Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Erlan Ardinasa Harrison
"Astaga, Alina sayang! Kamu kenapa, Nak?" pekik Bu Nadia seraya mencoba membangunkan tubuh Alina yang lemah tak berdaya itu.
Alina kembali membuka matanya dan mencoba dengan sekuat tenaga untuk membangunkan tubuhnya. Kondisi Bu Nadia sendiri belum sembuh total, tidak mungkin Bu Nadia bisa membopong tubuh Alina seorang diri.
"Hati-hati, Nak," ucap Bu Nadia seraya menahan tubuh Alina agar tidak jatuh.
Dengan penuh perjuangan, akhirnya Ibu dan anak itu tiba di kamar milik Alina. Bu Nadia menuntun Alina berbaring di atas tempat tidurnya. Ia meraba kening gadis itu dan ternyata suhu tubuhnya masih normal.
"Tunggu sebentar ya, Lin. Ibu ingin membereskan jualan Ibu dulu. Nanti Ibu kembali lagi," ucap Bu Nadia.
"Jangan, Bu!" Alina meraih tangan Bu Nadia kemudian menatap wanita yang sudah melahirkannya itu.
"Tidak usah dibereskan, Bu. Ibu jualan aja lagi lagi. Alina baik-baik saja, kok, Bu. Percayalah."
"Kamu yakin?" Bu Nadia menatap sedih kepada Alina.
"Ya Bu, Alina sangat yakin. Alina cuma butuh istirahat saja sebentar dan nanti juga pasti akan kembali sehat seperti semula," sahut Alina mencoba meyakinkan Sang Ibu.
"Nanti kita ke puskesmas, ya. Kita periksa, Ibu takut kamu malah kena diare. Sekarang 'kan lagi musimnya kena diare dan Ibu jadi was-was."
"Ya, Bu. Sebaiknya Ibu jualan aja lagi. Alina ingin istirahat saja," sahut Alina dengan mata terpejam.
Sementara itu.
Di Kota lain yang jaraknya begitu jauh dari tempat tinggal Alina.
Seorang laki-laki dengan tinggi 185 cm dan postur tubuh yang nyaris sempurna, sedang duduk bersandar di kamar mandi pribadinya dengan mata terpejam.
Lelaki tampan dengan rahang tegas itu sedang merasakan sensasi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya pada perutnya yang berbentuk kotak-kotak itu.
Lelaki blasteran Indo-Polandia yang kini berusia 28 tahun itu bahkan sudah tidak mampu menggeser tubuhnya. Kemeja putih bersih yang melekat erat di tubuhnya, terlihat kusut, sekusut wajahnya sekarang ini.
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Asisten pribadi lelaki tampan yang nampak tidak berdaya itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi padaku, Sean? Tolong panggil Irfan, aku tidak ingin pertemuan kita dengan klien gagal hanya gara-gara aku sakit, benar-benar tidak lucu," kesalnya sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sudah, Tuan. Dokter Irfan masih di perjalanan menuju ke tempat ini," sahut Sean.
"Ah, baguslah."
Sean menghampiri Tuan Erlan kemudian membantunya kembali ke ruangan pribadi lelaki itu. Sean menuntun Erlan ke atas tempat tidur yang ada di ruangan itu kemudian ia pun segera keluar dan membiarkan Erlan beristirahat untuk sejenak sambil menunggu kedatangan sang Dokter.
Tidak berselang lama, Dokter yang sudah ditunggu-tunggu pun tiba. Sean yang sejak tadi menunggu di luar ruangan pribadi Tuan Erlan, segera menyambut kedatangan Dokter tersebut sambil tersenyum hangat.
"Selamat datang, Dok. Maaf merepotkanmu," ucap Sean sembari mengulurkan tangannya kepada Dokter Irfan yang merupakan sahabat sekaligus Dokter pribadi Tuan Erlan.
"Tidak masalah, Tuan Sean. Ini sudah menjadi tugas saya. Ehm, sebenarnya apa yang sedang terjadi pada Erlan?" sahut Dokter Irfan seraya melangkahkan kakinya mengikuti Sean yang kini menuntunnya memasuki ruangan pribadi lelaki itu.
"Entahlah, Dok. Tiba-tiba saja Tuan Erlan muntah-muntah tanpa sebab yang jelas."
Dokter Irfan terkekeh pelan. "Hah, paling-paling dia masuk angin. Pasti dia melupakan sarapan paginya 'kan? Kebiasaan," celetuk Dokter Irfan.
"Ehm, sebenarnya Tuan Erlan sudah sarapan tadi pagi ketika saya menjemputnya. Apa mungkin Tuan Erlan maag-nya Tuan Erlan kambuh lagi?"
"Entahlah, sebaiknya kita cek saja dulu."
Setelah memasuki ruangan pribadi Erlan, Irfan terkekeh melihat sahabatnya itu tumbang dengan wajah memucat.
"Kenapa wajahmu jelek sekali, Erlan? Mana lelaki pujaan para gadis-gadis sewaktu di SMA dulu?" goda Irfan.
"Sialan kamu," gerutu Erlan dengan suara yang terdengar begitu lemah. Ia bahkan masih kesusahan untuk membuka matanya.
Irfan duduk di samping Erlan kemudian mulai memeriksa kondisi kesehatan lelaki itu sambil mengajaknya bercakap-cakap.
"Bro, bagaimana proses perceraianmu dengan Olivia?" tanya Dokter Irfan sembari memperhatikan wajah dingin Erlan.
"Olivia membuat semuanya menjadi semakin rumit. Dia masih tidak mau menandatangani surat perceraian kami."
"Itu karena cintanya begitu besar padamu, Erlan." Dokter Irfan menghembuskan napas dalam kemudian melanjutkan ucapannya. "Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya dan dia bercerita banyak tentang hubungan kalian," lanjut Dokter Irfan.
"Sudahlah, jangan bahas tentang wanita itu lagi, Fan. Kamu hanya akan membuat moodku semakin berantakan. Sebaiknya fokus pada pekerjaanmu saja dan segera sembuhkan penyakitku ini," sahut Erlan kesal.
"Ok, baiklah."
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Dokter Irfan mengakhiri tugasnya dengan mencebikkan bibir sambil menatap Erlan dengan tatapan sedikit aneh.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh padaku?" tanya Erlan bingung.
"Ya, kamu memang aneh. Tak ada yang salah pada dirimu, Erlan. Bahkan kondisimu seratus persen baik-baik saja."
Erlan kesal karena Dokter Irfan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Sedangkan pada kenyataannya Erlan memang sedang tidak baik.
"Baik-baik bagaimana maksudmu? Apa kamu tidak lihat kondisiku saat ini? Apa kamu kira aku sedang berpura-pura. Asyem!" Erlan melemparkan bantal ke tubuh lelaki itu.
Bukannya marah, Irfan malah tergelak. Ia membalas lemparan lelaki itu sambil menggodanya. "Apa jangan-jangan saat ini Olivia sedang hamil? Jadi kamu kena imbasnya, Erlan. Kalau benar begitu, kasihan Olivia," ucap Dokter Irfan.
"Apa maksudmu?!" Seketika Erlan membuka matanya dan menatap lekat sahabatnya itu.
"Ya, ini biasa terjadi, Lan, walaupun tidak selalu. Di saat istri sedang hamil, suami pun ikut merasakan nikmatnya morning sickness."
"Bagaimana Olivia bisa hamil, aku bahkan tak pernah menyentuhnya," sahut Erlan dengan wajah setius menatap Dokter Irfan.
"Lah, trus?"
Tiba-tiba Erlan teringat sesuatu yang membuat matanya terbelalak. "Oh, astaga?! Mungkinkah," pekiknya.
...***...