Follow IG 👉 Salsabilagresya
Follow FB 👉 Gresya Salsabila
"Aku tidak bisa meninggalkan dia, tapi aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintai kalian, aku ingin kita bertiga hidup bersama. Kau dan dia menjadi istriku."
Maurena Alexandra dihadapkan pada kenyataan pahit, suami yang sangat dicintai berkhianat dan menawarkan poligami. Lebih parahnya lagi, wanita yang akan menjadi madu adalah sahabatnya sendiri—Elsabila Zaqia.
Akan tetapi, Mauren bukan wanita lemah yang tunduk dengan cinta. Daripada poligami, dia lebih memilih membuang suami. Dia juga berjanji akan membuat dua pengkhianat itu merasakan sakit yang berkali lipat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uang Tambahan
Lima hari kemudian.
Jeevan sudah keluar dari rumah sakit, tetapi belum masuk kerja. Selain luka di pelipis yang belum sembuh total, lebam di tengkuknya pun masih sakit. Pemilik binatu memberinya waktu satu minggu untuk beristirahat.
Akan tetapi, Jeevan tidak merasa senang meski diberi toleransi. Pasalnya, sang majikan tidak mau tahu dengan kerusakan motor yang Jeevan bawa tempo hari, alasannya karena waktu itu Jeevan tidak sedang mengantar pakaian. Alhasil, biaya perbaikan hanya dibebankan kepada Jeevan.
Karena saat ini belum ada uang, maka Jeevan membayarnya dengan potong gaji. Ibarat peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga, sudah kehilangan uang 750 juta, masih ganti rugi kerusakan motor. Sungguh malang!
Sewaktu di rumah sakit, Jeevan sempat mencurigai Mauren. Namun, kecurigaan itu sirna ketika melihat sikap Mauren kemarin. Wanita itu datang menjenguk dan membawakan aneka buah dan roti. Bahkan, sampai sekarang makanan tersebut masih tersisa.
"Jaga diri baik-baik, Mas. Jika ada waktu luang, besok aku akan datang lagi. Bagaimanapun juga kita pernah bersama, aku khawatir lihat kamu kayak gini."
Jeevan tersenyum kala mengingat ucapan Mauren saat pamit pulang. Wanita cantik nan molek itu menyiratkan raut sendu, seolah di hatinya masih tersimpan perasaan tulus.
"Nggak mungkin Mauren yang ngelakuin ini. Aku tahu dia nggak selicik itu. Dia adalah wanita yang apa adanya, nggak mungkin berdusta atau berpura-pura. Mungkin ... kemarin benar-benar pencopet yang kebetulan memeriksa isi dompetku," ucap Jeevan seorang diri.
"Andai aja aku ngomong sama Mauren, kira-kira mau nggak ya memberi ganti? Meskipun nggak utuh dan hanya separuh, aku akan berterima kasih karena itu udah berguna banget buatku." Jeevan berpikir sejenak. "Mudah-mudahan deh nanti beneran datang, aku mau coba ngomong sama dia. Lihat ekspresinya kemarin, kayaknya masih bisa luluh sama aku," sambungnya penuh percaya diri.
Kemarin, Jeevan memang belum jujur perihal cek yang hilang, hanya mengatakan bahwa dirinya terjatuh karena berkendara terlalu cepat. Setelah dipikir-pikir, Jeevan akan memilih jujur dan memanfaatkan belas kasih Mauren. Jeevan akan meminta uang lagi padanya.
Meski rencana sudah tersusun rapi, tetapi Jeevan masih menyimpannya sendiri. Dia akan memberitahukan kepada Elsa ketika rencananya sukses dan mendapat hasil.
"Untung kemarin belum sempat ngomong sama Elsa. Coba kalau udah dan ternyata uangnya hilang, bisa kecewa dia. Nggak, nggak, aku nggak boleh ngecewain dia. Semangat, ini harus berhasil." Jeevan kembali bicara seorang diri.
Pada saat yang sama di tempat yang berbeda. Elsa sedang berdiri di depan meja dapur sambil memotong wortel. Tubuhnya hanya dibalut dress pendek tanpa lengan, tampak menggoda karena bahu dan paha mulusnya terpampang jelas. Apalagi warna dress-nya merah menyala, sebuah warna yang mempunyai daya sensualitas tinggi.
Selama menjadi simpanannya, Ezra memang menyuruh Elsa mengenakan pakaian minim. Meski tidak setiap waktu bertukar peluh, tetapi Ezra gemar menyentuh dan mengintip area terlarang.
Tak terkecuali detik ini, Ezra mendatangi Elsa dan langsung memeluknya dari belakang. Dia menyandarkan kepala di bahu Elsa yang terbuka, sesekali menghirup aromanya, sesekali pula mencium mesra.
"Aku lagi masak, nggak mateng nanti kalau kamu kayak gini," protes Elsa dengan nada manja.
"Aku cuma meluk doang, nggak ganggu aktivitas kamu." Ezra makin mengeratkan pelukan. "Kok ada wortel, katanya mau bikin nasi goreng?" sambungnya mengalihkan pembahasan.
"Makanmu cuma daging terus sih, jadi nggak tahu betapa nikmatnya nasi goreng sayur. Campur wortel, kacang polong, jagung, terus nanti dikasih telur gulung. Hmm, dijamin ketagihan." Elsa menoleh sekilas, kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Aku ketagihannya sama kamu, Baby," goda Ezra.
"Ish, kamu ini!"
"Coba dari dulu kamu mau kayak gini, kita nggak akan putus. Kamu nggak perlu pacaran dengan Jeevan dan hubunganmu dengan Mauren akan tetap baik. Kamu nggak akan mengalami masa sulit," ucap Ezra.
Elsa tertegun dibuatnya, bahkan tangan yang sedang memotong wortel turut berhenti. Hati yang sempat terhanyut dengan sikap manis, perlahan perih karena luka lama kembali membuka.
Pada masanya, Elsa pernah mencintai Ezra dengan tulus, dan hal itu berlangsung lama. Namun, semua kandas karena pengkhianatan. Elsa kalah sebab status sosialnya yang dari kata layak.
"Kita pisah bukan karena hal ini, Zra. Tapi, karena aku miskin dan tidak pantas jadi istrimu. Kamu lebih memilih dia yang kaya." Suara Elsa pelan dan tertahan, terlihat jelas sedang menahan sesak.
"Itu hanya alasan lain. Alasan sebenarnya ... aku tidak bisa menahan hasrat dan melakukannya dengan dia. Aku menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab. Aku nggak tahu bagaimana caranya jelasin itu tanpa menyakitimu. Sampai akhirnya, aku memilih pilihan terburuk, yaitu membuatmu membenciku. Dengan sikapku yang seperti itu, sangat tidak adil, kan, kalau kamu masih mencintaiku? Makanya, aku lebih memilih dibenci," ungkap Ezra dengan panjang lebar.
Elsa makin terkejut. Lantas, dia berbalik dan menatap Ezra dengan lekat.
"Zra, apa maksudmu?" tanyanya.
"Sudahlah, lupakan saja!"
"Tapi___"
"Terlalu sulit untuk dijabarkan, yang jelas sekarang aku bahagia karena bisa dekat dengan kamu. Dan mungkin di kemudian hari aku akan merindukan saat-saat ini," pungkas Ezra lengkap dengan senyum menawan. Tangan pula itu mempermanis suasana, mengusap lembut pipi Elsa seolah menyiratkan rasa cinta.
"Zra!"
"Ke kamar yuk, ini biar diteruskan Bi Rini," ajak Ezra.
"Ah, dasar kamu! Ke sana mulu pikirannya," gerutu Elsa.
"Nanti sore aku mau siapin bahan untuk rapat besok, sedangkan malamnya menghadiri pernikahan rekan. Besok juga pasti sibuk seharian karena setelah rapat aku mau meninjau ke lapangan. Ayolah, nggak ada waktu lagi, Sayang."
"Nggak makan dulu kah? Udah jam sebelas loh." Elsa melirik jarum jam yang melingkar di tangan Ezra.
"Nanti biar Bi Rini yang mengantar makanannya. Ayolah, Sayang! Nanti sekalian aku transfer uangnya, biar cepat clear masalahmu dengan Mauren. Aku kasih tambahan juga untuk kamu, buat jajan dan beli HP baru. Habis jatuh pasti nggak maksimal itu," bujuk Ezra.
Enam hari yang lalu, Ezra tidak sengaja menjatuhkan ponsel Elsa, cukup keras hingga tidak bisa menyala. Meski sekarang sudah diperbaiki dan terlihat normal, tetapi Ezra ingin menggantinya.
"Baiklah. Kalau gitu, ayo!" Elsa menyetujui ajakan Ezra.
Setelah memanggil Rini dan menyuruhnya menyelesaikan masakan, keduanya berjalan menuju lantai dua, lantas masuk ke kamar yang bersebelahan dengan kamar Ezra dan istrinya.
"Ada bau bawang, Sayang, cuci tangan dulu dong," pinta Ezra dengan manja.
"Namanya juga lagi masak. Salah sendiri digangguin." Elsa menyahut sambil tertawa renyah. Ezra pun menanggapinya dengan tawa yang serupa.
"Ya udah, aku kamar mandi dulu. Tunggu bentar, ya," pamit Elsa.
Ezra mengangguk sambil tersenyum. Lalu setelah Elsa masuk ke kamar mandi, pandangan Ezra tertuju pada ponsel yang ditinggalkan di atas meja kecil di samping ranjang.
Bersambung...
kwwkw
makan tuh