Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Daniel
Selene membeku. Cangkir teh di tangannya bergetar, menumpahkan cairan hangat ke punggung tangannya.
Tidak mungkin. Ini mimpi buruk yang berlanjut. Bagaimana dia bisa menemukannya di sini? Resort ini eksklusif, privat. Hanya tamu yang bisa menggunakan dermaga ini.
Pikirannya mengingat. Nahkoda. Pasti nahkoda perahu kemarin. Daniel pasti membayarnya, atau meyakinkannya dengan cerita sedih.
Atau mungkin dia mengikutinya dari jauh kemarin, melihat ke arah dermaga mana perahu itu pergi.
Insting pertama Selene adalah membeku. Yang kedua adalah lari.
Dia berbalik dengan cepat, cangkir teh terjatuh dari tangannya dan menghantam kayu dengan suara pecah yang teredam suara ombak.
Dia tidak peduli. Dia mulai berlari menyusuri dermaga yang panjang, kembali ke arah villa-villanya. Napasnya sudah terengah-engah karena panik, bukan karena kelelahan.
"Selene! TUNGGU! Tolong!" teriak Daniel dari belakangnya. Suaranya memohon.
Dia mendengar langkah kaki cepat mengejarnya di atas kayu. Selene tidak menoleh. Dia memaksakan kakinya untuk bergerak lebih cepat, gaun putihnya berkibar.
"Kita harus bicara! Aku memilihmu dan meninggalkan Lina!" teriak Daniel lagi, semakin dekat.
“Apakah dia sudah gila?” gumam Selene setengah menggerutu.
Selene tetap berlari dan hampir mencapai bagian dermaga di mana villa-villa mereka berada.
Dia bisa melihat pintu villanya. Tapi Daniel lebih cepat. Dia meraih lengannya dari belakang, menggenggamnya dengan kuat.
"Tidak! Lepaskan!" Selene berteriak, berjuang melepaskan diri. Sentuhannya terasa seperti besi panas.
"Tidak! Tidak lagi!" Daniel memutar tubuhnya sehingga mereka berhadapan.
Wajahnya berkerut oleh emosi, rasa sakit, kemarahan, dan sebuah kegilaan yang membuat Selene semakin ketakutan. "Kau menghilang dari hidupku selama lima tahun tanpa sepatah kata! Dan sekarang, saat aku akhirnya menemukanmu, kau terus berlari? Apa yang begitu mengerikan dariku, Sel? Apa yang kulakukan? Aku masih mencintaimu seperti dulu!”
"Kau tidak melakukan apa-apa, Daniel! Ini tentang aku! Sekarang lepaskan!" Selene mendorongnya, tapi itu seperti mendorong dinding.
"Aku tidak percaya itu! Ada sesuatu! Apakah ada orang lain? Apakah itu sebabnya kau pergi? Apakah dia yang membawamu ke sini?" Matanya liar, menyapu villa-villa mewah di sekitar mereka. "Kau bersama siapa di sini, Selene? Kau liburan sendirian? Aku tidak percaya."
"Itu bukan urusanmu! Hidupku bukan lagi urusanmu!"
"ITU SELALU AKAN MENJADI URUSANKU!" raungnya, suaranya menggema.
Dia menarik Selene lebih dekat, cengkeramannya menyakitkan. "Kau menghancurkanku dulu! Kau menghancurkan aku! Dan kau pikir kau bisa begitu saja berlari pergi, menikmati liburan mewah di Maldives, sementara aku … aku masih terjebak dalam kenangan bersamamu?”
"Daniel, tolong," bisiknya, sekarang dengan nada mencoba menenangkan. "Aku … aku sudah menikah. Lepaskan aku.”
Daniel terpaku sejenak lalu tertawa. “Kau bercanda, Sel? Menikah? Kau pikir aku percaya?”
“Aku kemari karena sedang berbulan madu! Lepaskan aku sebelum suamiku keluar dan—“
“Suamimu? Jadi kau sudah menikah? Kalau begitu, aku ingin tahu seperti apa dia hingga bisa membuat Selene yang alergi dengan pernikahan ini bersedia menikah.” Daniel terengah-engah.
Di tengah kepanikan, sebuah suara yang tenang, dan dingin memotong ketegangan di udara pagi itu.
"Apa yang terjadi di sini?”
Selene dan Daniel sama-sama menoleh ke arah suara itu.
Tom berdiri di teras villanya, hanya beberapa meter dari mereka. Dia tidak terlihat baru bangun tidur.
Dia mengenakan celana pendek dan kemeja putih yang masih kusut tanpa dikancing seperti biasa.
Rambutnya basah, seperti baru mandi. Tapi yang Selene takutkan adalah sikapnya. Dia berdiri tegak, tangan di saku, wajahnya sangat dingin, tanpa senyum sama sekali.
pasti keinginanmu akan tercapai..