Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta
Elno mematung bahkan ketika Kara melewatinya ia tidak bergeming sama sekali. Elno menatap fotonya yang dirobek dan diinjak oleh istrinya sendiri. Ya, wanita mana pun juga akan bertingkah seperti itu ketika melihat miliknya dicampuri oleh perempuan lain. Elno mengisi rumah ini, tetapi Sari yang mengaturnya sejak wanita itu pindah.
Sekarang Elno berada dalam dilema. Istri pertama dan kedua. Semua penting dalam hidup Elno. Berharga dan tiada niat sedikitpun untuk melukai mereka. Namun, Elno sadari keduanya tengah terluka saat ini.
Tidak bisakah mereka akur meski Elno akan berbicara keadilan? Adil? Jauh dilubuk hati tidak ada wanita yang akan merasa adil ketika suaminya menikah kembali. Ikhlas? Ya, Elno hanya mengharapkan keikhlasan dari keduanya.
Elno mencintai Kara, tapi Sari adalah hidupnya. Ada anak di antara mereka. Finola yang Elno sayangi, dan Sari juga yang menemani dirinya selama hampir dua tahun ini. Namun Kara, jasanya sungguh luar biasa. Pengorbanan Kara yang tidak bisa Elno bayar.
Elno berjalan mengambil foto itu. Ia menggenggamnya, lalu beralih memandang deretan foto yang terpajang di lemari hias. Wajar jika Kara sangat marah. Elno memungut foto pernikahan serta keluarganya, termasuk gambar Sari yang memakai seragam dokter.
"Dia tidak suka foto-foto ini, maka aku akan membuangnya," gumam Elno.
Hanya foto Finola yang ditinggalkan. Selebihnya gambar itu Elno bawa masuk ke dalam kamarnya. Lebih baik seperti ini untuk mengurangi kemarahan sang istri pertama.
Kara dan Sari saling bertatapan ketika keduanya berada di ruang makan. Kara langsung saja duduk di kursi, dan di atas meja tersedia makanan enak.
Ingin sekali membuang makanan itu ke wajah Sari. Namun, Kara teringat dulu waktu ia susah bersama Elno. Makanan yang disediakan hanya alakadarnya. Menu telur, mie instan dan syukur ada sayurnya. Bila Elno mendapat nasi bungkus, maka akan dibagi menjadi dua. Meski susah, tapi mereka bahagia. Namun sekarang, ada ayam goreng, daging rendang serta sayur capcay yang dicampur bulatan bakso. Makanan enak, tetapi bagai duri yang hendak Kara santap.
"Ayo, kita makan," ucap Elno yang sudah menyusul ke ruang makan dan duduk di kursi.
Kara mengambil sendok nasi bersamaan dengan Sari. Sontak membuat keduanya kaget. Sari mengalah, ia membiarkan Kara lebih dulu yang melayani Elno dan ia duduk di kursi saling berhadapan bersama Kara dengan Elno di posisi tengah.
Namun, tebakan Sari salah. Kara tidak melayani Elno, melainkan dirinya sendiri. Ia mengaut nasi ke dalam piringnya sendiri. Elno memandangnya, tetapi cuma diam dan tidak berkata apa-apa.
Sari bangun lagi dari duduknya, ia melayani Elno selayaknya istri yang berbakti pada suaminya. Elno tersenyum dan mengucapkan terima kasih, tetapi itu tidak membuat Kara terpengaruh. Ia tetap makan masakan yang dibuat oleh madunya. Saat ini perutnya sangatlah lapar, dan Kara tidak ingin menjaga citra dirinya dari makanan enak.
"Bagaimana masakannya?" tanya Sari.
Kara menatap Sari, tetapi pandangan wanita itu ke arah Elno. Ya, Kara mengerti. Istri yang berbakti ingin dipuji. Kara juga begitu. Setiap hari selalu menanyakan pandapat Elno tentang masakannya. Meski asin atau hambar, Elno tetap bilang enak.
"Jangan bicara saat makan," ucap Elno.
Sari tampak kecewa karena Elno tidak memberi jawaban yang membuatnya puas. Ia malah memandang Kara yang makan dengan lahapnya dan Kara menyadari itu.
"Masakanmu lumayan. Kebetulan aku lapar," kata Kara.
"Masakanmu pasti enak. Kamu sudah terbiasa memasak, kan?" Sari tersenyum mengucapkannya.
Kara mengerti sindiran halus itu. Sari pastinya sudah tahu apa pekerjaannya di luar negeri dan ia tidak merasa malu sama sekali pernah menjadi pengasuh di negeri orang.
"Besok, aku akan masak makan malam untuk kalian," kata Kara.
Wajah Elno berubah senang mendengarnya. "Sayang, aku sangat ingin mencicipi masakanmu. Sudah sangat lama aku tidak menikmatinya."
Kara tersenyum manis. "Iya, aku akan masak untuk makan malam besok."
Dia tersenyum, apa Kara sudah menerima pernikahanku? "Aku akan pulang cepat besok," ucap Elno.
"Iya, besok kami akan bekerja dan pulang sore," sahut Sari.
"Kamu bekerja di rumah sakit?" tanya Kara.
"Aku dokter gigi. Pagi di rumah sakit dan siang sampai sore, praktek di daerah Cilandak," kata Sari.
"Bagus," jawab Kara, lalu beranjak dari duduknya.
Kara meninggalkan keduanya, ia berjalan menuju tangga dan kembali ke kamar. Elno pun menyelesaikan makannya dan hendak meninggalkan Sari, tetapi istri keduanya itu mencegah.
"Aku sudah berberes pakaian. Kapan kita pindah?" tanya Sari.
"Pindah?" Elno malah balik bertanya.
"Kara seperti tidak menginginkanku. Dia ingin aku pergi dari sini. Kita enggak kekurangan uang buat beli rumah baru, El. Ayo, kita pindah dari sini."
"Kamu apa-apaan, sih. Kara itu istriku. Kenapa aku harus pindah?"
"Kamu lihat Kara. Dia sangat muak kepada kita."
"Pernikahanku yang membuatnya begitu. Aku bisa saja membeli rumah baru, tapi Kara tidak akan suka jika aku memberikannya kepadamu," ucap Elno.
"Dia sudah punya rumah sendiri," kata Sari.
"Tetap saja beda, Sar. Rumahmu hasil pemberianku, sedangkan Kara hasil jerih payahnya. Aku harus beli rumah lagi untuknya. Besok aku akan ajukan kredit rumah," ucap Elno.
"Gajimu tidak akan cukup untuk kredit dua buah rumah."
"Kamu bantu aku, dong," kata Elno. "Mobilmu sudah aku lunaskan, setidaknya bantu bayar kredit rumah jika kamu ingin pindah. Dari awal kamu sudah tau statusku, Sari. Aku juga bukan orang kaya." Sepertinya aku harus banyak lembur biar dapat gaji lebih.
Elno bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke ruang kerja. Ia mengitari meja kecil untuk membuka laci. Terdapat dua tabungan dan sertifikat rumah. Elno mengambil salah satu tabungan serta surat rumah kemudian keluar.
"Elno," tegur Sari.
Elno menghentikan langkahnya. "Apalagi?"
"Malam ini kamu tidur di mana?" tanya Sari.
"Masalah tidur pun kamu permasalahkan? Aku akan tidur di mana pun aku suka," jawab Elno, lalu pergi meninggalkan Sari.
Bagaimana Elno lupa jika masalah tidurlah yang paling sensitif. Tidur di salah satu kamar akan membuat perasaan yang lain terluka. Sungguh Elno tidak ingin lagi membuat luka-luka yang lain.
Elno mengetuk pintu beberapa kali. Ia datang ke kamar Kara untuk memberikan milik istrinya. Tidak ada tanda jika Kara akan mengizinkan ia masuk. Elno membuka pintu yang tidak terkunci, lalu masuk begitu saja.
"Ada apa lagi?" tanya Kara yang duduk di sofa.
Sengaja memang tidak ingin membukakan Elno pintu meski ia mendengar ketukan dari suaminya. Elno duduk di samping Kara, lalu meletakkan benda yang ia bawa di meja.
"Milikmu," kata Elno.
Kara melihat tabungan dan surat rumah itu, tetapi ia enggan untuk mengambilnya. "Perlu apa lagi? Urusanmu belum selesai?"
"Izinkan aku di sini," pinta Elno.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya