"Neng, mau ya nikah sama anaknya Pak Atmadja.? Bapak sudah terlanjur janji mau jodohkan kamu sama Erik."
Tatapan memelas Pak Abdul tak mampu membuat Bulan menolak, gadis 25 tahun itu tak tega melihat gurat penuh harap dari wajah pria baruh baya yang mulai keriput.
Bulan mengangguk lemah, dia terpaksa.
Jaman sudah modern, tapi masih saja ada orang tua yang berfikiran menjodohkan anak mereka.
Yang berpacaran lama saja bisa cerai di tengah jalan, apa lagi dengan Bulan dan Erik yang tak saling kenal sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Semua orang sedang berkumpul di ruang keluarga. Suasana rumah masih ramai seperti tadi pagi. Sebab Bang Bumi beserta istri dan kedua anaknya masih ada di rumah Bapak, mereka memutuskan menginap lantaran anak-anak tidak mau di ajak pulang. Dua balita itu masih betah bermain dengan Om-Omnya, apalagi ada anak-anak lain juga dari sepupu-sepupu ku. Semuanya berkumpul di rumah ini. Kebetulan rumah Bapak cukup luas dan bisa menampung banyak orang.
"Kasandra, Kasandra sudah ya mainya. Ayo kita tidur." Kak Najwa tampak ingin mengambil Kasandra dari pangkuan Mas Erik. Sedangkan Kalandra asik bermain dengan Bintang di samping Mas Erik.
Kak Najwa seperti tidak enak hati pada Mas Erik lantaran sejak sore kedua anaknya selalu menempel pada Mas Erik.
"Tidak mau, Sandla masih mau main." Kasandra menolak dan semakin masuk ke pelukan Mas Erik. Balita 3 tahun itu terlihat tidak rela dipisahkan dari Mas Erik. Tangan mungilnya tampak memeluk erat kedua sisi tubuh Mas Erik dan menyembunyikan wajahnya di lengan Omnya itu.
"Ayah lihat anak kamu, padahal matanya sudah merah. Coba kamu saja yang bujuk." Adu Kak Najwa pada Bang Bumi.
"Tidak apa-apa Kak, Sandra biar sama saya saja. Nanti kalau dia tidur biar saya yang pindahin ke kamar." Ujar Mas Erik sembari mengusap-usap punggung Kasandra yang menempel padanya seperti bayi koala.
Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Kasandra. Dia benar-benar tidak mau lepas dari Mas Erik. Masih balita saja sudah tau mana pria yang tampan dan wangi.
Bang Bumi beranjak dari duduknya dan menghampiri Kasandra. "Kasandra kalau belum minum susu sambil tiduran di ranjang pasti susah tidur. Ini sudah malam, kamu juga butuh istirahat." Kata Bang Dumi sembari mengambil Kasandra dari pangkuan Mas Erik. Seketika tangis Kasandra pecah dan mengulurkan tangannya pada Mas Erik untuk minta tolong.
Tapi Bang Bumi tetap membawa Kasandra pergi dari dan masuk ke kamar. Kak Najwa juga bergegas menggendong Kalandra. Bocah 4 tahun itu sedikit menolak, tapi akhirnya luluh juga setelah di bujuk Kak Najwa.
"Kalian kalau mau istrahat, istirahat saja. Perjalanan dari Jakarta ke sini walaupun tidak terlalu jauh tetap saja melelahkan. Apalagi Nak Erik, katanya kemarin baru pulang tengah malam, pasti kurang tidur." Ujar Bapak pada aku dan Mas Erik.
"Nanti saja Pak, saya belum mengantuk." Mas Erik menolak halus.
Ibu yang duduk di sebelahku tiba-tiba menggerakkan dagunya ke arah Mas Erik. "Coba kamu saja yang ajak Erik istirahat, dia mungkin sungkan mau ke kamar karna Bapak dan yang lain masih duduk disini." Bisik Ibu.
Hampir saja aku melayangkan protes. Ibu tidak tau saja pernikahan apa yang sedang aku jalani, bersama Mas Erik. Mengajak Mas Erik ke kamar tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Rasanya aku ingin membantah, tapi Ibu pasti tidak akan membiarkannya.
"Iya Bu. Bulan ke kamar dulu ya." Pamit ku pelan. Aku beranjak dari sofa dan menghampiri Mas Erik.
"Ayo ke kamar, jangan sampai mereka akan curiga!" Bisik ku. Mas Erik menoleh dan terlihat kaget melihatku tiba-tiba berbisik dari arah belakang.
"Bapak, Bulan istirahat dulu ya." Pamit ku. Aku juga pamit pada dua Kakak sepupu ku. Mas Erik terlihat ragu-ragu saat beranjak dari sofa, tapi Bapak kembali menyuruh Mas Erik agar segera istirahat.
...*****...
Aku menutup dan mengunci pintu kamar dengan helaan nafas berat. 2 bulan berlalu, ini kedua kalinya aku dan Mas Erik akan tidur satu kamar lagi. Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba Mas Erik memutuskan menginap, padahal rencananya akan pulang sebelum makan malam.
"Tolong lain kali kalau Mas Erik ke sini jangan ikut menginap." Tegas ku sembari berjalan melewati Mas Erik karna akan ke kamar mandi.
"Bukannya kalau aku pulang mereka akan curiga?" Tanyanya.
Aku segera berbalik badan menatapnya. "Tentu saja tidak. Bahkan tanpa Mas Erik ikut datang kesini pun mereka tidak akan curiga, kalau saja tadi pagi Mas Erik tidak menelfon Bapak dan menanyakan keberadaan ku."
"Kamu ingin aku pulang karna tidak nyaman kita satu kamar?"
Aku tersenyum konyol mendengar pertanyaan Mas Erik.
"Bukan tidak nyaman, tapi Mas Erik yang sejak awal tidak mau kita tidur satu kamar. Tolong jangan melanggar peraturan yang Mas Erik buat sendiri." Tegas ku kemudian masuk ke kamar mandi.
Mas Erik sedang berdiri di depan jendela saat aku keluar dari kamar mandi. Dia terlihat melamun, menatap ke luar jendela dengan tirai yang terbuka.
Aku memilih acuh. Semakin jarang berinteraksi akan semakin baik agar tetap asing saat tiba waktunya untuk berpisah.
"Bisa temani bicara dengan Bapak sebentar? Aku akan ijin pulang malam ini."
Aku meletakkan skincare yang baru aku buka dan melihat Mas Erik dari pantulan cermin meja rias. Dia berdiri tepat di belakang kursi.
Tanpa di minta 2 kali, aku langsung mengangguk dan berdiri. "Bukannya aku tega membiarkan Mas Erik pulang, tapi sejak awal kita sudah berkomitmen pisah kamar, bahkan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing. Kita di haruskan menjadi asing selama menjalani pernikahan ini kan? Jadi mari kita totalitas memainkan peran." Aku terkekeh kecil di akhir kalimat. Masalah rumah tangga ini tidak akan aku jadikan beban, anggap saja sebagai hiburan karna terlalu banyak lelucon.
"Hmm, aku mengerti."
Kami tidak bicara apa-apa lagi dan keluar bersama kamar. Bapak dan Ibu masih mengobrol di ruang keluarga dengan Bintang. Tatapan mereka langsung tertuju pada kami.
"Saya mau pamit pulang Pak, Bu. Barusan dapat telfon dari kantor, ada masalah yang harus di selesaikan sekarang. Kebetulan saya tidak membawa laptop." Pamit Mas Erik di depan Bapak dan Ibu.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh hujan. Suara pepohonan yang tertiup angin sampai terdengar ke dalam rumah.
"Hujan deras Nak Erik, sebaiknya tunda sampai besok pagi saja." Kata Bapak.
Bapak sampai beranjak dari duduknya dan mengintip dari jendela untuk melihat keadaan di luar.
"Lihat, hujannya disertai angin kencang, bahaya kalau memaksakan pulang. Coba telfon lagi bos kamu, dia pasti akan memaklumi kalau tau cuacanya sedang buruk." Kata Bapak sembari membuka tirai jendela lebar-lebar.
"Bapak benar Nak, besok pagi saja pulangnya. Jangan membahayakan keselamatan diri sendiri." Ujar Ibu ikut melarang Mas Erik.
"Bulan, kamu kok diam saja? Itu suamimu jangan sampai pulang, kalau dijalan ada apa-apa bagaimana." Tegur Bapak.
"Tidak apa-apa Pak, Bu, saya akan menyetir pelan-pelan." Sahut Mas Erik.
Aku diam karna sejak tadi sedang berfikir, kenapa tiba-tiba turun hujan dan langsung deras, bahkan di sertai angin kencang. Padahal sejak sore cuacanya cerah.
Dengan terpaksa, aku pura-pura membujuk Mas Erik agar tidak pulang. Malam ini kami berakhir tidur satu kamar.
ktagihan y 😄
gᥲ⍴ᥲ⍴ᥲ ᥣᥲᥒ mᥲkіᥒ һᥲrі mᥲkіᥒ ᥱᥒᥲk k᥆kk 😁🤭 ძ᥆ᥲkᥙ sᥱm᥆gᥲ kᥲᥣіᥲᥒ ᥴᥱ⍴ᥲ𝗍 ძі kᥲsіһ m᥆m᥆ᥒgᥲᥒ ᥡᥲ.. ᥲᥲmііᥒ