Istri Rahasia Pak Dosen Lean

Andra berdiri, Zanita duduk sambil melipat kedua tangannya dan menyilangkan kaki, sedangkan Lean dan Jea duduk dengan tangan memegangi lutut mereka masing-masing. Keduanya sama-sama takut sekarang, bak anak kecil yang sedang dimarahi karena melakukan kesalahan, seperti itulah perasaan mereka saat ini.

" Jea, coba katakan kepada Ibu, apa kamu dipaksa sama Lean? Jangan takut nak, kalau memang Lean salah maka kami lah yang akan menghukum dia."

" Ma, ini nggak seperti yang Mama sama Papa pikirkan."

" Leandra, DIAM! Yang Mama tanya tuh Jea, bukan kamu!"

" Uuugh."

Zanita berbicara dengan begitu lembut kepada Jea, dia tahu saat ini gadis itu tengah ketakutan. Tapi tidak kepada Lean, Zanita melayangkan tatapan ingin menghabisi putranya sendiri.

Dan, dalam pikiran Zanita dan Andra saat ini sama, yakni Jea ditekan oleh Lean. Entah apa yang Lean lakukan sehingga membuat Jea terperangkap di sini.

" Bu Zanita, Pak Andra, Bang Lean tidak salah. Saya yang salah."

" Ya?"

Dua orang paruh baya itu seketika terkejut mendengar ucapan Jea yang bergetar. Sambil terus menunduk dan meremass tangannya sendiri, Jea berkata demikian.

" Pa, Ma, Lean jelasin. Tunggu ya, jangan mikir yang aneh-aneh. Jangan punya pikiran yang di luar kendali. Aku nggak sebejat dan senakal itu."

Tap tap tap

Lean bangkit dari duduknya, ia lalu melenggang ke kamar dan tak lama kemudian ke luar dari sana.

Sreet

Tak

" Allahuakbar!"

" Masyaallah!"

Zanita dan Andra amat sangat terkejut. Jika Zanita menutup mulutnya dengan tangan, maka Andra langsung mengambil benda yang baru saja Lean letakkan di atas meja dan membukanya.

" Ya Allah, kenapa keulang lagi sih," gerutu Andra. Dia mengusap wajahnya kasar. Ingin marah, tapi tidak bisa. Ingin mengomel tetap saja dia tidak mampu.

Andra dan Zanita saling pandang, kecurigaan dan ketakutan mereka benar-benar terbukti. Dan dalam hati masing-masing berkata, mengapa anak mereka bisa mengalami kejadian yang sama dengan mereka dulu.

Sungguh sebuah takdir yang tentu saja tidak bisa dipungkiri dan dielakkan. Namun Andra tidak bisa diam saja. Ada satu hal yang membuatnya takut, yakni pernikahan rahasia Lean ini karena sebuah kesalahan. Dia masih belum percaya ucapan putranya sendiri.

Sebuah tatapan tajam dan mematikan dilayangkan Andra kepada sang putra. Tanpa kata pun Lean tahu maksud tatapan itu.

" Nggak, aku nggak ngapa-ngapain Jea. Belum maksudnya, dia masih ori. Baru tadi ku coba tancap gas. Papa sama Mama malah dateng, kan nggak jadi."

Pletak

Sebuah pukulan dari Zanita mendarat di kepala Lean. Itu sedikit lebih keras, sehingga membuat Lean mengaduh. Setelah itu ketahuan, surat nikah sudah mereka lihat, Lean kemudian menceritakan kronologi bagaimana dia bisa menikah dengan Jea. Zanita tampak merasa iba dengan apa yang terjadi kepada menantu barunya itu. Dia juga menyesal karena tidak tahu akan hal itu.

" Maaf ya Jea, kami turut berduka cita."

" Tidak Bu, kami yang salah. Pernikahan ini juga almarhum Bapak yang meminta. Dan saya tahu waktu itu Abang terpaksa juga, sungguh atas nama Bapak saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Jika ... jika Bapak dan Ibu tidak menginginkan pernikahan kami, saya ... saya siap untuk berpisah dari Bang Lean."

" Ya?"

" Apa?"

Lean mengusap wajahnya kasar, ia pikir Jea sudah sepenuhnya menerima pernikahan ini. Tapi mendengar Jea secara terus terang berkata demikian membuat hatinya mencelos.

" Eih Nak, kamu ngomong apa. Sekalinya menikah ya menikah, dan kami tidak mempermasalahkan hal itu. Mungkin ini memang jalan jodoh Lean dan kamu, jadi tidak masalah. Malah sekarang aku Ibu lagi mikir buatin pesat pernikahan buat kalian."

" Ya, tapi."

Sreet

Tap tap tap

Zanita beranjak dari tempat duduknya, ia lalu mengambil tempat duduk di sebelah Jea. Wanita paruh baya itu kemudian menggenggam tangan Jea lalu mengusap rambut menantunya itu dengan lembut. Jea bisa merasakan sentuhan kasih sayang dari Zanita. Ia merasa belaian Zanita sama dengan belaian Desi, ibunya.

" Nak, kamu adalah menantu di keluarga kami. Kami, menerima kamu terlepas dari bagaimana kalian bisa menikah. Kami hanya beranggapan bahwa memang semuanya sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa."

Greb

Zanita memeluk Jea, dia bisa merasakan bahwa menantunya itu saat ini tengah merasa takut dan resah. Zanita mengusap punggung Jea, menyalurkan energi dan mengatakan bahwa semuanya tidak apa-apa.

Lean yang melihat adegan itu tampak lega. Akhirnya semuanya kini ketahuan. Pernikahan mereka terungkap juga. Rahasia itu kini tidak lagi menjadi rahasia di depan kedua orangtuanya.

Lean sungguh bersyukur, kedua orangtuanya bisa menerima Jea. Walaupun dati awal dia sudah memiliki keyakinan bahwa papa dan mamanya tidak akan mempermasalahkan tentang siapa Jea.

TBC