Di negeri Eldoria yang terpecah antara cahaya Solaria dan kegelapan Umbrahlis, Pangeran Kael Nocturne, pewaris takhta kegelapan, hidup dalam isolasi dan kewaspadaan terhadap dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia menyelamatkan Arlina Solstice, gadis ceria dari Solaria yang tersesat di wilayahnya saat mencari kakaknya yang hilang.
Saat keduanya dipaksa bekerja sama untuk mengungkap rencana licik Lady Seraphine, penyihir yang mengancam kedamaian kedua negeri, Kael dan Arlina menemukan hubungan yang tumbuh di antara mereka, melampaui perbedaan dan ketakutan. Tetapi, cinta mereka diuji oleh ancaman kekuatan gelap.
Demi melindungi Arlina dan membangun perdamaian, Kael harus menghadapi sisi kelam dirinya sendiri, sementara Arlina berjuang untuk menjadi cahaya yang menyinari kehidupan sang pangeran kegelapan. Di tengah konflik, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menyatukan dua dunia yang berlawanan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PASTI SUKSES, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SERANGAN
Malam itu, kabut gelap menyelimuti Umbrahlis. Suasana di Noctis Hall terasa tegang, dengan setiap penjuru istana terasa lebih sepi dari biasanya. Kael berdiri di balkon, matanya memindai kegelapan yang menyelimuti wilayahnya. Eryx, pengawalnya, berdiri beberapa langkah di belakangnya.
"Pangeran," suara Eryx memecah keheningan, "Ada sesuatu yang aneh di perimeter selatan. Beberapa petugas kami melaporkan adanya gerakan mencurigakan."
Kael menatap ke arah yang ditunjuk, ekspresinya dingin. "Mereka pasti datang dari Solaria."
"Saya sudah memerintahkan agar seluruh pasukan waspada," lanjut Eryx. "Namun, kita tidak tahu seberapa besar ancamannya."
"Persiapkan pasukan," kata Kael dengan suara yang lebih keras, penuh kewaspadaan. "Mereka mencoba menyerang, dan kita akan melawan dengan segala yang kita punya."
Di tengah persiapan itu, Arlina mendekat, wajahnya penuh kegelisahan. "Apa yang terjadi? Mengapa semuanya terlihat tegang?"
Kael menatapnya sejenak, lalu menghela napas. "Solaria mencoba menyusup. Mereka datang untuk mengambilmu, Arlina."
Arlina terkejut. "Mereka tidak akan menyerah, ya?"
"Sepertinya begitu," jawab Kael, tanpa bisa menyembunyikan amarah yang terpendam. "Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambilmu dari sini."
Eryx melangkah maju. "Pangeran, kami sudah mempersiapkan kekuatan gelap untuk melawan mereka."
Kael mengangguk. "Biarkan mereka datang. Kami akan menghadapi mereka dengan kekuatan kita."
Di perbatasan Umbrahlis, prajurit Solaria bergerak dengan hati-hati, menggunakan malam sebagai perlindungan. Mereka sudah mendekati Noctis Hall, niat mereka jelas: menyelamatkan Arlina. Pemimpin mereka, Kapten Rhoan, mengisyaratkan agar pasukan berhenti sejenak.
"Kita sudah hampir sampai," bisiknya kepada pasukannya. "Segera setelah kita berhasil menyusup ke dalam, kita akan membawa Arlina keluar. Tidak ada waktu untuk ragu."
Mereka melangkah maju, bersembunyi di balik pepohonan dan batu besar yang tersebar di sekitar istana. Namun, saat mereka mendekati gerbang utama, keheningan malam tiba-tiba pecah.
"Siapa yang berani menginjakkan kaki di wilayah ini?" suara Kael terdengar dari kejauhan.
Kapten Rhoan terkejut dan memberi isyarat kepada pasukannya untuk berhenti. Namun, terlambat. Sejumlah penjaga Umbrahlis sudah siap dengan senjata, mengelilingi mereka.
"Sepertinya kita telah tertangkap," kata Rhoan dengan tajam.
Kael muncul dari balik bayangan, matanya berkilat dengan kekuatan yang sangat gelap. "Kau tidak tahu dengan siapa kalian berurusan, Kapten."
Rhoan menatap Kael dengan curiga. "Kau... Pangeran Kael Nocturne. Kami hanya datang untuk mengambil Arlina. Ini tidak ada hubungannya dengan negeri ini."
Kael tersenyum dingin. "Semua yang berhubungan dengan Arlina berhubungan langsung dengan Umbrahlis. Dan kalian, para pengkhianat, tidak akan meninggalkan wilayah ini dengan hidup-hidup."
"Ambil mereka!" teriak Rhoan, memimpin serangan dengan pedangnya.
Namun, sebelum prajurit Solaria bisa melangkah lebih jauh, Kael melambaikan tangannya. Suara gemuruh datang dari dalam tanah, dan bayangan gelap mulai muncul di sekitar mereka. Kekuatan gelap Kael meresap ke dalam udara, menutupi para prajurit dengan kegelapan yang tak terlihat.
"Jaga dirimu, Rhoan," kata Kael, matanya menyala. "Ini adalah kekuatan Umbrahlis, kekuatan yang tidak bisa kalian lawan."
Rhoan dan pasukannya terperangah saat bayangan gelap mengikat tubuh mereka, mencegah mereka bergerak. Tanpa bisa menghindar, mereka meronta-ronta, namun kekuatan Kael terlalu kuat.
"Sial!" teriak Rhoan, berusaha melepaskan diri dari cengkraman bayangan. "Kami tidak akan mundur begitu saja!"
Kael berjalan mendekat, langkahnya penuh dengan ketenangan yang menakutkan. "Kalian sudah menyesal datang ke sini," ujarnya, nadanya datar namun penuh ancaman.
Arlina berdiri di belakang Kael, melihat dengan cemas. "Kael... ini terlalu berbahaya."
Kael menoleh sebentar, memberikan senyum tipis. "Jangan khawatir, Arlina. Mereka akan segera kembali ke Solaria, tanpa membawa apa-apa."
Eryx muncul di samping Kael, matanya penuh kewaspadaan. "Pangeran, mereka sudah tidak bisa bergerak lagi. Apa yang harus kita lakukan dengan mereka?"
Kael menatap prajurit Solaria yang terjebak dalam bayangan. "Biarkan mereka pergi, tetapi beri mereka pelajaran. Kirimkan mereka kembali dengan pesan yang jelas: Jangan kembali ke Umbrahlis."
Dengan perintah Kael, bayangan gelap itu perlahan menghilang, membebaskan para prajurit Solaria, meskipun mereka masih terbungkus rasa takut. Rhoan berdiri tegak, menatap Kael dengan mata penuh kebencian.
"Kau tidak akan menang, Pangeran Kael," kata Rhoan dengan suara serak. "Solaria tidak akan berhenti."
"Begitu pun kami," jawab Kael dengan suara rendah. "Umbrahlis tidak akan pernah menyerah pada ancaman dari luar. Pesan ini akan sampai kepada Solaria. Kalian sudah cukup diberi kesempatan."
Rhoan mengepalkan tangannya dengan marah. "Kalian akan menyesal. Solaria akan membalas ini."
Kael menatap mereka satu kali lagi sebelum melangkah mundur. "Pergilah, dan jangan kembali. Jika kalian mencoba lagi, tidak akan ada tempat yang aman bagi kalian di dunia ini."
Prajurit Solaria mundur dengan langkah terburu-buru, mengetahui bahwa mereka tidak akan bisa melawan kekuatan gelap Kael. Kael memandang mereka dengan tatapan tajam sebelum berbalik, menuju istana.
Arlina mendekat, matanya penuh kekhawatiran. "Kael, apa yang akan kita lakukan sekarang? Ini semakin rumit."
Kael menghela napas panjang. "Kita akan terus bertahan, Arlina. Tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun, apalagi Solaria, mengambilmu dariku."
Eryx menatap Kael dan Arlina, menyadari bahwa meskipun pertempuran ini selesai, jalan di depan mereka masih panjang dan penuh dengan bahaya.
"Tapi kita sudah memperingatkan mereka," kata Eryx. "Jika mereka masih nekat, kita harus siap untuk lebih dari ini."
Kael mengangguk dengan tegas. "Umbrahlis akan bertahan, apapun yang terjadi."
Malam itu, Noctis Hall kembali sunyi. Namun di dalam hati Kael, ia tahu bahwa ini baru awal dari konflik yang lebih besar.
Kael berdiri di balkon istana, matanya menatap ke kejauhan, merenungi apa yang baru saja terjadi. Arlina datang mendekat, wajahnya masih dipenuhi kecemasan.
"Kael..." Arlina memanggil lembut, lalu berhenti di sampingnya. "Apa yang akan terjadi jika Solaria tidak mundur begitu saja? Apa kita siap menghadapi mereka?"
Kael menoleh, matanya lembut namun penuh ketegasan. "Kita harus siap, Arlina. Tidak ada jalan lain."
"Tapi... jika mereka datang lagi, kita bisa kehilangan banyak hal, kan?" suara Arlina bergetar. "Aku... aku tidak ingin ada yang terluka lagi."
Kael menatap Arlina, matanya dipenuhi tekad. "Kita akan melindungi Umbrahlis dengan apa pun yang kita punya. Aku tidak akan membiarkan mereka merusak kedamaian ini."
Arlina menggenggam tangan Kael, merasa sedikit lega dengan kata-katanya. "Aku percaya padamu, Kael."
Namun, Kael tetap diam sejenak. "Arlina, aku tidak bisa melindungimu jika kita terus berada dalam bayang-bayang ancaman ini. Kita harus membuat keputusan, dan aku... aku akan memilih melindungimu."
Arlina menatapnya, seolah merasakan beban di hatinya. "Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bersamamu."
Kael tersenyum tipis. "Begitu juga aku, Arlina."