianora dengan tatapan membunuh dan segera melompat ingin menerjangnya. "OMONG KOSONG-"

Alianora sudah siap menghindar, tiba-tiba dengan gerakan cepat pedagang itu sudah jatuh tersungkur kedepan dan kedua tangannya ditahan oleh sang pengawal bertudung yang menduduki punggungnya.

"Arghh, lepaskan aku! Lepaskan! Aku ingin membunuh gadis kecil itu! Lepaskan!"

Pedagang itu meronta-ronta histeris seperti ayam yang akan dipenggal. Alianora menghembuskan nafas lega, memuji kelincahan pengawal yang cepat tanggap itu.

"Aku ingin bertanya padamu."

Alianora menoleh dan langsung berhadapan dengan wajah setengah bagian dari tuan muda itu. Alianora menggerutu dalam hati, anak ini dari tadi pakai tudung, apa tidak kepanasan?

"Hm? Ya? Kakak ingin bertanya apa?"

"Inti kehidupan ini juga berwarna hitam pekat. Kalau kau bilang ini palsu, berarti ada inti kehidupan lain yang berwarna hitam selain milik Tiamat?"

"Tidak, tentu saja. Satu-satunya inti kehidupan yang berwarna hitam pekat adalah Tiamat's Golden Tear."

"Lalu?" Jika saat itu tudung yang dikenakan anak itu copot, Alianora pasti akan melihat wajah cemberut dibaliknya.

Alianora meraih batu kristal hitam itu lalu menerawangnya dibawah sinar matahari.

"Tentu saja hanya ada satu inti kehidupan berwarna hitam di dunia ini, dan yang lainnya...jelas hanya ilusi!"

Dia melemparkan batu itu ke dalam kolam pancuran dibelakang tidak jauh dari mereka berdiri. Segera batu kristal itu tenggelam.

"Inti kehidupan monster memiliki kekuatan yang berbeda-beda tergantung monsternya. Namun hanya ada satu inti kehidupan yang bisa meniru karakteristik inti kehidupan monster lain. Itu adalah inti kehidupan dari Mimic, salah satu monster peniru paling lihai."

"Inti kehidupan Mimic mengandung kekuatan ilusi penyamarannya yang dapat mengubahnya menjadi serupa dengan inti kehidupan monster lain. Inti kehidupan Mimic akan berubah bentuk sesuai dengan keinginan orang yang pertama kali menemukannya, tapi itu hanya bisa sebanyak 50% kemiripan saja."

Alianora berjalan mendekati pancuran air mancur itu dengan perlahan. "Inti kehidupan ini sudah berhasil meniru warna hitam dari Tiamat's Golden Tear, kemungkinan inilah satu-satunya informasi yang diketahui oleh sang 'pemilik' ditambah batasan 50% itu, jelas saja itu tidak bisa meniru sisik ke-emasannya juga. Bukan kah begitu paman pedagang?"

Pria gembul yang tengkurap dijalananan tidak berani bicara lagi. Kedua matanya terpejam, pura-pura pingsan mungkin?

Alianora terkekeh sambil menjulurkan tangannya untuk mengambil batu kristal dari dasar kolam.

"Tapi penyamaran Mimic memiliki kekurangan fatal. Kalau terkena air, ilusinya akan hilang seketika seperti tercuci bersih, dan meninggalkan,"

Splash.

Alianora mengangkat tangannya, dan tampaklah bola kristal transparan dan jernih berkilau di antara kedua jarinya.

"Bola kristal bening seperti ini. Bersih dan tanpa noda."

1
Violet Matsumura
◡̈⋆🄷🄴🅈(●’◡’●)ノ
Karlina Lia
Thorr, itu mereka ngapain ada crot, crat nya, kasih penjelasan dongg, jadi penasaran 😭
Karlina Lia
gilaaa, keren banget tata bahasanya 😍
Amelia
pasti panas sekali 😕😕
1vhy
keren thor pengenalan di sini sangat ringan, gasken
1vhy
fighting, tulisanmu sangat bersinar


don't forget to feedback ❤❤❤✨
PRIYN_027
ceritanya menarik sekali thor😆

mampir juga di karyaku ya thor
Syiffitria
kaaa aku mampir nih /Smile/ mampir juga yuk di karya aku :))
angel
udah mampir nih.. ke aku juga
Arvilia_Agustin
Sudah mampir ni ka, Mampir juga ya di karyaku "Wanita Tangguh"
1vhy
feedback ya thor, makasih
Ai
sudah mampir.
mampir di karyaku juga
Amelia
semangat terus ❤️❤️❤️
Amelia
❤️❤️❤️👍👍😊
Amelia
semangat terus ❤️❤️❤️😊
Amelia
semangat ❤️❤️❤️❤️
Amelia
❤️❤️❤️❤️❤️👍👍👍
Amelia
❤️❤️❤️❤️👍
Ryaici Saristi
semngat
Lala tsu
thor mau lapor like dan comend Uda parkir,kalau ada waktu yuk saling dukung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!