Kontrak Jiwa Putri Palsu Duke

Kontrak Jiwa Putri Palsu Duke

Bagian 1 : Putri Yang Terbuang Dan Dewi Yang Terkutuk

Malam itu, bintang tidak bersinar.

Gelombang demi gelombang awan hitam menyelimuti cahaya bulan purnama yang suram, tiupan angin dingin disertai suara gemerisik pepohonan, sesekali diselingi lolongan anjing liar di tepi jalan luas ber-paving rapi, merupakan satu-satunya yang mengisi kekosongan di tengah kota.

Keramaian malam telah lama usai. Pintu-pintu sudah terkunci rapat, dan lampu-lampu tak lagi menyala, menyisakan kegelapan yang terus menuju puncaknya.

Namun, diantara setiap barisan rumah-rumah berjendela kayu, sebuah cahaya remang datang dari satu jendela sebuah bangunan besar bak istana yang megah.

Tembok-tembok kokoh yang menjulang ke langit sangat tinggi, bahkan cahaya bulan yang kusam sekalipun masih bisa menyinari setiap detail ukirannya.

Siapa yang tidak tahu rumah ini? Bahkan gelandangan yang berasal dari lubang manapun, dapat menyebut silsilah keluarga sang pemilik dengan lengkap.

Bangunan ini tidak lain adalah rumah kediaman Tuan Duke Sheridan, penguasa wilayah Sheridan, Kastil Silverstein.

Angin malam menerobos masuk dengan liar, menghempaskan gorden putih transparan yang memperlihatkan samar-samar sebuah bayangan hitam seorang gadis kecil yang sesekali bergerak mengikuti api lentera yang ada di sampingnya.

Diatas lantai keramik putih polos, gadis kecil itu berlutut mengamati pola rumit raksasa berbentuk lingkaran yang dia buat sendiri.

Rambut peraknya yang berkilauan di bawah sinar bulan berkibar tertiup angin. Manik biru peraknya terbuka lebar, memerah dan basah, menatap kosong pada setiap garis dan lekukan merah yang dia sentuh dengan jari-jarinya yang penuh dengan darah kering.

Dia seakan mati rasa.

Sesekali api lentera berkedip.

Sesekali butiran air jatuh dari wajah kecilnya.

Sesekali nafasnya tersengal, menghasilkan suara kecil memenuhi setiap sudut ruangan yang sepi.

"Hiks...lagi...sekali lagi....aku, aku tidak bisa...menyelamatkan mereka...hiks...ayah...ibu...Elle...."

Gaun tidur biru muda yang sudah lengket oleh keringat, kini basah dibanjiri air mata yang tak terbendung.

Tapi langit seakan tak mendengar. Di tengah malam yang hampa ini, isak tangis seorang gadis kecil, tenggelam dalam kesunyian.

Dia menyeka matanya yang sembab dengan jemarinya, membuat noda darah bercampur air mata terpapar pada kulit wajah yang putih nan lembut itu.

"Hiks...maaf...maafkan aku...aku...aku tidak berguna...maafkan...maafkan Thalia...."

Thalia, seorang putri duke yang terlantar tanpa belas kasih.

Dia yang teraniaya dari kecil hingga dewasa oleh sorot mata ayah dan ibunya yang tak pernah dia miliki.

Namun, dia sendiri tidak pernah membenci itu.

Sampai keluarganya hancur pun, dia dengan segenap tenaganya yang terbatas, berusaha untuk mencegah itu terjadi, meski itu melawan takdir.

Dua kehidupan dia jual demi keluarganya.

Tapi apa yang dia terima?

Hadiah kecil berupa jepit rambut murahan dan liontin imitasi dari toko biasa, adalah satu-satunya yang berubah dari lingkaran hidupnya yang terulang.

Namun, bagi hatinya yang sudah lama tandus akan kasih sayang, itu seperti disejukkan oleh air terjun yang segar.

'Keluarganya ternyata memperhatikannya juga'.

'Keluarganya juga mencintainya'.

Hanya beralaskan harapan kecil seperti itu, cintanya pada keluarganya semakin dalam.

Kehidupan keduanya sungguh dia anggap sebagai berkah dari dewa.

Jadi ketika dia menyaksikan keluarganya hancur dengan cara yang sama untuk kedua kalinya, dia mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan apa-apa selain menonton mereka menjerit kesakitan.

Bahkan setelah diberi kesempatan dua kali dari dewa, dia masih tidak bisa mengubah takdir.

Dia masih tidak bisa melakukan apapun.

Memangnya, ditengah dunia yang sangat mendewakan sihir ini, apa yang bisa dilakukan oleh seorang putri bangsawan yang tidak diberkahi mana?!

Ah lihat, betapa tidak bergunanya sampah seperti dia? Bahkan dia sendiri merasa jijik.

Berbeda sekali dengan Elle....

Elle, adiknya yang pandai. Anak yang mengharumkan nama keluarganya, setidaknya dia malu menjadi kakak anak sempurna seperti Elle....

Bila Elle yang ada di posisinya saat ini, mungkin tidak perlu menyia-nyiakan waktu untuk menyelamatkan semuanya.

Jika Elle disini, orang tuanya tak perlu menderita. Nama keluarganya pun tak akan terhina sampai berulang kali.

Ya, jika Elle ada disini, dan bukan dirinya yang tak berguna, maka semua tidak akan jadi seperti ini.

Betapa kasihan orang tuanya untuk memiliki putri memalukan seperti dia?

Maka dari itu, dia harus menyelamatkan keluarganya. Entah bagaimana pun caranya, bila kedua kehidupannya tidak cukup, maka dia akan senang hati memberi kehidupannya yang ketiga ini untuk keluarganya tercinta.

Setidaknya dengan ini, hidupnya sedikit berguna.

Perlahan, gadis kecil itu membuka matanya. Rona merah pada kedua ujung matanya masih belum memudar, dengan butiran-butiran air mata kering pada bulu mata perak yang panjang.

Meski begitu, sorot mata perak biru yang hanya terpaku pada sebuah buku disebelahnya, kini sangat tenang dan pasti.

Buku usang bersampul kulit coklat kosong tanpa judul, dipenuhi noda-noda cokelat termakan usia. Meski begitu kedua tangan anak itu tidak berhenti bergetar, menggenggam buku itu seperti emas dengan tatapan penuh harap.

Dia, membuka buku itu dan menatapnya sebentar sambil tersenyum miring, "...aku sungguh tidak berguna...aku tidak bisa menyelamatkan kalian...jadi ayah...ibu...Elle, mungkin...ini adalah jalan terakhirku...."

Gadis itu membalik halaman pertama, lalu halaman kedua, dan beberapa halaman selanjutnya dibuka dengan tergesa.

Nafasnya berpacu beriringan dengan degup jantungnya yang tak beraturan.

Srak! Srak!

Tidak ada yang mendengar, tidak ada yang datang.

Tidak ada yang tahu bahwa pada titik itulah roda kehidupan dari seorang gadis kecil, Thalia, akan berubah untuk selama-lamanya.

Jari jemari mungilnya menyentuh  tulisan-tulisan panjang dan juga pola lingkaran rumit diatas kertas coklat yang persis seperti garis-garis merah dibawahnya.

Dengan suara lantang, dia mengucapkan kata demi kata dalam bahasa lain yang tertulis didalam buku itu.

Seketika itu juga, angin berhenti berhembus. Gelombang awan tak lagi bergerak.

Pepohonan kembali diam, lolongan anjing-pun hilang ditelan kesunyian yang semakin sunyi.

Dunia seakan berhenti berputar, bersamaan  dengan waktu yang terhenti.

Akan tetapi, kamar tempat gadis kecil itu berada, tak tersentuh ruang dan waktu. Api lentera yang semakin membesar, berkedip liar. Menyatu dengan cahaya gelap bercampur merah yang melesat sana-sini, seperti membawa seisi ruangan dalam gerbang neraka.

Walaupun begitu, mulutnya terus berkomat-kamit, tak menghiraukan apa yang tengah terjadi di sekelilingnya.

Kata demi kata yang keluar, melayangkan garis-garis cahaya hitam yang masuk kedalam pola lingkaran di lantai dan membuatnya bercahaya merah terang.

Situasi menjadi semakin tak terkendali, mengikuti mantra yang terucap.

Kegelapan menjadi saksi, kesunyian menjadi bukti. Thalia, gadis kecil malang, putri pertama Duke Sheridan, merapalkan mantra terlarang.

Bersamaan dengan kata terakhir terlontar dari mulutnya, sinar merah dari pola lingkaran di lantai bercahaya dengan liar menyoroti setiap sudut ruangan tanpa terkecuali.

Pada akhirnya, seisi ruangan bergetar hebat. Angin dingin berhembus semakin kencang, menyibakan tirai transparan dan menghempaskan lentera dengan bunyi prang! yang keras.

Dalam waktu singkat, suasana kamar berubah menjadi dingin menusuk.

Thalia, yang belum sempat menarik nafas dengan benar, seketika diselimuti rasa sesak. Dia mencoba untuk bersuara, namun mulutnya seakan hilang kendali, tak bisa dia gerakan sama sekali.

Pandangannya semakin buram, kelima indranya mati rasa bahkan saat tubuhnya membentur lantai dia sudah tidak merasa sakit.

Sambil tersengal-sengal, Thalia memandangi langit-langit kamarnya yang mulai pudar.

Dia panik, rasa takut yang begitu nyata menggerogoti otaknya.

Padahal, dia sudah yakin untuk menggunakan mantra itu namun pada detik ini, dia tidak bisa untuk tidak merasa cemas.

Akankah dia berhasil?

Akankah dia gagal?

Kalau dia gagal, apa yang akan terjadi?

Ayah, Ibu, Elle? Mereka akan mengulangi nasib yang sama tanpa ada yang berusaha mengeluarkan mereka dari maut.

Tidak.

Itu tidak boleh terjadi.

Dia tidak mengizinkannya.

Meski matanya terasa semakin berat tapi Thalia menolak untuk menutupnya. Walaupun dia tak bisa berbicara, dia berteriak dalam hatinya berharap ada yang bisa mendengar.

Bukan melantunkan sebuah doa, melainkan permintaan yang dia inginkan sejak dulu namun tidak pernah terwujud entah apapun yang dia lakukan.

Kalau ritual ini gagal, maka dia ingin suara batinnya itu terdengar oleh makhluk apa saja, siapa saja yang berbaik hati untuk menolongnya.

Kalau ritual ini berhasil, maka dia berharap agar sosok yang menjadi penolongnya dapat mengabulkan permintaanya ini.

"Jadi tolong, siapa saja, siapapun kamu, tolong selamatkan keluargaku!"

Napasnya terhenti. Jantungnya membeku.

Seketika cahaya terakhir di ujung matanya sirna.

Dengan tubuh yang terbujur kaku di lantai, Thalia tertidur untuk selamanya.

****

"Ahhhhh!"

Slash!

"T-tolong Jangan! Argh!"

Jleb!

"K-kumohon! Ugh!"

"Crot!"

"D-dewa!"

Cratt!

Kepingan demi kepingan gambar dengan latar hitam berputar seperti klise film.

Berulang kali terlintas wajah orang-orang menangis, terluka, menderita.

Mereka menjerit kesakitan sampai urat leher mereka seakan mau putus. Kilatan horor dimata mereka yang terbelalak, menatap satu sosok yang sama.

"Dewi Alianora, Dewi Alianora yang agung!"

"Ampunilah! Mohon belas kasih!"

"Dewi maha perkasa!"

"Dewi Alianora!"

"DEWI ALIANORA!"

'Dewi Perang haus darah' yang melegenda.

Paling ditakuti dan disegani bukan oleh dunia saja, melainkan surga pun tak berani menyebutnya sembarangan.

Dewi yang disembah oleh darah dan ratapan manusia. Hidup untuk membunuh, membunuh untuk disembah.

Tidak pernah ada satu saat pun dalam masa emasnya tanpa melihat tubuhnya bermandikan darah.

Surga mengutuk, sungguh dewi yang berdosa.

Akan tetapi, dunia tidak dibiarkan gelap selamanya. Tiga alam akhirnya sepakat untuk memberi hukuman.

Dari sudut surga yang paling kudus, seorang Dewa Cahaya penguasa surgawi, memimpin pasukan gabungan tiga alam, bersama-sama menjatuhkan Dewi Alianora dalam dunia dasar yang paling dalam dan menyegelnya untuk tertidur selama seribu tahun.

Selama itulah jiwa Dewi Alianora dihantui oleh teriakan mengerikan orang-orang yang merupakan bayangan dalam memorinya di masa lalu.

Dibalik kelopak mata yang terpejam, dan tubuhnya yang terlentang di dalam ruang dimensi tanpa waktu, adegan demi adegan berdarah berganti satu persatu secara acak.

"Hentikan! Tidakk!"

"Tolong!"

"Arghhh!"

Srak! Srek!

Cahaya hitam menyapu. Latar berganti.

Dibawah gemerlapan cahaya bulan, kelima orang yang tak asing, berlutut sambil menggumamkan sesuatu.

Layar berkedip sekali lagi menampilkan pemandangan dengan warna merah darah.

Lalu dengan sekali kilatan, darah muncrat kemana-mana.

Tombak berbalut cahaya emas berkilauan membelah pandangannya.

Alianora mencoba menggapai gambar yang terbelah itu dengan jari-jarinya namun dia tidak sempat.

Sekelebat cahaya muncul dari sela-sela retakan gambar dari benaknya, perlahan menyelimutinya seutuhnya.

Alianora sontak terbangun, matanya terbuka lebar.

Gambar terakhir begitu buruk, entah sudah berapa kali dia mengulang cuplikan ini kembali, tapi tetap saja dia merasa tidak enak.

'Hiss'

Bangun dengan tiba-tiba seperti itu membuat kepalanya terasa sedikit sakit, sungguh tidak nyaman sekali, apalagi sudah lama tubuhnya tidak merasa...

Hm?

Sakit?

Kesadaran Alianora dengan cepat pulih, dan dengan dahi mengernyit, pandangannya perlahan tertuju pada kedua tangan transparan dihadapannya.

Tangan...tanganku?! Tunggu, ini roh? Kenapa, kenapa aku bisa melihat rohku?!

Mimpi yang Alianora saksikan selama bertahun-tahun memang begitu nyata. Daripada mimpi, itu lebih tepatnya disebut mengulang kembali kehidupan.

Tapi untuk menyentuh dan melihat rohnya sendiri, hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Kondisi ini seakan-akan Alianora akhirnya tersadar dari tidur lelapnya yang terasa hanya sebentar.

Seperti kurang yakin, Alianora menggerakkan tangan, menyentuh wajah juga kakinya, lalu melihat di sekitarnya.

Dimana ini?

Belum sempat dia memastikan situasinya saat itu, sepasang mata perak biru tiba-tiba sudah ada dalam pandangannya.

Mata itu menatap manik merah darah Alianora dengan ekspresi yang tidak bisa dia jelaskan. Sedih? Gembira? Takut? Mungkin ketiganya.

Hah, siapa ini?

Wanita muda pemilik mata cantik itu menyadari tatapan Alianora, raut wajahnya seketika menjadi cerah, lalu ia melangkah dengan cepat, untuk bersujud dihadapan Alianora.

Alianora yang kaget menjadi semakin bingung sampai tidak bisa berkata apa-apa.

Apa-apaan orang ini?

Menyadari keheningan disekitarnya, wanita itu menengadah,  memperlihatkan kepada Alianora, wajah cantik dengan kulit putih dan mulus seperti bunga persik.

Air mata yang berlinang membuat mata perak birunya semakin berkilau seperi kristal, serta mulut kecilnya dengan bibir merah muda yang cerah sedikit bergetar.

Kesan pertama yang Alianora dapatkan dari wanita ini adalah 'Si cantik yang kasihan'.

Dengan tatapan lurus tertuju pada Alianora, wanita itu akhirnya berseru lirih, "Tolong selamatkan keluargaku!"

Tunggu

Hah?

Terpopuler

Comments

Karlina Lia

Karlina Lia

Thorr, itu mereka ngapain ada crot, crat nya, kasih penjelasan dongg, jadi penasaran 😭

2024-05-12

0

Karlina Lia

Karlina Lia

gilaaa, keren banget tata bahasanya 😍

2024-05-12

1

PRIYN_027

PRIYN_027

ceritanya menarik sekali thor😆

mampir juga di karyaku ya thor

2024-04-24

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1 : Putri Yang Terbuang Dan Dewi Yang Terkutuk
2 Bagian 2 : Hari Pertama Di Dunia Manusia
3 Bagian 3 : Thalia La Sheridan
4 Bagian 4 : Masa Lalu Thalia dan Keluarga Sheridan
5 Bagian 5 : Seminggu Kemudian
6 Bagian 6 : Tujuan Utama
7 Bagian 7 : Dolores Part 1
8 Bagian 8 : Dolores Part 2
9 Bagian 9 : Lukisan
10 Bagian 10 : Cursed
11 Bagian 11 : Kepulangan Keluarga Sheridan
12 Bagian 12 : Makan Malam Part1
13 Bagian 13 : Makan Malam Part 2
14 Bagian 14 : Ambisi
15 Bagian 15 : Kegagalan Pertama
16 Bagian 16 : Amarah
17 Bagian 17 : Mary Dan Thalia
18 Bagian 18 : Penyimpangan Sihir
19 Bagian 19 : Mukjizat
20 Bagian 20 : Hukuman
21 Bagian 21 : Kesulitan
22 Bagian 22 : Tantangan
23 Bagian 23 : Tiamat's Golden Tear
24 Bagian 24 : Rumor
25 Bagian 25 : Estelle La Sheridan
26 Bagian 26 : Konfrontasi
27 Bagian 27 : Persiapan
28 Bagian 28 : Perjalanan Menuju Ibu Kota
29 Bagian 29 : Kedatangan
30 Bagian 30
31 Bagian 31 : Akademi
32 Bagian 32 : Michelle Laurent
33 Bagian 33 : Perdebatan
34 Bagian 34 : Rowan Frederich Keilanstein
35 Bagian 35 : Aula Pemberkatan
36 Bagian 36 : Pertemuan
37 Bagian 37: Jiwa Apostle Part 1
38 Bagian 38 : Jiwa Apostle Part 2
39 Bagian 39: Kepanikan
40 Bagian 40 : Pesta Cahaya
41 Bagian 41 : Master of The Tower
42 Bagian 42
43 Bagian 43 : Gadis Misterius
44 Bagian 44
45 Bagian 45: Pengintaian Rencana
46 Bagian 46 : Shocking Scene
47 Bagian 47
48 Bagian 48: Rencana
49 Bagian 49
50 Bagian 50 : Diluar Ekspektasi
51 Bagian 51 : Diskusi
52 Bagian 52 : Kesepakatan
53 Bagian 53
54 Bagian 54
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Bagian 1 : Putri Yang Terbuang Dan Dewi Yang Terkutuk
2
Bagian 2 : Hari Pertama Di Dunia Manusia
3
Bagian 3 : Thalia La Sheridan
4
Bagian 4 : Masa Lalu Thalia dan Keluarga Sheridan
5
Bagian 5 : Seminggu Kemudian
6
Bagian 6 : Tujuan Utama
7
Bagian 7 : Dolores Part 1
8
Bagian 8 : Dolores Part 2
9
Bagian 9 : Lukisan
10
Bagian 10 : Cursed
11
Bagian 11 : Kepulangan Keluarga Sheridan
12
Bagian 12 : Makan Malam Part1
13
Bagian 13 : Makan Malam Part 2
14
Bagian 14 : Ambisi
15
Bagian 15 : Kegagalan Pertama
16
Bagian 16 : Amarah
17
Bagian 17 : Mary Dan Thalia
18
Bagian 18 : Penyimpangan Sihir
19
Bagian 19 : Mukjizat
20
Bagian 20 : Hukuman
21
Bagian 21 : Kesulitan
22
Bagian 22 : Tantangan
23
Bagian 23 : Tiamat's Golden Tear
24
Bagian 24 : Rumor
25
Bagian 25 : Estelle La Sheridan
26
Bagian 26 : Konfrontasi
27
Bagian 27 : Persiapan
28
Bagian 28 : Perjalanan Menuju Ibu Kota
29
Bagian 29 : Kedatangan
30
Bagian 30
31
Bagian 31 : Akademi
32
Bagian 32 : Michelle Laurent
33
Bagian 33 : Perdebatan
34
Bagian 34 : Rowan Frederich Keilanstein
35
Bagian 35 : Aula Pemberkatan
36
Bagian 36 : Pertemuan
37
Bagian 37: Jiwa Apostle Part 1
38
Bagian 38 : Jiwa Apostle Part 2
39
Bagian 39: Kepanikan
40
Bagian 40 : Pesta Cahaya
41
Bagian 41 : Master of The Tower
42
Bagian 42
43
Bagian 43 : Gadis Misterius
44
Bagian 44
45
Bagian 45: Pengintaian Rencana
46
Bagian 46 : Shocking Scene
47
Bagian 47
48
Bagian 48: Rencana
49
Bagian 49
50
Bagian 50 : Diluar Ekspektasi
51
Bagian 51 : Diskusi
52
Bagian 52 : Kesepakatan
53
Bagian 53
54
Bagian 54

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!