WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 6
Damien pulang dengan amarahnya yang masih memuncak. Tindakan Florynn tadi benar-benar memancing emosinya.
Damien berjalan masuk ke dalam apartemennya tetapi tidak menemukan Amara didalamnya. Damien kira Amara belum pulang dari kantornya tetapi melihat sepatu hak tinggi Amara di rak, Damien tahu Amara sudah pulang.
Harum semerbak masakan kemudian tercium. Damien tebak Amara sedang memasak makan malam mereka dan secara otomatis kaki Damien berjalan ke arah dapur.
Damien memperhatikan Amara yang sedang memasak dari belakang. Berusaha tidak menimbulkan suara agar wanita itu tidak tahu mengenai kehadirannya. Sebab jika ketahuan, Damien pasti akan malu ketangkap basah memperhatikan wanita itu secara terang-terangan begini.
Setidaknya dengan memperhatikan Amara dapat meredakan emosi Damien beberapa waktu lalu.
Tangan Amara terus bergerak mengaduk makanan yang hampir matang diatas panci kemudian mengangkat gagang panci dan hendak memindahkannya ke atas piring sebelum Amara merasakan seakan ada seseorang yang tengah memantaunya dari jauh.
Amanda menoleh melalui ekor matanya dan alangkah terkejutnya menemukan Damien berdiri tegap sembari menyenderkan tubuhnya pada dinding dan lebih anehnya lagi tengah memperhatikan kegiatannya sedari tadi.
Secara refleks akrena kurang fokus, tangan Amara kehilangan keseimbangan dan jarinya berakhir menyentuh pinggiran wajan yang panas.
“Akh!” pekiknya kemudian meletakkan wajan itu ke atas meja dan segera mengelus jarinya yang mulai terasa panas dan berdenyut.
Damien melebarkan matanya, ia segera melangkah lebar menuju Amara, meraih tangannya kemudian menyalakan kran air dan mengarahkan tangan Amara tepat dibawah aliran kran air. Membiarkan jarinya basah diguyur oleh air dari kran.
Amara memperhatikan setiap gerak-gerik Damien, mulai dari pria itu mengurut pelan jarinya kemudian dengan sangat hati-hati mengelusnya, meniupnya dan melakukannya secara berulang-ulang. Amara benar-benar harus mengerjap beberapa kali untuk memastikan penglihatannya bahwa hal yang ia saksikan itu bukanlah mimpi.
“Jarimu terluka,” ujar Damien dengan nada paniknya yang berhasil menyentak lamunan Amara.
“Karenamu,” lanjut Amara membuat gerakan tangan Damien terhenti.
Amarah menjauhkan jarinya dari jangkauan Damien kemudian hendak menuangkan isi makanan dari panci ke atas piring menggunakan tangannya yang satu lagi namun perkataan Damien menghentikannya.
“Biar aku saja,” ujar Damien singkat mengambil ahli panci dari jangkauan dan Amara kemudian mulai menuangkan isinya ke atas piring.
Amara masih setia memperhatikan setiap gerak-gerik pria itu kemudian emnggeleng pelan. Bahkan untuk mengucapkan kata maaf saaja pria itu gengsi. Amara kenal betul dengan kepribadian suaminya itu. Damien memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan harga diri yang tinggi. Mengucapkan kata terima kasih dan maaf tidak ada dalam kamusnya karena selama ini oranglah yang mengucapkan hal-hal itu kepadanya.
Pria emosian dan tidak berperasaan seperti Damien tidak mungkin akan dengan mudah jatuh cinta pada seseorang. Fakta itu membuat Amara mendengus sekali, sepertinya dirinya harus berusaha lebih keras lagi untuk membuatnya jatuh hati atau jika tidak maka Amara akan dinyatakan kalah dari Damien.
Dan Amara tidak suka dengan kekalahan.
Amara memutuskan untuk duduk saja dimeja makan dan membiarkan Damien melakukan sisa pekerjaannya.
Makan malam pun dimulai dengan keheningan yang kembali menyelimuti mereka berdua seperti biasanya. Tidak ada yang berniat untuk memulai topik pembicaraan, mereka berdua hanya fokus pada makanan masing-masing, hanya suara dentingan sedok yang terdengar sepanjang ruangan.
“Kau kemana siang ini?” tanya Damien tiba-tiba yang berhasil merenggut fokus Amara.
Amara melirik sekilas ke arah Damien kemudian kembali menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.
“Kantor,” jawab Amara singkat.
Seolah terpikirkan sesuatu, Amara mendadak menegakkan punggungnya dan menatap serius ke arah Damien.
Damien menaikkan alis kanannnya ketika mendapat Amara yang tengah memusatkan fokus ke arahnya.
“Di kantor…baby,” balas Amara yang terkesan ada jeda di awal namun akhirnya Amara dapat menyelesaikan kaliamtnya.
Amara tidak boleh lupa akan taruhan yang diberikan Damien untuk membuat pria itu jatuh hati padanya dan saat ini Amara sedang berusaha untuk meluluhkan hati Damien.
Jujur Amara tidak tahu kalau tindakannya barusan benar atau salah, sebab saat ini Amara mendapati Damien yang tertawa terbahak-bahak. Pria itu mengeluarkan tawa kerasnya. Tawa yang tidak pernah Amara lihat sebelumnya. Benar-benar tertawa lepas.
“Damien…”panggil Amara pelan, sebab semakin keras Damien tertawa semakin Amara merasa tersinggung.
Amara menyesali perkataannya sebelumnya dan sekarang ia terlalu malu untuk mengingatnya kembali.
“Damien, berhentilah tertawa…” ujar Amara memperingati tetapi pria itu masih sibuk meredakan tawanya.
Amara yang merasa kesal akhirnya kembali lepas kendali, dengan nada kesalnya dia berujar, “Diam atau kutusuk mulutmu dengan pisau ini,” ancam Amara sembari mengangkat pisau yang ia gunakan untuk memotong steak yang ada didepannya itu.
Damien akhirnya menghentikan tawanya kemudian menatap pisau yang diarahkan oleh Amara kepadanya itu.
“Daripada dengan pisau, lebih baik dengan bibirmu,” ujar Damien yang langsung membuat Amara melebarkan matanya.
Dasar pria gila !
Amara dengan segera menurunkan pisau itu dan kembali melahap steaknya tanpa memperdulikan Damien lagi. Lebih tepatnya berusaha mati-matian untuk menghiraukan kehadiran pria itu.
“Belajarlah lebih baik lagi untuk menggodaku,” ujar Damien setelah tawanya reda sembari menatap usil ke arah Amara.
Sedangkan pipi Amara sudah merah padam menahan malu, dia tidak menjawabi lagi kalimat Damien dan terus fokus pada makanannya saja. Amara berniat menyelesaikan makanannya dengan cepat dan segera beranjak pergi dari sana.
“Tetapi yang tadi tidaklah buruk baby,” balas Damien membuat Amara refleks menoleh ke arah pria itu, tatapan mereka beradu dan dengan tidak tahu dirinya Damien mengedipkan matanya ke arahnya.
Amara langsung membuang wajah ke samping, menyesal sudah karena mengangkat pandangannya barusan.
“Berbicara sambil makan bisa membuatmu meninggal,” ujar Amara menfeluarkan kalimat pedas yang lagi-lagi berhasil mengundang tawa singkat dari Damien.
Pelipis Amara berkerut bingung, ada apa dengan Damien. Apa pria itu kerasukan sesuatu? Kenapa dia gampang sekali tertawa, padahal Amara melontarkan kalimat menusuknya, tetapi bukannya marah pria itu tertawa. Mungkin stress karena bekerja terlalu banyak membuat pria itu sedikit tidak waras sekarang.
“Kau ke kafe tadi,” ujar Damien kembali serius pada obrolan mereka yang terputus tadi.
Amara menghentikan kunyahannya kemudian menangguk pelan. Ia menelan makanannya dan berujar, “Aku membeli kopi tadi, tunggu…”
Amara merasakan ada yang aneh, ia menangkat kepalanya dan menatap penuh selidik ke arah Damien.
“Kau membuntutiku?” tanya Amara kepada Damien.
“Kau berbicara dengan seorang pria,” melainkan menjawab pertanyaan Amara, Damien malah membahas topik yang lain.
Amara menaikkan alis kanannya, menatap penuh menantang ke arah Damien, “Dan kau cemburu?”
Hening, Damien tidak menjawabinya lagi membuat Amara semakin mengembangkan senyumnya. Apakah secepat ini Damien akan kalah dalam taruhan yang pria itu buat sendiri. Entah kenapa Amara sudah merasakan euforia kemenangannya akan datang sebentar lagi.
“Setelah kau menjadi istriku, setiap gerak-gerikmu aku tahu Amara,” balas Damien singkat mmebuat Amara mendelik, tetapi tidak bisa menepis fakta itu.
Sebagai seseorang yang berpengaruh, Damien mempunyai banyak kolega bisnis dan kenalannya, jadi tidak menutup kemungkinan Damien juga memiliki banyak musuh. Walaupun selama ini Amara sudah memperkerjakan bodyguard untuk menjaga dirinya, tetapi Damien tetap mengutus orang kepercayaannya untuk mengikuti Amara. Wanita itu juga tidak bisa menolak walaupun terkadang ia merasa tidak nyaman, sebab nyawanya dipertaruhkan disini.
“Jadi intinya kau cemburu?” tanya Amara lagi sembari menatap lurus ke arah Damien, menunggu jawaban pria itu.
“Tidak, hanya saja jika kau mau berselingkuh, usahakan jangan sampai tertangkap oleh para wartawan.”