Crazy Husband

"Nona, coba lah untuk tersenyum, sedikit saja." Penata rias wanita berbody gitar spanyol itu berucap dengan pelan. Sedari tadi dia memang tak melihat senyuman dari sang pengantin wanita.

Hingga, tak ada aura yang keluar bagai pengantin dari wanita yang tengah dia rias itu. Membuat nya binggung, apa yang harus dia lakukan, agar senyuman terbit di antara bibir wanita bernama Disya itu?

Disya menoleh sejenak, bibir nya terasa berat untuk tersenyum apalagi menjawab permintaan dari wanita di hadapan nya. Entah lah, Disya masih bimbang akan takdir nya.

Penata rias itu mengelus secara perlahan punggung Disya, "Nona, apapun itu jalani dengan hati yang ikhlas, Tuhan tidak mungkin memberi ujian jika memang umat nya tak sanggup. Percayakan semua pada Tuhan, apa yang menjadi takdir nona berarti sudah menjadi hal baik yang telah Tuhan atur."

"Terimakasih." Disya menjawab dengan pelan, mendengar semua saran yang di berikan pada nya dengan seksama.

"Nah, coba nona tersenyum," Penata perias itu memberikan sedikit titahan, secara perlahan agar nona yang tengah dia layani tidak merasa tersinggung.

Kepala Disya mengangguk lugu, benar kata perias tersebut, pertemuan nya dengan sesosok lelaki seperti Bryan pasti memiliki makna tertentu, Tuhan tidak mungkin hanya mempertemukan tanpa memberikan sebuah jalan.

Pernikahan yang kini tengah di selenggarakan untuk nya, memang atas dasar keterpaksaan, namun jika di pikir, bukan kah itu adalah takdir tuhan?

Secara perlahan, Disya mencoba tersenyum sedikit paksaan namun terlihat begitu natural.

"Anda sangat cantik, dengan senyuman itu sama seperti Dewi Aphrodite." Penata rias itu berdecak kagum, menatap bagaimana senyuman bisa mengubah aura seseorang menjadi lebih bersinar.

Kekehan terdengar, Disya sedikit merasa geli atas sanjungan yang di berikan pada nya, "Anda terlalu berlebihan dalam memuji ku, terimakasih untuk kerja keras anda."

"Tidak perlu berterimakasih nona, karena saya di bayar mahal untuk itu hahaha! Jika saya tidak di bayar pun, dengan senang hati saya akan memberikan tenaga saya untuk anda." Jawab nya dengan tawaan kecil.

Ketukan pada pintu terdengar, hingga membuat si penata rias menoleh cepat,"Pintu nya tolong di buka." Teriak nya pada salah satu pelayan yang tengah berdiri di samping knop pintu.

"Sayang, sudah siap? Kita akan menuju altar." Mommy Aisyle datang dengan senyuman, membawa sebuket bunga peony yang ada di genggaman nya.

Disya menoleh dengan perlahan, "Sebentar, mahkota nya belum di pasang mom." Jawab nya dengan intonasi pelan.

"Segera pasang, pengantin pria sudah turun." Titah sang mommy dengan segera, dia melangkah mendekatkan tubuh nya pada sang Puteri.

"Sangat cantik, benar-benar anak mommy, hahaha." Lanjut Mommy Aisyle dengan senyuman bangga, sadar tak sadar air mata itu mulai turun, membasahi foundation dan bedak yang menempel pada pipi nya.

Bagaimana tak menangis, jika putri tunggal yang telah ia urus selama dua puluh dua tahun kini akan meninggalkan diri nya? Menyedihkan bukan?

Namun Mommy Aisyle cukup bahagia, menyaksikan sebentar lagi darah daging nya akan mengucapkan janji sakral bersama lelaki pilihan suami nya.

Disya terkekeh, "Jika bukan anak mommy, maka anak siapa lagi?"

"Mommy pikir Dewi Aphrodite yang terjun ke bumi untuk menunjukan pesona nya." Ujar Mommy Aisyle di iringi dengan mengusap buliran air mata, agar riasan di wajah nya tetap aman, tanpa lecet sedikit pun.

Penata rias yang sibuk memasangkan mahkota pada kepala Disya itu, menimpali, "Bahkan nona lebih cantik dari Dewi Aphrodite."

"Itu terlalu berlebihan, membuat ku melayang tau." Jawab Disya dengan bibir yang mengerucut kesal.

Decakan kagum terdengar, semua pasang mata itu terkesima melihat bagaimana rupawan nya seorang Disya, apalagi saat mahkota itu telah menempel di kepala nya, sangat cantik.

"Nona anda benar-benar cantik."

"Sayang, astaga, kamu sungguh cantik, mommy harap tidak ada petaka yang mengikuti jalur takdir mu." Mommy Aisyle tersenyum haru, tak tau lagi harus mengatakan apa lagi selain, 'cantik' pada sang putri.

"Yaaa, dan cantik nya mommy ini akan menjadi milik orang lain." Seru Disya dengan sorot mata yang menatap kaca, menikmati setiap ukiran pada wajah nya yang terpahat rapi, apalagi dengan riasan baru yang telah di perbaiki.

"Hahaha, benar, sebentar lagi anak mommy akan memiliki dua ibu."

"Sayang, ayo keluar, pastor telah menunggu." Teriakan yang menggelegar itu menghentikan segala pembicaraan, membuat pusat perhatikan teralihkan untuk menatap sang pusat suara.