Warning!!!!!!!!
ini adalah novel yang sangat menguras emosi bagi yang tahan silahkan di lanjut kalau yang tidak yah, di skip aja
kalo mental baja sih aku yakin dia baca!!
Tak bisa memberikan anak adalah sesuatu yang sangat menyakitkan bagi seorang wanita. Hal itu bisa meruntuhkan hubungan baik yang sudah tertata rapi dalam sebuah ikatan pernikahan. Dia adalah Rika, wanita yang berhayal setinggi langit namun yang di dapatkannya tak sesuai ekspektasi.
Dirinya mandul? entahlah, selama ini Rika merasa baik-baik saja. lalu kenapa sampai sekarang ini iya masih belum punya anak?
Mungkin ada yang salah.
Yukk!! ikuti kisahnya dalam menemukan kebenaran.
Kebenaran harus diketahui bukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrena Rhafani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Bu Diana baru selesai cek out dari hotel tempat menginapnya. Iya hanya memesan semalam karena memang iya harus kembali ke rumah sakit untuk melihat menantunya. Iya mesti cepat-cepat ke sana sebelum Dion mengetahui bahwa iya tak bersama Rika tadi malam.
Baru saja iya hendak masuk ke mobil taksi yang sudah dipesannya itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Segera iya mengambil dari dalam tasnya.
Kedua matanya terbelalak kejut melihat sang penelepon. Dion anakkuh, adalah nama kontak yang tertera di sana. Wajah pucat seketika menghiasinya, untuk apa Dion meneleponnya sepagi ini? Apakah dia sudah di rumah sakit? Apa Rika sudah mengatakan bahwa Bu Diana tak menemaninya semalam? Entahlah. Bu Diana panik sekarang.
Perlahan iya menggeser tombol penerima telepon itu. Dengan suara yang takut-takut, iya pun mulai menyapa.
"Halo, aaa ...da apa?"
"Mah, tolong kau jaga Rika dulu di rumah sakit. Aku sepertinya tidak bisa datang, Reta memintaku untuk ikut ke acara reuni teman-temannya."kata Dion panjang kali lebar.
Bu Diana terkesima mendengarnya. Wajah pucatnya musnah seketika. Jantung yang berdetak kencang kini kembali normal setelah mendengar perkataan anaknya itu.
Hooaaallllaaahhh! Dia pikir Dion akan memarahinya habis-habisan.
"Ahh! Iya, baiklah. Aku akan menjaganya kau pergilah, Rika aman bersamaku. Aku akan menjaganya dengan penuh kasih sayang."ungkapnya lega. Nafasnya kini kembali normal.
"Oke, Mah. Sampai nanti."pungkas sang penelepon lalu mematikan sambungan itu.
Dengan wajah yang berseri-seri, Bu Diana kembali memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Alangkah senangnya iya hari ini. Dion sedang pergi bersama Reta menantu keduanya.
Lalu untuk apa dia datang ke rumah sakit? Toh Dion juga gak bakalan tau kalau dia pergi atau tidak. Hal Itulah yang membuatnya sangat gembira. Tambah lagi dengan adanya kartu ATM Dion bersamanya, wah!! Bu Diana pasti puas hari ini.
Langsung saja iya masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu itu.
"Pak! kita gak kerumah sakit yah, sekarang antar saya ke mall yang sering dikunjungi kaum kalangan atas. Saya mau belanja."titah Bu Diana.
Mobil pun melaju ke arah yang sudah iya bilang tadi.
****
Rika sedang duduk di kursi sofa sembari menatap padatnya aktivitas orang-orang yang ada di bawah gedung rumah sakit tempatnya dirawat. Reyhan sudah kembali ke kantornya karena iya harus menangani beberapa masalah yang tak bisa dihadapi oleh asistennya Randy.
Sebelum meninggalkan Rika, tak lupa juga Reyhan menyewa beberapa orang untuk menjaga dan merawat Rika di ruangannya. Entah kenapa, keduanya kini sudah akrab layaknya seorang teman.
Kini sudah hampir senja. Rika menatap ke arah parkiran bawah yang nampak dari jendela kamarnya. Dari raut wajahnya, iya sepertinya sedang menunggu seseorang.
Yah siapa lagi kalau bukan Dion suaminya. Seharian ini, iya bahkan belum pernah memunculkan batang hidungnya. Entah ada apa dengan dirinya. Mengapa iya bertingkah seperti itu? Apa dia lupa kalau Rika istrinya sedang terbaring di rumah sakit.
Setetes air putih bening lolos dari salah satu matanya. Rika kembali menangis kala mengingat perlakuan kejam sang suami.
Semuanya telah berakhir, Dion orang yang sangat iya cintai kini telah mencampakkannya.
Untuk apa menangis. Dion bukan lagi pria yang penuh perhatian seperti dulu. Dia telah bersama dengan wanita lain, kenangan indah bersama Rika pun musnah sudah.
"Tuukkk!! Tuukk!! Tuukkk!!"terdengar suara ketukan pintu dari luar.Hal itu membuat seorang wanita berusia kisaran dua puluh limaan terhenti dari lamunannya.
"Masuk!"jawabnya sembari menatap ke arah pintu.
Salah seorang wanita pun masuk dengan membawa nampan yang berisi obat di atasnya. Dengan malas, Rika kembali memutar bola matanya menatap jendela. Siapa yang tak ennek melihat obat-obatan sebanyak itu. Warna tembok serta bau-bau aneh mulai membuatnya jenuh. Rika terlihat sudah tak nyaman dengan kondisi di rumah sakit ini.
Meskipun iya berada di ruang VIP yang terbagus di rumah sakit itu, Rika tampaknya tetap merasa bosan. Tambah lagi tak ada yang menemaninya. Orang suruhan Reyhan iya suruh keluar saja karena ekspresi wajahnya yang terlalu serius, seperti tak bisa diajak ngobrol ataupun bercanda. Huuufff!! Sungguh membosankan.
"Bu waktunya minum obat."tegur perawat itu. Iya pun meletakkan nampan tadi di atas meja hadapan Rika.
"Yah, simpan saja di situ."jawab Rika acuh.
Wanita yang mengantar obat itu pun keluar. Iya harus mendatangi beberapa pasien lain yang juga di rawat di rumah sakit itu.
Rika menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya dengan kasar.
Oh ya ampun, lagi-lagi iya harus menelan sesuatu yang terasa pahit itu. Rika dengan terpaksa akhirnya melakukannya. Ini semua agar iya cepat pulih kembali. Kalau hatinya, dijamin akan selalu begitu, lukanya tak akan pernah bisa sembuh. Bekasnya akan abadi di dalam sana.
Rika mengambil ponselnya dari atas meja. Segera iya mencari nama kontak Reyhan.
Ternyata pebisnis terkenal itu telah memberikan nomor ponselnya kepada Rika.
"Ingat, hubungi aku jika kau dalam masalah." Perkataan itulah yang dilontarkan pebisnis kaya itu sewaktu mau beranjak tadi.
Baiklah, Rika dengan terpaksa melakukannya. Iya ingin cepat-cepat keluar dari tempatnya sekarang ini, dia tau bahwa hanya Reyhan yang bisa membantunya.
Lukanya juga sudah lumayan membaik, dia hanya akan tambah gila jika terus berada di tempat yang terasa sepi itu.
"Zzzz!! Zzzzz ...!! Zzzz ...!!!"
Dering ponsel Reyhan tiba-tiba mengehentikan rapat panas yang sedang iya langsung. Ekspresi dengusnya berubah seketika setelah melihat nama sang penelepon dari layar ponselnya.
Semua karyawan yang mengikuti proses rapat merinding seketika. Banyak dari mereka yang menelan liur secara kasar.
"Siapa yang berani mengganggu tuan Reyhan pada jam rapat penting ini. Orang itu pasti cari mati."batin semua orang yang melihat adegan itu.
"Rapat selesai, semuanya KELUUAARRR!!!" Teriakan Reyhan itu membuat semua pegawainya lari berhamburan.
Mereka seperti sedang diserang bencana alam. Huuffff!! Siapa yang berani melawan tuan Reyhan yang dingin serta kejam itu.
Kini ruangan sudah tampak kosong dan sepi. Hanya Reyhan serta dering ponselnya yang ada.
"Ehhemmm!! Ehhhemmm!!" Sedikit batuk halus untuk mengangkat panggilan itu. Ini hanya untuk mengembalikan imec suaranya yang sudah ugal-ugalan tadi.
Dengan judes Reyhan pun menyapa sekaligus bertanya.
"Halo, apa yang kau mau?"
Sontak Rika tersentak batin mendengarnya.
"Ada apa dengan pria ini? Tadi pagi, dia bersemangat sekali untuk memberikan nomor ponselnya padaku. Lalu kenapa dengan nada suaranya? Sekarang."gumamnya.
Rika pun mulai buka suara untuk bertanya.
"Apa aku mengganggu mu tuan Reyhan yang terhormat?"
"Oh, ayolah. Tidak perlu sekaku itu denganku. Apa kau lupa dengan salam pertemanan yang kita buat pagi tadi?"
"Tentu saja aku mengingatnya. Sekarang kita teman. Tapi, dari nada bicaramu sepertinya kau sedang berbicara dengan musuhmu." Balas Rika.
"Itu salahku. Baiklah, apa yang kau inginkan? Apa kau lapar?"tanya Reyhan tanpa basa-basi lagi.
..........happy reading........
..........like and vote.........
skip lah.. bosan