novel ini adlaah adaptasi dari kelanjutan novel waiting for you 1
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
wanita kuat!!
Malam itu, Elena akhirnya memutuskan untuk menerima panggilan Aidan. Suaranya yang hangat tapi tegas terdengar di ujung sana. Percakapan mereka dipenuhi kekakuan pada awalnya, tapi perlahan, keterbukaan mulai tumbuh.
"Aku ingin bertemu denganmu," kata Aidan, penuh harapan. "Bukan hanya untuk Alvio, tapi juga untuk kita. Ada banyak hal yang perlu aku perbaiki, Elena."
Elena terdiam, tetapi akhirnya mengangguk meski Aidan tak bisa melihatnya. "Kita akan bicara. Tapi aku tidak menjanjikan apa-apa."
Dan malam itu, untuk pertama kalinya, jalan menuju rekonsiliasi mulai terlihat, meski tertutup bayang-bayang masa lalu.
...~||~...
Hari pertemuan akhirnya tiba. Elena memutuskan untuk bertemu Aidan di lokasi yang netral, sebuah restoran kecil dan tenang yang jauh dari hiruk pikuk publikasi. Alvio, dengan rasa ingin tahunya yang khas, mengamati ibunya bersiap, sementara di dalam hatinya dia tahu ini adalah momen penting.
“Ibu, jangan ragu,” kata Alvio sambil berdiri di pintu kamar hotel. “Aku percaya padamu. Jika ini sulit, aku akan tetap di sini menunggumu pulang.”
Elena berjongkok di depan anaknya, membelai pipinya dengan lembut. “Vio, terima kasih atas kepercayaanmu. Semua yang Ibu lakukan, selalu untukmu.” Dengan satu tarikan napas dalam, Elena menguatkan dirinya dan pergi, meninggalkan Alvio bersama Pak Jen.
Di restoran itu, Elena menemukan Aidan telah duduk menunggunya. Pria itu tampak cemas sekaligus penuh harapan. Saat mata mereka bertemu, waktu seolah melambat, dan untuk sesaat Elena merasakan bebannya sedikit lebih ringan. Namun, di dalam dirinya tetap ada perasaan yang terpendam, begitu dalam dan kompleks.
Aidan berdiri, berusaha tersenyum. “Elena, terima kasih sudah mau bertemu.”
Elena mengangguk, tidak mengatakan apa-apa saat dia mengambil tempat duduk di hadapannya. Hening sejenak menghiasi suasana di antara mereka, hanya terdengar suara alat makan dan percakapan lembut pengunjung lain di sekitar.
“Langsung saja,” ujar Elena, memecahkan keheningan. “Apa yang ingin kau bicarakan?”
Aidan menarik napas panjang, seolah-olah berusaha menyusun semua emosi yang ingin disampaikan. “Aku tahu aku telah mengecewakanmu, Elena. Apa yang terjadi di masa lalu tidak seharusnya berakhir seperti itu. Jika aku bisa mengulang waktu, aku ingin berada di sisimu ketika segalanya sulit.”
Elena menatapnya dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Dan sekarang kau kembali, Aidan. Setelah bertahun-tahun, setelah segalanya berubah. Aku bukan lagi Syafira yang dulu. Aku telah menjadi seseorang yang berbeda, tidak hanya demi diriku sendiri tapi juga untuk Alvio.”
Aidan mengangguk, mengakui kebenaran itu. “Aku mengerti. Aku tidak berharap kau menerima semuanya begitu saja, Elena. Tapi aku ingin mencoba memperbaiki semuanya—untukmu, dan untuk anak kita.”
“Alvio,” Elena mengoreksi, nada suaranya tegas. “Dia adalah dunia yang kubangun dengan susah payah. Jika kau ingin menjadi bagian darinya, kau harus membuktikan bahwa kau layak. Aku tidak akan membiarkan masa lalu mengacaukan hidupnya.”
Aidan mengangguk lagi, kali ini lebih mantap. “Aku akan membuktikannya, Elena. Aku tahu aku telah kehilangan banyak waktu, tapi aku berjanji, aku tidak akan menyerah lagi.”
Elena tidak menjawab, hanya menatap pria itu dengan dalam. Dalam benaknya, ada pertempuran antara rasa takut, harapan, dan keraguan. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk memberi Aidan kesempatan, bukan karena dia percaya sepenuhnya, tetapi karena dia tahu ini bukan hanya tentang mereka—ini tentang Alvio.
“Aku akan memberimu waktu,” ucap Elena akhirnya. “Tapi aku ingin kau tahu, jika aku melihat ada tanda bahwa Alvio terluka oleh kehadiranmu, aku tidak akan ragu untuk memutuskan semua ini lagi.”
Wajah Aidan menunjukkan rasa syukur sekaligus keseriusan. “Terima kasih, Elena. Aku tidak akan mengecewakanmu, atau Alvio.”
Sementara itu, di hotel, Alvio duduk di dekat jendela, menatap langit yang mulai senja. Dia tahu ibunya tengah menghadapi sesuatu yang besar, sesuatu yang mungkin akan mengubah kehidupan mereka lagi. Tapi sebagai anak yang bijaksana melebihi usianya, dia memilih untuk menunggu dengan tenang.
“Apakah Ibu akan baik-baik saja, Pak Jen?” tanyanya sambil menatap pelayan setianya.
Pak Jen, yang sedang menyiapkan secangkir cokelat panas untuknya, tersenyum lembut. “Nyonya Elena adalah wanita yang sangat kuat, Tuan Muda. Saya yakin dia akan menemukan jalannya.”
Alvio mengangguk pelan. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa pertemuan ini mungkin hanyalah awal dari babak baru yang lebih besar dan penuh tantangan. Namun, dia yakin satu hal—tidak peduli apa yang terjadi, dia akan selalu berdiri di sisi ibunya.