Tasya baru pulang membeli sayur. Belum sempat masuk kerumah masih berada dihalaman, ibu mertuanya langsung meraih uang kembalian yang Tasya pegang.
"apaan sih buk, itu nanti sisanya buat beli apa yang kurang didapur. main ambil aja, dasar mertua serakah".
"halah, kasih aja lah kamu ini harusnya bisa membelanjakan sesuai kebutuhan. kalau sisa ya kasih keaku atau gak keibu.
seakan tak memperdulikan Tasya, bu Wiji pun berlalu pergi.
itulah tabiat mertua Tasya yang serakah, serta suaminya yang sangat perhitungan. namun kesabaran Tasya pun ada batasnya, hingga suatu saat Tasya pun meluapkan emosinya yang selama ini dia pendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiya Mariiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 22
"nak, ibu senang karena kamu bisa lepas dari penderitaanmu. Tapi ibu juga sedih kamu gagal dalam mempertahankan pernikahanmu. Ibu harap kamu jadi anak yang kuat, berdiri dikakimu sendiri. Jangan pernah menyusahkan orang lain, jika kamu sukses nanti tetaplah jadi dermawan" tutur bu Sundari. Tasya yang mendengar nasehat ibunya berkaca kaca.
"apaan bu, Tasya nyusahin aku terus. Tiap hari malah.." sahut Mila sambil menghidangkan makanan.
"ya kan emang kamu pantas buat disusahin Mil, siapa lagi yang bakalan nyusahin kamu kalau bukan aku. Hahaha.." jawab Tasya sambil tertawa.
"huuu, masa tiap mau bikin rencana minta tolongnya ke aku, ya kan... Aduh..!!" belum selesai berbicara Mila memekik kesakitan karena kakinya yang diinjak oleh Tasya.
Tasya mengedipkan matanya dan mengisyaratkan satu jarinya ke bibir agar Mila menghentikan ucapannya.
"rencana apa?" tanya bu Sundari.
"itu bu, rencana kedepan. Masa depan gitu, kayak sekarang ini. Oohh ini aku mau tunjukkan, gaji aku dari menulis novel. Ini yang dimaksud rencana tadi bu. Biar ke depannya pas aku dibuang, bisa berpenghasilan sendiri. Soalnya kan mas Adi juga kayak gitu, mertua aku ibu tau sendiri lah", jawab Tasya sedikit terbata bata.
"iya benar nak, tapi tadi kamu bilang novel berpenghasilan?"
"iya bu, jadi selama ini aku nulis novel online. Dan ada gajinya, lumayan loh bu. Aku cuma minta doa ibu sama bapak semoga selalu lancar novel aku", ujar Tasya.
"bapak sama ibu selalu mendoakan yang terbaik buat kamu nak", jawab pak Darman.
Tasya merasa ada kehangatan saat berkumpul dengan ayah dan ibunya, ditambah lagi sekarang ada Mila yang menemani hari harinya yang seperti saudara kandung sendiri.
Adi mulai mencari tahu tentang Tasya yang sekarang. Dia bertanya kepada semua sopir angkot disekitar pasar. Ternyata ada salah satu langganan angkot Tasya, dia bercerita bahwa Tasya selalu berhenti didepan pasar dan menyebrang ke rumah mewah yang ada didepan pasar.
Dipandanginya rumah mewah itu dari kejauhan. Adi berpikir 'pantas saja Tasya langsung mengurus surat cerai. Ternyata kaya juga selingkuhannya. Tapi kayaknya gak mungkin Tasya sampai melakukan hal itu. Aku tahu betul dia sangat mencintaiku'.
Kemudian Adi mendekati rumah itu, dia berpura pura tanya alamat temannya.
"permisi assalamualaikum", ucap Adi. Keluarlah seorang pria bertubuh tinggi tegap.
"waalaikumsalam, cari siapa mas?" tanya satpam rumah Mila.
"maaf pak, apa betul ini rumah Andini?" tanya Adi.
"bukan mas, salah alamat kali", jawab pak satpam.
"tapi katanya alamatnya deket pasar pak, jalan mawar nomer 31. Ini juga nomor 31 pak",
"mas.. Mas, ini jalan kamboja. Kalau jalan mawar yang belakangnya pasar, nah pemilik rumah ini bu Mila sama pak Baskoro bukan Andini mas, nah majikan saya yang laki laki pun gak pernah dirumah masih di Kalimantan".
"oohh, belakang pasar. Makasih ya pak", ucap Adi berlalu pergi.
Adi kebingungan karena yang disebut bukan nama Tasya. Dan lebih mengejutkan lagi hanya ada majikan perempuan dirumah ini namun namanya Mila bukannya Tasya.
"apa aku cari tahu ke rumah orang tuanya aja ya", gumam Adi.
Tasya membersihkan rumah almarhum bude Tiwi kakak dari ibunya. Dulu sebelum dia menjadi orang kaya, bu Tiwi lah yang merawat Tasya selama ayah dan ibunya di perantauan.
Sejak Tasya kelas satu SD dia sudah ditinggal merantau oleh kedua orang tuanya. Terpaksa ia dititipkan kepada budenya karena Tasya anak tunggal. Keadaan yang memaksa kedua orang tua Tasya harus meninggalkannya untuk sementara waktu.
Setelah sepuluh tahun lamanya kedua orang tua Tasya baru pulang kampung. Dan uang yang mereka kumpulkan selama diperantauan lebih dari cukup untuk membayar hutang serta membangun rumah dan membeli sebidang sawah yang cukup luas.
Karena kegigihan pak Darman dari sebidang sawah menjadi berkali kali lipat. Panennya selalu sukses, uangnya tak pernah mereka gunakan untuk hal hal yang menurut nya tak penting. Kebanyakan ditabung dan membeli perhiasan untuk simpanan jangka panjang. Dan tak lupa pak Darman selalu bersedekah kepada yang membutuhkan.
Rumah yang kini masih berdiri kokoh tak pernah Tasya dan kelurga berniat untuk membongkarnya. Bahkan semasa hidupnya bu Tiwi ia lebih diprioritaskan untuk tinggal di rumah bu Sundari. Bu Sundari tak akan pernah lupa dengan perjuangan bu Tiwi yang merawat Tasya dengan ikhlas.
Ia tak pernah mengeluh saat mengurus Tasya walau serba kekurangan. Bu Tiwi menganggap Tasya seperti anak kandung sendiri. Karena sudah lebih dari dua puluh lima tahun beliau belum dikaruniai keturunan sampai akhir hayatnya.
Tasya menatap lekat setiap sudut ruangan. Ia mengingat masa kecilnya yang selalu bermain dengan budenya. Rumah ini menjadi saksi disaat masa masa susah keluarga Tasya.
Dari kejauhan Adi mengintai rumah kecil yang mirip gubuk itu. Pintu rumahnya masih terbuka, ia menatap lekat siapa yanga da didalam sana. Seorang wanita cantik keluar dari rumah kecil tersebut.
"Tasya, ternyata kamu pulang ke gubuk ini. Tapi kenap penampilannya seperti orang kaya?" gumam Adi.
Ia keluar dari dalam mobilnya dan menghampiri Tasya yang sedang menyapu halaman.
"Tasya", panggil Adi.
"ngapain kamu kesini?" tanya Tasya.
"Tasya, kamu lebih memilih pulang ke gubuk ini dari pada tinggal dirumahku?"
"setidaknya gubuk ini lebih nyaman dari pada rumah seperti neraka itu", jawab Tasya.
"tapi kenapa sekarang penampilanmu makin cantik Sya? Bahkan kamu sekarang lebih memperhatikan penampilanmu dan merawat dirimu. Kenapa saat bersamaku kamu tak seperti ini? Laki laki mana yang kamu incar?" cecar Adi seperti menuduh mantan istrinya.
"laki laki?? Tanpa aku mengincar laki laki kaya pun, aku bisa beli semua yang aku inginkan mas. Kamu dan keluargamu menganggapku rendah karena yang kalian lihat aku ini miskin? Dasar buta!" umpat Tasya.
"apa maksudmu Tasya?"
"aku tahu mas, kemarin kamu menjemputku lagi karena apa? Karena sawah kan? Aku pernah bilang kalau ayahku akan menjual sawahnya kan? Dasar mata duitan! Kamu kena jebakanku mas. Selain mata duitan kamu juga mata keranjang. Lihat yang terbuka dikit matanya kayak mau lepas! Padahal gak tau wanita yang kamu jadikan istri itu sebenarnya siapa?" jawab Tasya menggelengkan kepala.
"maksudmu Salsa? Kenapa dia? Bahkan dia lebih baik darimu. Tak pernah membantahku, selalu membantu keuanganku. Sedangkan kamu taunya hanya menuntutku saja", ucap Adi membela diri.
"hei!!! Tutup mulutmu mas! Aku hanya mau hakku selama jadi istrimu. Aku berhak memintaimu uang karna memang dulu adalah kewajibanmu menjadi suami. Kalau sekarang istrimu mau membantu keuanganmu dan mungkin tak mepermasalahkan jika kamu tak memberinya nafkah, itu namanya bod*h!" gertak Tasya.
" lagian ya mas, wanita mana yang tahan harus mengurus pekerjaan rumah tanpa ada yang membantunya. Belum lagi harus melayani suami. Dan tak diberi nafkah? Yang kamu beri selama ini uang makan mas. Bahkan kau suruh membagi kepada seluruh keluargamu. Pikir pakai otak!" sambung Tasya meluapkan emosinya.
"Tasya!!" bentak Adi.
"Adi!!!" suara itu menggelegar saat Adi membentak Tasya. Adi menoleh kearah rumah mewah disamping rumah kecil ini.
Adi seakan tak percaya siapa yang ada diambang pintu rumah itu. "apa mungkin, Tasya ini?" gumam Adi bertanya tanya sendiri.
...****************...