Menikahi Kakak Ipar Kejam

"Nona kami mohon ikutlah bersama kami untuk pulang ke Mansion"

"Maaf sekertaris Jo, tapi saya sudah memutuskan untuk pergi menjauh dari kak Dika"

"Nona, jika kami tidak bisa membawa anda pulang, maka mereka semua terancam akan diberhentikan dari pekerjaannya" tunjuk sekretaris Jo pada beberapa pengawal yang berjajar di belakangnya.

"Apa itu benar?" Renata menatap mereka satu persatu. Ada rasa iba pada wajah-wajah kekar itu.

"Iya nona muda" sahut mereka serentak.

Renata menghela nafas berat "Baiklah aku akan ikut pulang ke Mansion bersama kalian"

"Terima kasih nona"

Para pengawal Akhirnya bisa bernafas lega saat Nona muda mau ikut pulang ke Mansion bersama mereka. Karena jika tidak, maka mereka benar-benar akan diberhentikan dari pekerjaan mereka dan pastinya mereka tidak akan bisa memenuhi kebutuhan keluarga mereka lagi, mengingat pada masa sekarang pekerjaan sangat sulit untuk didapatkan.

...****************...

"Rupanya kau benar benar sudah bosan untuk hidup ya! Baiklah. Akan aku tunjukkan bagaimana caraku memanjakanmu"

Deg

Tubuh Renata membeku saat Radika semakin mendekat kepadanya. Ia tahu bahwa dirinya pasti akan disiksa lagi.

Bagaimana ini? Aku tidak mau anak dalam kandunganku hilang lagi

Renata semakin memundurkan tubuhnya hingga terpojok di dinding kamar. Matanya melirik kesana dan kemari. Dan akhirnya ia menemukan satu benda yang mungkin bisa melindunginya.

"Berani sekali lagi Kau menyiksaku, maka aku akan menusuk diriku sendiri" ucap Renata sembari mengambil gunting yang ada di nakas dan mengarahkan ujung gunting tersebut tepat ke lehernya.

"Wow.. berani sekali kau mengancamku"

"Aku tidak mengancam. Aku serius dengan ucapanku kali ini"

Radika sedikit bingung akan keberanian Renata. Tapi satu yang ia lihat, sepertinya keseriusan benar-benar terpancar dari matanya yang memerah dan penuh amarah.

"Baiklah aku tak akan menyiksamu lagi, tapi kau harus melayaniku aku malam ini"

Renata menggelengkan kepala. Ia tak habis pikir dengan Radika. Bisa-bisanya di waktu yang seperti ini, ia masih memikirkan hasrat pribadinya.

Ternyata aku tak lebih hanya sekedar alat pemuas nafsu untukmu kak.

Renata hanya memejamkan matanya. Ia membiarkan begitu saja saat tubuhnya di goyang oleh laki laki yang menjadi suaminya itu.

Meski Radika sudah mencoba untuk memberikan kepuasan pada Renata, namun yang Renata rasakan hanyalah sebuah kesakitan hati. Tak ada sedikitpun ia menikmati permainan suaminya tersebut.

Hampir satu jam penuh kedua insan bergulat diatas ranjang. Hingga saat permainan selesai, Radika pun terkulai lemas di samping istrinya.

Pagi pun tiba.

Radika yang baru saja terbangun langsung meraba bantal disebelahnya. Kosong. Sontak ia langsung mendudukkan dirinya saat tak mendapati sang istri di tempatnya.

Sebenarnya jauh dari lubuk hati yang terdalam Radika pun merasa takut jika Renata pergi lagi. Entah apa yang membuatnya merasakan seperti itu. Tapi yang pasti Radika ingin Renata selalu berada di sampingnya.

Mungkin agar ia bisa menyiksa wanita culun itu setiap waktu. Ya, selalu sugesti itu yang terus tertanam di pikiran Radika.

Tanpa pikir panjang, Radika segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Tak lebih dari satu menit, karena ia tak mau berlama-lama membuang waktu untuk hal-hal yang tak penting, yang akhirnya bisa membuatnya kehilangan jejak sang istri untuk yang kedua kalinya.

Radika keluar dengan menggunakan handuk yang ia lilitkan pada pinggangnya. Hampir beberapa menit berlalu yang ia lakukan hanya membolak balikkan gantungan baju yang tersusun rapi hingga kini malah sangat berantakan. Terlihat jelas bahwa dirinya sedang kebingungan saat mencari pakaian yang pas untuknya pagi ini.

"Saya sudah siapkan baju yang menurut saya cocok untuk anda pakai pagi ini tuan"

Deg

Suara itu?

Itukan suara Renata?

Tapi kenapa nada suara dan cara bicaranya sedikit aneh?

Secepatnya Radika menoleh ke arah sumber suara.

"Renata" lirih Sang CEO sembari mendekati wanita berkacamata tebal yang sedang meletakkan pakaian di atas ranjang.

"Dari mana saja kamu" Pertanyaan yang dibicarakan dengan nada yang kembali mengeras.

"Saya baru saja selesai menyiapkan makanan untuk anda"

"Oh"

"Maaf Tuan, Apa kita jadi pergi ke Singapura pagi ini?"

"Ya"

"Baiklah, saya sudah siapkan semuanya. Kalau begitu saya tunggu di bawah"

Renata berjalan santai meninggalkan Radika yang penuh dengan kebingungan. Terutama dari cara Renata yang mengubah panggilan terhadapnya.

Jika biasanya Renata selalu memanggilnya dengan sebutan kakak, namun kenapa sekarang ia malah mengubah panggilan itu menjadi sebutan Tuan?

Jujur saja, Radika lebih menyukai saat dipanggil sebagai kakak dari pada dipanggil sebagai Tuan. Namun ia menepis rasa itu dan memilih bersikap biasa saja saat berhadapan dengan Renata.

Yang kedua. Ini adalah pertama kalinya Renata menyiapkan pakaian untuknya tanpa disuruh terlebih dulu. Karena biasanya Renata akan menyiapkan semua kebutuhannya Jika ia yang memintanya.

Dan satu lagi. Yang membuat Radika bingung adalah sikap dan ekspresi wajah istrinya yang semakin aneh. Radika merasakan dengan jelas sikap Renata yang kini mulai terlihat dingin. Juga ekspresi wajah yang mencerminkan ketegasan. Tak ada sedikitpun rasa takut yang terpancar pada wajah istrinya tersebut.

Bagi Radika ini adalah keanehan yang luar biasa.

Setelah selesai mengganti pakaian, Radika segera turun. Kini ia pun sudah duduk di meja makan bersama Renata. Ditatapnya banyak sekali makanan di atas meja yang sudah terhidang, sama persis seperti bagaimana kebiasaan yang terjadi beberapa minggu yang lalu.

Mulai dari menyendokan nasi ke atas piring. Memilihkan berbagai macam lauk untuknya. Semua masih sama tak ada yang berbeda. Hingga Radika pun melahap semua makanan yang disiapkan untuknya tanpa sisa.

"Tuan apa anda sudah siap?" tanya sekretaris Jo yang baru saja datang.

"Ya kita berangkat sekarang"

Hampir 15 menit Radika dan Sekretaris Jo sudah menunggu di dalam mobil, Namun Renata tak juga menyusul mereka. Hingga akhirnya Radika pun kembali turun dan masuk kedalaman mansion untuk mencari istrinya.

Hampir keseluruh ruangan sudah ia cari, namun tak ada sedikitpun yang menunjukkan keberadaan Renata di sana.

Hingga ada satu ruangan yang belum ia masuki, yaitu kamar Moana.

Dan benar saja, Radika mendapati Renata berada di dalam kamar putrinya.

Deg

Jantung Radika terpompa cepat kala melihat pemandangan yang ada di depannya. Sebenarnya bukan pemandangan asing baginya.

Melihat Renata tidur sembari memeluk Moana adalah hal yang sering ia lihat sebelumnya. Namun entah mengapa untuk kali ini dirinya merasakan ada sesuatu hal yang sangat berbeda dari sebelumnya.

"Bangun kamu"

Renata yang mendapat senggolan di bahunya segera terbangun. Rupanya setelah memandikan moana mereka malah tertidur bersama.

"Apa moana akan ikut?"

"Tidak dia akan di rumah bersama Nanny nya"

"Baiklah"

Renata mencium gemas seluruh wajah Moana yang seolah ini adalah hari terakhir kali pertemuan antara mereka.

Setelah itu Renata dan Radika berjalan keluar secara beriringan selayaknya suami dan istri sungguhan sebagaimana mestinya.

"Tuan bolehkah saya bertanya"

"Apa?"

"Berapa hari kita berada di Singapura nanti?"

"Tiga hari. Kenapa?"

"Bolehkah saya meminta satu permintaan?"

"Apa?"

"Bisakah dalam tiga hari itu Tuan membiarkan saya hidup selayaknya seorang Istri yang dicintai oleh suaminya?"

.

.