Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Twenty Six
Ratna sangat bahagia karena sudah diperbolehkan pulang kerumah. Hanum bahagia melihatnya, namun di lain sisi ia merasa sedikit cemas tentang pernikahan nya dengan Wijaya. Apalagi saat ini Wijaya sedang sibuk-sibuknya mengatur tempat, catering dan segala macam bentuk pernak-pernik pernikahan. Ratna terus berbicara dengan July, sedangkan Hanum hanya tersenyum nanar. Ia sangat berharap semoga hari ini Wijaya tidak mengunjungi rumahnya.
"Kamu kenapa kok diam saja dari tadi Hanum?" Tanya Ratna.
"Nggak kok buk, Hanum nggak apa-apa"
"Kamu lagi ada masalah nak? Sekolah kamu gimana?" Tanya Ratna.
"Semuanya lancar dan baik-baik aja buk, ibuk nggak usah cemas dan khawatir"
"Alhamdulillah kalau begitu... Ibuk seneng banget denger nya..."
Hanum menunduk, tidak tahu harus berbicara apalagi. July sangat mengerti akan perasaan Hanum, ia hanya mengelus bahu Hanum seolah memberikan isyarat semua akan baik-baik saja.
Mereka pun sampai dirumah. Ratna turun dari taxi di bantu oleh Hanum dan July. Hanum melihat ke sekeliling nya, rumah terlihat berbeda dari biasanya.
"Ayo kita masuk buk" ajak Hanum.
Ratna menurut, mereka pun masuk kedalam rumah. Hanum merasa sangat lega karena tidak ada orang dirumah.
Ratna pun duduk di sofa yang ada diruang tamu. July meletakkan tas berisi pakaian didekat sofa.
"Hanum akan telfon ayah" ucap Hanum.
"Tidak usah"
"Ayah harus tau kalau ibu sudah pulang"
"Tidak perlu Hanum" Seraya memegang lengan Hanum.
Hanum pun berhenti menekan tombol panggilan.
"Yaudah kalau ibu gak mau"
"Tante lebih baik istirahat didalam kamar aja" suruh July.
"Ah gapapa July, Tante lagi pengen disini" ucap Ratna.
Tak lama kemudian Mario pulang, ia melihat istrinya yang tengah duduk di sofa bersama putrinya. Mario menghampiri Ratna.
"Kamu sudah pulih?" Tanya Mario.
"Seperti yang kamu lihat" jawab Ratna.
Mario duduk di sofa dan memeluk istrinya.
"Syukurlah kalau kamu baik baik aja Ratna, aku sangat khawatir" ucap Mario.
Ratna segera melepas pelukan Mario, jujur saja ia merasa risih.
"Buat apa khawatir? Bukannya kamu senang kalau aku sekarat?" Tanya Ratna.
"Kamu ini bicara apa sih Ratna? Kamu mulai lagi? Kamu gak tau aku khawatir setengah mati sama kondisi mu kemarin?"
Ratna hanya diam, ia menatap suaminya dengan penuh kecurigaan. Ia tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Mario.
"Kenapa kamu natap aku begitu? Kamu gak percaya? Aku ini suami mu, suami mana yang gak peduli sama kondisi istrinya?"
Ratna mengalihkan pandangannya.
"Yang dikatakan ayah itu bener kok Bu, ayah khawatir sama ibu. Setiap kali ayah jenguk ibu, ibu lagi istirahat dan suster gak bolehin ayah masuk" Hanum membela ayahnya.
"Aku mau istirahat" ucap Ratna.
Wanita itu kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar.
"Lihat itu kelakuan ibumu! Di perhatikan salah gak diperhatikan apalagi" kesal Mario.
"Sudah lah yah, gak usah di perpanjang. Ibu kan juga baru keluar dari rumah sakit, jangan buat ibu tertekan"
"Aku buat dia tertekan? Ibumu memang harus di perlakukan seperti itu, supaya gak ngelunjak. Kamu jangan jadi seperti dia, jadi istri itu harus nurut sama suami" ucap Mario.
"Apalagi punya suami seperti pak Wijaya, wahh kamu itu beruntung Hanum. Ayah Carikan kamu suami yang layak untukmu, mapan dari segi apapun, dan tentu aja dia sangat sayang sama kamu. Jadi jangan buat kecewa pak Wijaya, dia udah ngelakuin banyak hal buat mu dan ibumu"
"Kamu harus memperlakukan pak Wijaya dengan baik, ngerti kamu? Jangan sampai kamu buat masalah, kamu gak akan pernah bisa ganti apa apa aja yang udah dia kasih ke kamu, bahkan organ tubuh mu aja kalau di jual juga gak akan cukup buat bayar semuanya"
Hanum hanya menunduk, dalam diam ia kembali berfikir, bagaimana jika nanti atau esok Wijaya datang menemuinya. Apa yang harus ia katakan pada Ratna?
***
Udara pagi ini terasa begitu sejuk, Ratna duduk di kursi yang ada di teras. Ia menghirup udara yang begitu segar, ia memperhatikan sekeliling rumahnya hanya rumahnya lah yang terlihat berbeda dari rumah-rumah tetangganya. Semenjak suaminya bekerja sama dengan Wijaya begitu banyak yang berubah, mulai dari perabotan rumah yang semuanya kelihatan baru, rumah mereka yang direnovasi, mereka terlihat seperti orang kaya baru di lingkungan itu.
Beberapa tetangga Ratna melewati pekarangan rumahnya.
"Eh Bu Ratna? Kapan pulang dari rumah sakit?"
"Semalam Bu Hesti"
"Ohh begitu, gimana keadaan Bu Ratna sekarang?"
"Alhamdulillah nya sudah agak baikan Bu Hesti"
"Alhamdulillah ya kalau begitu..."
Ratna hanya tersenyum.
"Oh iya jadi kapan nih Bu Ratna kita sama tetangga yang lain bisa bantu masak masak nya? Atau Bu Ratna mau catering?" Tanya Desi.
Ratna mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti.
"Maksudnya apa ya bu Desi?"
Desi dan Hesti saling menatap, seperti nya Ratna masih belum tahu pikir mereka.
"Loh masa Bu Ratna gak tau?"
"Tau apa ya bu? Emang kenapa?"
"Ituloh, kan Hanum mau nikah" ucap Hesti.
Ratna spontan berdiri dari tempat duduknya.
"Maksudnya apa ya buk? Hanum anak saya? Mau menikah?"
"Sudah saya duga, buk Ratna gak mungkin tahu"
"Bu Ratna, sebenarnya saya gak enak ngasih tau nya. Cuman saya rasa ibu harus tau apa yang di lakukan Ayah nya Hanum saat Bu Ratna masih di rumah sakit"
"Hanum dipaksa buat menikah sama Wijaya Bu Ratna"
"Dan yang kami dengar-dengar pernikahannya akan diadakan Minggu ini"
Ratna begitu terkejut, dadanya terasa begitu sesak.
"Maaf Bu Ratna, kami minta maaf, seluruh warga sudah berusaha mencoba buat menghentikan mereka tapi ibu tau sendiri kan kekuasaan Wijaya di sini seperti apa"
"Kami juga sedih, Hanum udah kami anggap seperti putri kami sendiri"
Ratna tidak bisa berkata apa-apa lagi, kaki nya terasa lemas tidak sanggup berdiri lagi. Desi dan Hesti membantunya untuk duduk di kursi.
"Maaf Bu Ratna"
Desi dan Hesti merasa bersalah.
"Gapapa, saya sebelumnya memang sudah punya firasat buruk. Ternyata benar dugaan saya"
"Pak Mario benar benar keterlaluan sekali Bu Ratna"
Ratna mengelus dadanya.
"Bu Ratna yang sabar ya... Kalau Bu Ratna perlu bantuan apapun kami siap bantu bu Ratna"
"Terimakasih banyak ya Bu..."
"Iya Bu Ratna kalau begitu kami berdua pamit ya, takut kalau tiba-tiba pak Mario pulang ntar kita dimarahin lagi"
Ratna hanya mengangguk, Desi dan Hesti pun pergi.
Ratna segera masuk kedalam rumah, ia melihat pintu kamar Hanum. Ratna pun memilih untuk masuk kedalam kamarnya.
Ratna melihat gaun pengantin yang begitu indah tergantung di pintu lemari. Begitu banyak hadiah yang masih terbungkus rapi dilantai, Kotak perhiasan diatas meja belajar.
Hanum terkejut melihat ibunya tiba-tiba sudah berada didalam kamarnya.
"I..i..ibu? Ibu ngapain di kamar aku?" Tanya Hanum gelagapan.
Ratna masih berdiri membelakangi nya.
"I... Ibu? Ibu udah makan siang belum? Jangan sampai telat makan Bu" ucap Hanum.
Hanum menarik lengan ibunya untuk pergi dari kamar. Namun Ratna mengeraskan lengannya.
"Cantik sekali, gaun nya" ucap Ratna.
"Ibu ayo kita makan"
"Kenapa semua hadiah itu belum dibuka? Kenapa perhiasan nya belum dicoba? Coba deh pakai pasti kamu terlihat cantik. Semua barang-barang mewah itu pasti mahal banget kan?"
Hanum semakin takut.
"Kapan kalian akan menikah?" Tanya Ratna.
Hanum hanya diam.
"Kenapa kamu gak jawab pertanyaan ibu?"
Ratna berbalik melihat Hanum yang kini menunduk tak berani menatapnya.
"JAWABBBBBBB!!!!!!!!" Ratna mencengkeram kedua bahu putrinya.
"Semua biaya operasi dan obat obatan yang ibu makan itu dari dia kan?" Tanya Ratna.
Hanum hanya diam, ia meremas roknya.
"Jawab ibu"
"Hanum minta maaf Bu" lirik Hanum.
"Ibu kecewa sama kamu"
"Apa yang harus Hanum lakuin Bu? Aku gak punya pilihan lain"
"Seharusnya kamu gak usah lakuin itu, biarin ibu pergi dan kamu bisa pergi ketempat yang jauh"
"Aku gak mau Bu..."
Ratna sangat emosi, ia mengambil gaun pengantin itu dan membawanya keluar. Hanum menarik lengan ibunya.
"Ibu mau apain gaunnya?"
"Awas kamu Hanum"
"Bu jangan Bu" cegah Hanum.
"Minggir kamu Hanum, jangan halangin ibu"
Ratna mengambil mancis yang ada di atas meja ruang tamu.
"Ibu aku mohon jangan Bu, jangan... Itu gaun aku"
"Diam kamu!!!!!!"
Ratna mendorong Hanum agar menjauh darinya. Hanum tidak menyerah ia berusaha mengambil gaun itu dari ibunya.
"Ibu jangan Bu..."
"Ini semua harus dimusnahkan, kamu gak boleh menikah sama kakek tua itu Hanum"
Ratna menyalakan mancis itu dan bersiap untuk membakar gaun itu.
Saat itu Mario pulang, ia melihat keributan di teras rumahnya.
Mario segera berlari untuk mencegah Ratna membakar gaun pernikahan itu.
"Apa-apaan ini???"
Mario mencengkeram lengan Ratna dengan sangat kuat.
"Lepasin aku"
"Jatuhkan gaun itu"
"Aku gak mau, gak akan..."
"Ibu udah Bu..." Hanum terus menangis.
"Ratna lepasin gaun itu"
"Apa yang akan kamu lakukan? Kamu mau apa??" Tantang Ratna.
Plakkkk...
Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Ratna. Darah segar mengalir di sudut bibirnya.
"Ayah!!!!!" Hanum dengan segera menahan ibunya agar tidak jatuh.
Mario dengan segera menarik Hanum untuk menjauh dari Ratna.
"Ayah jangan ayah..."
Mario menarik gaun yang dipegang oleh Ratna. Namun Ratna tidak mau melepasnya.
"Lepaskan gaun nya!!!!"
"Nggak akan"
Mario begitu emosi, masalahnya harga gaun itu sangat mahal. Dan apabila rusak Wijaya pasti akan sangat marah padanya.
Mario menjambak rambut Ratna dengan sangat kuat.
"Ini kan yang kau mau???"
Mario menyeret Ratna masuk kedalam.
"Ayah lepasin ibu yah... Ibu masih sakit, jangan yah"
"Minggir kamu Hanum"
"Ayah aku mohon jangan ayah... Jangan ayah..."
"Lepaskan baju yang kau pegang itu"
Ratna tidak menjawab, ia tetap mendekapnya dengan kuat. Meskipun kepalanya terasa sangat sakit.
"Ibu udah Bu lepasin gaunnya"
Hanum berjongkok memohon kepada ibunya.
"Minggir kamu Hanum" ucap Ratna.
"Lepaskan gaun itu Ratna"
Mario semakin menjambaknya dengan kuat lalu menamparnya sekali lagi.
"Ayah udah cukup, jangan sakiti ibu lagi..."
"Kau mau bermain-main dengan ku ya Ratna???"
Mario melepaskan rambut Ratna.
"Tunggu dan lihat apa yang akan aku lakukan"
Mario lalu berjalan ke arah dapur dengan menghentakkan kakinya.
"Ibu lepas ya Bu... Sinisin gaun nya. Jangan buat ayah marah Bu"
"Nggak akan... Kamu gak akan menikah sama kakek tua itu, ibu akan lindungi kamu"
"Nggak Bu, jangan..."
Mario kembali dengan membawa celurit.
Hanum sangat terkejut melihat ayahnya datang dengan benda tajam itu.
"Ayah mau apa?? Jangan ayah..."
"Minggir kamu Hanum!!!!!"
"Serahkan gaun itu sama ku Ratna"
Ratna tetap diam.
"Dasar binatang!!!!!"
Hanum memegang kaki ayahnya agar berhenti melangkah ke arah Ratna.
"Ayah jangan..."
"Minggir Hanum!!!"
Mario menunjang Hanum.
Mario semakin dekat berjalan kearah Ratna, ia menarik lengan Ratna.
"Lepaskan baju nya jalang!!!!!"
Mario lalu berusaha mengambil paksa gaun yang Ratna pegang, Ratna menguatkan tenaganya untuk tetap memegang gaun itu.
Hanum mendorong Mario.
"Ayah udah cukup, jangan ayah" Hanum memeluk ibunya.
Mario merasa geram, ia pun menyeret Hanum kedalam kamar dan mengunci nya dari luar.
"Ayahhhhhhhh!!!!!!!!" Teriak Hanum dari dalam kamar.
"Lepaskan gaun itu"
Ratna tetap tidak mau melakukannya.
Mario menamparnya lagi, berulang kali, hingga darah segar mengalir ke lantai.
Ratna merasa sedikit lemas, tapi tangan kanannya masih mencengkeram gaun itu dengan erat.
Mario kembali untuk menarik gaun itu, tapi gaun itu robek. Mario kesal, ia memijak lengan Ratna lalu melayangkan celurit itu dan memotong tangan kanan Ratna.
Ratna berteriak sangat keras, Mario memijak lengan yang terputus itu dan mengambil gaun itu dengan mudah dari jari jemarinya yang berlumuran darah.
Ratna berteriak dengan sangat keras, ia sangat kesakitan. Hanum yang berada didalam kamar juga terus-terusan menendang pintu kamarnya. Ia tidak bisa membayangkan apa yang telah terjadi di luar.
Mario menendang lengan Ratna yang terputus itu kedepan pintu kamar Hanum. Hanum melihat cipratan darah segar dari kolong pintu.
"Ibuuuuuuuuuuuu" teriak Hanum.
"Tolongggggggg..." Teriak Hanum dari dalam kamar.
"Tolongggg....." Teriak Hanum dengan keras.
Mario berjalan keluar rumah dan membawa gaun pernikahan itu.
Semua tetangga berkumpul diluar setelah mendengar jeritan Ratna yang begitu keras.
Begitu Mario masuk kedalam mobil, beberapa tetangga masuk kedalam rumah dan melihat keadaan Ratna yang begitu tragis.
Mereka juga membukakan pintu kamar Hanum yang dikunci dari luar.
Hanum segera berlari dan semakin menangis ketika melihat keadaan ibunya.
Ia melihat lengan ibunya yang baru saja ia langkahi. Ratna tidak sadarkan diri.
***
Lanjut thorrr lanjut