Hallo guyss ini novel aku tulis dari 2021 hehe tapi baru lanjut sekarang, yuks ikutin terus hehe.
Bagaimana jadinya jika seorang pria mengajak wanita tak dikenal membuat kesepakatan untuk menikah dengannya secara tiba tiba? ya itu terjadi dengan Laura dan Alva yang membuat kesepakatan agar keduanya menjadi suami istri kontrak, dalam pernikahan mereka banyak rintangan yang tak mudah mereka lewati namun dalam rintangan itulah keduanya dapat saling mengenal satu sama lain sehingga menimbulkan perasaan pada keduanya.
apakah pernikahan mereka akan berakhir setelah kontrak selesai atau mereka memilih mempertahankan pernikahan? yuk ikuti terus kisah Alva dan Laura
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Yulianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Laura tidak berani terlalu lama berada dirumah Alvi karena siapa tau Alva pulang kerumah dan dia masih bingung bagaimana menjelaskan nya pada pria itu nanti.
"Alvi sampai disini saja," ucap Laura.
"Kau tidak mungkin tinggal di butik kan," kata Alvi karena Laura menuntun jalan menuju butik.
"Ah tidak tapi beberapa barang ku ketinggalan."
"Baiklah setelah itu aku akan mengantarmu,"
"Tidak perlu aku sudah memesan taksi didepan jadi kau pulang saja dan terimakasih telah mengantar ku," ucap Laura lalu keluar dari mobil sebelum Alvi mencegahnya.
Laura berpura-pura masuk kedalam butik agar Alvi bisa pulang tanpa mengikutinya lagi dan setelah Alvi pergi Laura langsung keluar dan masuk kedalam taksi.
Beberapa kemudian Laura sampai didepan rumah Alva, gadis itu masuk dengan langkah pelan membuka pintu.
Ceklek
"Ahh!"
Alva langsung menarik Laura masuk dan menutup pintu, kepalanya sedikit terbentur tembok karena Alva mendorongnya terlalu keras.
"Jelaskan padaku sekarang," ucap Alva dengan suara dingin.
"A-aku tidak tau Alvi dan Aliva adalah kakakmu jika aku tau aku tidak akan hadir dalam acara itu," kata Laura.
"Bohong! Kau mencoba merayu kakakku juga kan, apa kau terlalu takut dengan nasibmu nanti setelah melahirkan anakku? Laura kau tidak perlu menjual dirimu lagi pada kakakku karena aku akan memberikan uang untuk menjamin kehidupan mu!"
Plakk!!
Refleks tangan Laura melayang di pipi Alva karena perkataan menyakitkan nya.
"Aku menjual diri padamu bukan berarti aku menjual diri dengan orang lain Alva, kenapa kau selalu melihatku sebelah mata seolah-olah aku tidak memiliki perasaan," ucap Laura berkaca kaca.
"Cihh!! Murahan tetap saja murahan jangan terlalu munafik!"
"Aku juga tidak ingin melakukan ini Alva jika saja orang tua ku...." Laura benar benar sesak mendengar banyak perkataan menyakitkan dari Alva.
"Aku akan segera melahirkan anak untukmu dan pergi sejauh mungkin," kata Laura sembari membersihkan air matanya.
Laura melepas paksa tangan Alva yang mengunci tubuhnya ditembok lalu masuk kedalam kamar, gadis itu merobek gaun yang ia buat dengan semangat tadi.
Keindahan gaun itu terlihat seperti awan hitam dimata Laura ditambah dengan perkataan menyelekit dari Alva yang membuat harga dirinya jatuh.
"Aku tidak harus peduli dengannya, biarkan dia melakukan apa saja aku tidak akan peduli, mari hidup masing masing kecuali saat kontrak kerja," ucap Laura.
Laura bertekad untuk tidak peduli seluruh urusan yang berkaitan dengan Alva, mulai detik ini gadis itu akan menjalani hidupnya sendiri.
***
Keesokan harinya Laura keluar dari kamar cukup pagi agar tidak bertemu dengan Alva, peduli apa tentang sarapan bersama dan kesehatan karena Laura bisa membeli itu diluar.
Laura tampak lebih dingin dari biasanya karena tidak ada alasan yang membuat gadis itu harus tersenyum, sepanjang perjalanan menuju butik Laura hanya mendengar lagu yang bisa menenangkan hatinya.
"Sudah sampai nona," ucap supir.
"Terimakasih," Laura membayar tagihan lalu keluar dari taksi.
Lagi lagi ada seseorang yang membuat moodnya hancur di pagi hari karena Celine sedang menunggunya diluar. Laura terus berjalan tanpa mengganggu gadis itu.
"Ehem!! Kasihan sekali anak buangan ini harus menggunakan taksi," ucap Celine dengan senyum sinis.
"Pulanglah aku tidak ingin mencari masalah denganmu," kata Laura.
"Aiihh jangan terlalu tergesa-gesa kakak sambung...."
"Siapa yang kau panggil kakak? Aku? Maaf aku tidak mengenalmu gadis kecil," ucap Laura dengan tatapan tajam.
Celine memudarkan senyumannya lalu berdiri tegak agar Laura sadar dengan siapa dirinya berbicara.
"Kau tau sedang berbicara dengan siapa hah!!"
"Celine putri dari tuan Luis bukan," jawab Laura.
"Berani sekali kau menyebut papa dengan..."
"Memangnya kenapa? Dia sudah membuangku dan kita tidak memiliki ikatan lagi, kau ingin mengadu pada papa kesayangan mu? Silahkan Celine aku tidak takut sama sekali, suruh papa mu datang untuk memukulku agar aku bisa melaporkannya atas tindakan kekerasan," ucap Laura dengan suara lantang.
Laura tersenyum sinis melihat Celine tidak bisa menjawab ucapannya karena bagaimanapun Laura sebenarnya akan menang tapi selama ini dia diam.
"Papa lebih menyayangi ku daripada kau buktinya dia memberikan banyak fasilitas yang pernah kau gunakan," ucap Celine dengan percaya diri.
"Benarkah? Selamat telah mengambil bekas ku," jawab Laura.
Lagi lagi Celine merasa dirinya kalah berdebat, kenapa Laura tiba tiba membuka mulut untuk melawannya, apa dia tidak takut tuan Luis datang memarahinya pikir Celine.
"Aku tidak peduli tapi kasih sayang papa jauh lebih besar untukku maaf ya anak buangan kau kalah," ucap Celine.
"Daripada kau mempermasalahkan kasih sayang lebih baik kau bertanya pada nyonya Natali apa tuan Luis benar benar papa kandungmu," kata Laura sembari mengacak-acak pelan rambut Celine lalu masuk kedalam butik.
"Hey apa maksudmu hah!!"
Celine ingin masuk kedalam namun para karyawan sudah siap akan melawan jika dia tetap memaksa masuk.