"Kamu tahu kenapa ibuku memberikan nama Queenza? Karena aku adalah seorang ratu. Ya, seorang ratu yang bisa mendapatkan apa yang aku mau, termasuk kamu."
Demi melancarkan balas dendam, Queenza menjebak suami dari adiknya untuk tidur bersamanya. Rasa cinta Ayyara pada suaminya Abian, tak membuatnya marah setelah sang kakak meniduri sang suami. Namun hal buruk datang, di mana ternyata Queenza hamil. Ia juga meminta Abian untuk bertanggung jawab dan meninggalkan Ayyara.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Akankah Abian tanggung jawab dan menceraikan Ayyara, atau mengabaikan Queenza dan tetap bersama wanita yang dicintainya?
Ikuti terus kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs.A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan yang sebenarnya
Perlahan, mata Queenza terbuka. Wanita cantik itu menggerakkan tangannya untuk menutupi cahaya yang mengganggu indera penglihatannya. Sayup-sayup terdengar suara yang memanggil namanya hingga kesadarannya semakin utuh. Ia menatap malas siapa orang pertama yang dilihatnya.
Ayyara dan Sarah. Dua wanita yang dia benci justru kini ada di hadapannya.
"Ngapain kalian di sini?" omel Queenza yang tiba-tiba meringis karena kepalanya masih terasa pusing.
Tiba-tiba ia meraba perutnya. Ia ingat sebelum pingsan merasakan sakit di perutnya.
"Jangan khawatir, alhamdulilah anakmu baik-baik saja," ujar Sarah yang paham kekhawatiran Queenza.
Wanita cantik itu membuang napas lega. Entah kenapa, ia merasa takut kehilangan janin yang bahkan masih berbentuk gumpalan darah itu. Padahal sebelumnya ia menganggap bahwa janinnya hanyalah alasan untuknya balas dendam.
Tak lama, dua lelaki beda generasi masuk ke ruang perawatan Queenza. Aarav mendekat, lalu membelai lembut kepala sang anak.
"Apa ada yang sakit?" tanya Aarav.
"Tidak usah sok peduli. Kalian bisa tidak pergi dari sini? Aku muak melihat kalian semua!" umpat Queenza kesal.
"Queen, jangan marah-marah. Kontrol emosimu, kasihan janin dalam kandunganmu," ujar Abian.
"Kasihan? Kamu bahkan ingin membunuhnya. Aku tidak menyangka kamu bisa setega itu, Abian!" ujar Queenza yang entah mengapa merasa kecewa dengan apa yang dilakukan lelaki itu sebelum ia pingsan.
"Maafkan aku. Aku tidak sengaja mendorongmu hingga terjatuh," kata Abian merasa bersalah. Sungguh, ia benar-benar merasa takut saat darah mengalir di kaki Queenza.
"Kalian pergilah! Aku tidak ingin melihat banyak orang di sini!" kata wanita hamil itu membuang muka.
"Tapi kamu harus ada yang menemani, Queenza. Jika kamu tidak ingin kami temani, Papa akan panggil Maryam untuk menemani," ujar Aarav merasa khawatir.
"Tidak perlu! Biar Abian yang menemaniku. Lagipula dia ayah dari anakku dan karena dia juga aku di sini," kata Queenza menatap Abian yang terkejut.
"Tapi—"
Ayyara menghentikan perkataan suaminya.
"Mas tunggulah di sini. Mau bagaimana pun memang benar yang dikatakan Kakak. Karena Mas yang mendorongnya sehingga jadi begini," ucap Ayyara pada suaminya.
"Tapi aku tidak mau menyakitimu, Ayya," sergah Abian menatap sang istri dengan rasa bersalah.
"Aku tidak apa-apa, Mas. Lagian cuma jagain, kan? Sudahlah, Mas di sini dulu. Bukannya kata Dokter besok kalau Kak Queen baik-baik saja dia boleh pulang? Jadi aku tidak masalah," kata Ayyara mencoba lapang dada.
"Baiklah, aku akan menjagamu," ujar Abian pada Queenza.
Setelah itu, mereka pamit untuk pulang dengan Aarav terus-terusan berkata pada Abian agar menjaga Queenza dengan baik. Kini, di ruangan VVIP itu menyisakan Abian dan Queenza. Keduanya hanya saling diam tanpa ingin berbicara.
"Apa kata Dokter?" Tiba-tiba suara Queenza terdengar, membuat Abian yang sejak tadi tengah chatting bersama istrinya menoleh pada wanita itu. "Anak ini baik-baik saja, kan?" tanyanya lagi.
Abian yang duduk di sofa pun beranjak lalu berjalan menghampiri Queenza dan duduk di bibir ranjang.
"Dokter bilang keadaan kalian baik-baik saja, tapi karena terjatuh cukup keras, jadi Dokter menyarankan untuk opname. Jika besok keadaanmu baik-baik saja, kamu boleh pulang," ujar Abian menatap Queenza dengan tatapan bersalah. "Queen, maafkan aku. Aku benar-benar tidak berniat untuk melukai kalian. Aku hanya emosi saat itu dengan apa yang kamu lakukan," ujarnya lagi.
Queenza menatap Abian dengan membuang napas. "Aku masih tetap pada pendirianku, Bian. Sekarang, aku beri kamu waktu satu minggu untuk memikirkannya. Mungkin awalnya aku berpikir menggunakan anak ini untuk balas dendam saja, tapi, kini aku merasa dia memang butuh kamu sebagai ayahnya."
"Sudah aku katakan, kamu berikan dia padaku dan Ayya, kami akan merawatnya dengan baik. Cukup, Queen. Untuk apa kamu terus memupuk dendam? Lupakan itu dan hiduplah dengan baik," ujar Abian mencoba menasehati.
"Kamu tidak merasakan penderitaanku, Bian. Oke jika mereka menikah setelah Mama pergi. Apa pantas, mereka menikah sebelum kepergian Mama? Aku sangat menyayangi mereka tapi apa balasannya begini?" tanya Queenza meneteskan air mata.
"Saat kondisi Mama tiba-tiba tidak stabil, aku pergi ke kantor mencari Papa. Tapi, apa yang aku lihat? Mereka sedang bercumbu tanpa berpikir keadaan Mama di rumah sakit. Jika kamu berada di posisiku apa kamu terima? Jawab aku, Bian?"
Queenza terisak. Ia merasa hancur jika mengingat kejadian itu.
"Mereka menikah atas permintaan mamamu, Queen. Papa dan Mama Sarah mengatakan itu. Kamu salah paham. Mamamu meminta Mama Sarah menikah dengan Papa karena beliau merasa tidak bisa melayani Papa dan tahu umurnya tak lama lagi. Mendiang ibumu tak ingin kamu kehilangan kasih sayang orang tua lengkap makanya beliau meminta Mama dan Papa menikah sebelum kepergian beliau," ujar Abian mengatakan yang ia tahu.
"Aku tahu. Bahkan sangat tahu itu semua," ujar Queenza yang membuat Abian terkejut.
"Kamu tahu? Lalu kenapa kamu masih saja tak menerima?" tanya Abian. "Bahkan kamu sampai mencoba menghancurkan mereka?"
"Awalnya aku mencoba menerima itu semua karena Mama pun tak ingin aku membenci mereka. Aku tahu Mama sangat menyayangiku sehingga tak ingin aku kehilangan kasih sayang seorang ibu dan Tante Sarah adalah orang yang tepat karena memang Tante sayang padaku. Aku mencoba menerima dan hanya fokus menemani pengobatan Mama. Namun, setelah Mama meninggal, aku menemukan buku diary Mama yang disembunyikan di tempat rahasia dan a-aku baru tahu bahwa Papa dan Tante Sarah memang sudah memiliki skandal sejak satu tahun sebelum Mama sakit." Queenza tak bisa menahan isakannya lagi.
Mendengar itu, Abian terkejut. Apakah ia salah mendengar?
"Kamu pasti bohong, kan?" tanya Abian tak percaya.
"Untuk apa aku bohong? Karena rasa kecewa Mama dan rasa tak menyangkanya, Mama mengalami psikosomatis. Gangguan psikologis semacam stres berat karena kejadian mengejutkan membuat munculnya gejala seperti hipertensi, sakit kepala, sakit perut bahkan muntah darah. Saat itu memang Mama tiba-tiba sering muntah darah sehingga kesehatannya terganggu yang ternyata pembuluh darah Mama pecah. Aku pun baru tahu saat membaca diary Mama."
Abian terdiam dan sangat syok mendengarnya.
"Sejak saat itu kesehatan Mama semakin turun dan semakin parah menyerang organnya. Mereka tidak tahu bahwa Mama tahu skandal mereka dan karena rasa sayang Mama pada mereka, sebelum pergi, Mama meminta mereka untuk menikah tetapi dengan alasan yang mereka ceritakan kepadamu. Tanpa mereka sadari, mereka membunuh Mama secara perlahan."
Queenza terus terisak bahkan sampai menekan dadanya saking merasakan sakit yang luar biasa.
"Begitu baiknya Mama, saat suami Tante Sarah melakukan KDRT, Mama dengan lantang membantunya untuk berpisah. Setelah berpisah, Mama membawa Tante Sarah dan Ayyara masuk ke rumah kita karena Mama tak ingin adik kesayangannya terlantar. Tapi, inikah balasan atas kebaikan Mama? Apa wajar jika aku tak marah pada mereka? Apa wajar aku menerima kematian Mama begitu saja? Sakit, Bian. Kamu pasti tahu rasanya hancur kehilangan seorang ibu."
Tanpa disadari, air mata Abian terjatuh. Dengan cepat ia memeluk Queenza yang menangis sesegukkan.
"Mama adalah cahayaku, hidupku. Tanpanya aku hancur."
Abian mengusap punggung wanita itu mencoba menenangkannya.
"Bahkan saat aku meminta pergi ke Swiss, Papa langsung setuju tanpa menghentikanku. Saat itu aku hanya ingin tahu apakah Papa masih menyayangiku dan mencoba menghentikanku? Tapi tidak. Bahkan saat aku pergi tak seorangpun yang mengantarku ke bandara karena hari itu adalah hari kelulusan Ayyara. Mereka lebih memilih datang ke sana daripada mengantarku. Hatiku sakit, Bian." Queenza menangis dengan begitu pilu saat mengingat segalanya.
"Di Swiss aku berjuang sendiri menghadapi penyakit mental yang aku derita sembari mencari pekerjaan dan kuliah. Aku hidup sendiri seakan sebatang kara tak memiliki keluarga. Sslama delapan tahun aku di Swiss, hanya dua kali Papa mengunjungiku itupun hanya tiga hari lalu ia pergi. Aku memang selalu marah padanya. Aku marah karena aku mencari perhatian. Aku ingin Papa bisa mengerti bahwa aku masih membutuhkannya. Tapi apa yang aku dapat? Aku hanya dianggap pembuat masalah sehingga aku dibuang. Apa aku salah jika aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan?"
Abian merasa sakit mendengar cerita Queenza. Ia tak menyangka bahwa wanita yang terlihat kuat dan arogan itu mengalami masa sulit yang teramat sulit. Ia tak menyangka bahwa Queenza hidup dengan begitu gelap.
Sepanjang malam itu, Abian mencoba menenangkan Queenza yang bahkan kembali merasakan kram di perutnya karena emosi yang tak bisa dikotrol. Ia kembali pingsan yang membuat Abian panik. Beruntung keadaan Queenza dan kandungannya baik-baik saja setelah dokter memberikan obat penguat kandungan dan obat penenang. Abian pun sedikit lega saat tahu bahwa keduanya baik-baik saja.
Sejak mendengar cerita Queenza, pandangan Abian pada wanita itu pun berubah. Ia seakan kasihan dibalik arogan sikap Queenza.
bekas
Ternyata Ayyara masih hidup dan semua saling memaafkan tanpa ada dendam.
Salam sehat selalu kak.... semangat berkarya💪💪💪😊😊😊
seharusnya kan di siksa dulu baru di bunuh.. eh ini malah bunuh diri hadehh . gk like bgt deh.
Seharusnya dia harus bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidupnya.
Benar2 astetik vila Sa'ad 👍👍