Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ucapan
"Terimakasih sudah menerima anak dan cucuku dalam kehidupanmu. Mama harap keluarga kalian akan terus bahagia seperti ini" ucap Mama Nei dengan tulus setelah melihat anak dan cucunya masuk dalam kamar mandi.
Bahkan Arlin terkejut dengan ucapan lembut yang dilontarkan oleh mertuanya itu. Padahal selama ini mertuanya itu kalau berbicara dengannya selalu menyerocos tak jelas membuatnya terkadang pusing sendiri. Namun tak ayal Arlin langsung menganggukkan kepalanya mengerti. Sedangkan Papa Tito yang melihat interaksi keduanya pun begitu bahagia karena kini istri dan menantunya itu sangat dekat.
"Semoga, ma. Maafkan Arlin selama ini yang terus menyakiti anak mama dan Kei. Bantu Arlin untuk jadi istri dan ibu yang baik bagi mereka. Selama ini Arlin tak punya contoh sosok sepasang suami istri dan kehidupan rumah tangga yang baik itu seperti apa. Apalagi papa dan mama tahu sendiri bagaimana kondisi keluarga Alin saat ini seperti apa" ucap Arlin dengan mata berkaca-kaca.
Mama Nei menganggukkan kepalanya kemudian mengelus lembut rambut menantunya itu. Sejenak Arlin terdiam membeku mendapatkan usapan yang selama ini Lili dan dirinya inginkan. Bahkan kini Arlin langsung memejamkan matanya karena ingin merasakan usapan hangat ini. Tanpa ia sadari, sudut matanya keluar air mata yang menandakan ia begitu terharu dan rindu akan usapan hangat seperti ini.
"Jangan hentikan, ma" ucapnya saat Mama Nei hendak menjauhkan tangannya dari kepala Arlin.
Mama Nei terus saja mengusap lembut rambut Arlin kemudian memeluknya dari samping. Tak disangka-sangka jika Arlin juga langsung membalas pelukan itu. Ia sungguh rindu dengan pelukan hangat nan menenangkan ini. Kalau boleh dirinya egois, dia hanya ingin terus merasakan pelukan hangat ini untuk selamanya.
"Kalian udah kaya teletubies deh. Sukanya berpelukan terus" ledek Papa Tito yang sedari tadi hanya diam mengamati.
Papa Tito bukan lah orang yang kaku seperti Aldo. Bahkan entah darimana sikap kaku Aldo itu karena hampir semua keluarganya selalu ramah dan ceria di depan semua orang. Walaupun saat dalam pekerjaan mereka tegas namun saat disapa tentu akan tersenyum. Bukan seperti Aldo yang tetap datar walaupun disapa bagaikan kanebo kering.
"Papa syirik. Pasti mau ya dipeluk sama Aldo" ledek balik Mama Nei.
Ledekan Mama Nei itu bertepatan dengan Aldo dan Kei yang keluar dari kamar mandi. Sontak saja Aldo mendengus kasar mendengar namanya selalu dikaitkan dengan papanya yang suka bersikap aneh itu. Mereka berdua segera saja masuk walk in closet untuk berganti pakaian. Bahkan kini wajah Kei sudah tampak lebih ceria lagi.
"Ogah... Masa iya dipeluk sama Aldo yang mukanya lempeng itu" ucap Papa Tito sambil bergidik ngeri.
Tentunya saling ledek ini membuat suasana disana lebih mencair padahal tadi sedang haru-harunya. Bahkan kini Arlin langsung tertawa melihat adu ledek dari mertuanya ini. Baru kali ini ia bisa tertawa dengan begitu lepasnya, entah di kehidupan Lili dulu atau Arlin sekarang.
"Kayanya wajah Mas Aldo harus dikucek-kucek biar nggak lempeng dan datar kaya gitu deh" ucap Arlin sambil terkekeh geli.
"Kalau perlu tambahin deterjen dan pewangi biar bersih tuh mukanya" ucap Papa Tito yang langsung tertawa.
Ketiganya tertawa bersamaan dengan menjadikan Aldo sebagai bahan pembicaraan. Tawa renyah dari Arlin ini sontak saja membuat Aldo diam membeku di tempatnya. Aldo tadi yang baru saja keluar dari walk in closetnya langsung saja terdiam didepan pintu melihat tawa dari sang istri.
Selama hidup dengannya, Aldo baru pertama kali ini melihat Arlin tertawa dengan begitu lepasnya. Bahkan tawanya itu seperti tak ada beban sama sekali. Aldo bahagia jika kehadiran kedua orangtuanya disini ternyata malah bisa membuat Arlin ceria seperti ini.
"Oma... Opa... Kei lindu belat" seru Kei yang kemudian memberontak dalam gendongan papanya.
Aldo segera menurunkan Kei kemudian bocah laki-laki itu segera saja berlari kearah sang opa. Kei begitu dekat dengan kedua orangtua Aldo berbeda saat bersama keluarga Arlin yang membuatnya selalu ketakutan. Insthing seorang anak kecil ternyata bisa menilai mana yang tulus dan jahat.
Kei terus menciumi pipi sang opa yang sudah ia rindukan sejak beberapa minggu yang lalu. Kedua orangtua Aldo ini liburan sangat lama membuat Kei tak bisa sering bertemu. Setelah temu kangen dengan sang opa, ia mendekat kearah omanya kemudian melakukan hal yang sama.
"Ughhh... Cucu oma. Oma juga rindu berat nih sama Kei" ucap Mama Nei dengan terus mengecup pipi cucunya berulangkali.
Kei hanya terkikik geli karena merasa pipinya basah akibat ciuman dari sang oma. Setelahnya ia mendekat kembali kearah mamanya kemudian memeluknya dengan erat.
"Oma sama opa punya oleh-oleh lho buat kalian. Ada di ruang tamu semuanya" seru Mama Nei dengan semangat.
Tentunya Kei dan Arlin begitu bahagia karena akan mendapatkan oleh-oleh. Segera saja Papa Tito langsung menggendong Kei keluar dari kamar sedangkan Aldo membantu Arlin duduk di kursi rodanya. Mama Nei yang melihat Aldo menyiapkan kursi roda pun menatap bingung kearah keduanya.
"Apa ini? Kenapa Arlin pakai kursi roda?" tanya Mama Nei yang melihat Aldo menggendong Arlin untuk duduk di kursi rodanya.
"Nanti kami jelaskan. Ayo sekarang kita keluar dulu" ajak Aldo sambil mendorong kursi roda Arlin.
Mau tak mau Mama Nei mengikuti keduanya dengan keadaan bingung. Ia bingung mengapa menantunya ini duduk di kursi roda. Setelah sampai di ruang tamu, disana sudah ada Kei dan Papa Tito yang sangat antusias dengan banyak paper bag.
"Lho kok Arlin?" tunjuk Papa Tito dengan wajah bingungnya kearah Arlin yang duduk di kursi roda.
"Mama mang ndak bica alan, opa. Tatina atit" ucap Kei memberitahu mengenai keadaan mamanya.
"Koma terlalu lama membuat beberapa otot dan saraf kaki Arlin ada yang mengalami gangguan. Ini masih Aldo coba untuk terapi sesuai saran dokter Iwan" ucap Aldo memberitahu.
Tentunya sebagai seorang dokter, Papa Tito sudah mengetahui kemungkinan itu terjadi. Namun ia masih tak menyangka kalau menantunya yang akan mengalami ini. Mereka akhirnya sibuk dengan beberapa paper bag yang berserakan di ruang tamu. Saat mereka hendak ke kamar Aldo, langsung saja semua paper bag itu keduanya buang sembarangan. Bahkan mungkin Mbok Lala belum sempat membereskannya.
"Wah... Ini bajunya bagus banget, ma. Kayanya cocok nih buat main basket besok kalau sudah bisa jalan dan lari lagi" ucap Arlin dengan begitu bahagia.
Sebuah setelan baju olahraga yang harganya lumayan fantastis diberikan Mama Nei sebagai hadiah untuk Arlin. Arlin mempunyai hobi bermain basket, hal ini lah yang menjadi dasar Mama Nei memberikan baju olahraga. Beruntungnya Lili juga mempunyai hobi yang sama.