Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Praduga
Tok tok tok ...
"Masuk," seru Danang saat ada yang mengetuk pintu. Seketika Danang terperanjat. Tangannya yang tadi sedang dengan bersemangat membuka bekal makan siangnya seketika berhenti begitu saja. "Ana, kenapa kau datang tanpa mengabari terlebih dahulu?" tanya Danang gugup.
"Kenapa? Apa kau merasa terganggu? Apa seorang istri tidak boleh mendatangi suaminya untuk memberikan kejutan?" ucap Ariana berusaha untuk bersikap tenang. Padahal dalam dadanya sedang bergemuruh. Apalagi saat melihat lunch box yang tergeletak di atas meja. Hatinya perih tak terkata.
"Bukan begitu. Bagaimana kalau aku ternyata sedang sibuk saat kau datang? Bukankah akan sia-sia saja akhirnya?" Danang berusaha berkilah.
"Kalau sibuk, ya ditunggu. Kalau lama, ya tinggal pergi saja. Profesi kita itu sama jadi aku nggak mungkin marah. Aku paham bagaimana kinerja seorang dokter yang bahkan bisa dipanggil tiba-tiba kapan pun itu." Ariana meletakkan tas kanvas yang berisi makan siangnya di atas meja. "Wah, sepertinya Mas sudah punya makan siang spesial. Aku baru tahu pelayanan seperti itu di rumah sakit ini. Selama ini nggak ada," ucap Ariana mencoba memancing kejujuran Danang.
"Oh, ini, ini bukan dari rumah sakit kok. Ini ... Ini diberi salah satu keluarga pasien yang kebetulan aku tangani. Kau bawa apa?" Danang hendak mengambil tas kanvas yang Ariana bawa.
"Tak perlu dibuka. Ini juga berisi makan siang. Toh Mas sudah memiliki makan siang spesial jadi makanan ini udah nggak Mas butuhkan lagi."
"Lho, kenapa begitu? Bagaimana kalau kita makan sama-sama saja? Kita bisa saling bertukar makanan."
"Nggak, Mas. Aku tiba-tiba sudah nggak berselera makan. Mas makan sendiri saja."
Ariana pun bergegas berdiri. Apa yang Ariana katakan memang benar, ia tiba-tiba kehilangan selera makannya setelah melihat apa yang suaminya lakukan di belakangnya. Berpura-pura mendapatkan makanan dari keluarga pasien, padahal itu makan siang pemberian seorang perawat yang bila ia ingat-ingat wajahnya begitu mirip dengan wajah perempuan yang ada di laptop suaminya itu. Seandainya laptopnya masih ada di rumah, mungkin Ariana akan segera pulang untuk memastikannya.
"An, kamu marah Mas dapat makan siang dari keluarga pasien? Maaf. Mas pun nggak bisa nolak. Apa kata mereka kalau Mas menolak pemberian mereka? Bisa-bisa Mas dicap dokter sombong. Padahal Mas dokter baru di sini. Bisa-bisa Mas mempermalukan nama ayah juga sebagai direktur rumah sakit ini."
Ya, sudah 2 tahun ini Samudera diangkat menjadi direktur rumah sakit tempatnya bekerja.
'Bahkan kau sampai membawa-bawa nama ayah untuk menutupi kebohonganmu. Sebenarnya apa hubunganmu dengan perempuan itu, Mas? Ya Allah, bagaimana kalau Mas Danang memang benar-benar berselingkuh di belakangku? Aku mohon, berikan petunjuk-Mu, Ya Allah.'
"Aku nggak marah kok. Ya udah, aku pergi dulu ya, Mas."
"Langsung pulang?"
Ariana menggeleng, "ke rumah sakit lagi. Aku masih ada jadwal sekitar jam 3 nanti."
Danang mengangguk.
"Oh ya, tadi mama telepon. Orang tua Mas mengundang kita makan malam di rumah, kamu bisa kan?" ujar Danang.
Ariana nampak berpikir, kemudian mengangguk.
Setelah itu, ia pun segera berpamitan keluar dari ruangan Danang dengan membawa tas kanvas berisi bekal makan siangnya.
Saat sudah berada di luar, Ariana tidak langsung pergi. Ia justru mengintip ke dalam melalui celah pintu. Hatinya kembali merasa perih saat melihat suaminya membuka bekal itu dengan semangat dan menyantapnya.
Tak ingin hatinya semakin hancur, Ariana pun segera pergi dari sana. Saat Ariana menyusuri koridor, lagi-lagi ia berpapasan dengan perawat yang tanpa sengaja ditabraknya tadi. Namun perawat tersebut sedang sibuk mengobrol dengan rekannya jadi ia tidak melihat keberadaan Ariana sama sekali.
"Jadi kamu beneran anterin bekal tadi ke ruangan dokter Danang, Sa?"
"Ya," jawab perawat itu pendek.
"Kamu ini. Apa kamu nggak takut kalau ...."
"Berhenti ikut campur urusan pribadiku, May! Aku nggak suka."
"Sa, aku hanya nggak ingin kamu ...."
"Kau itu temanku atau bukan sih, May? Kenapa kau ikut-ikutan menyudutkanku?"
"Aku nggak bermaksud begitu, Sa. Aku melakukan ini karena aku peduli padamu."
"Omong kosong. Kalau kau memang peduli padaku pasti kau paham mengapa aku sampai melakukan ini."
Setelah mengucapkan itu, perawat itupun segera berlalu meninggalkan temannya yang hanya bisa menghela nafas panjang.
"Dasar keras kepala," decak teman perawat itu seraya ikut berlalu dari sana.
Ariana yang tadi sengaja berjalan perlahan agar dapat mendengar pembicaraan keduanya hanya bisa mengerutkan kening. Ia masih belum paham dengan arah pembicaraan keduanya.
"Apa perawat itu menyukai Mas Danang? Tapi kalau hanya dia saja yang menyukai Mas Danang, mengapa Mas Danang seakan begitu senang saat melihat bekal makan siang tadi? Dia bahkan sampai mengabaikan bekal yang aku bawakan," gumamnya seraya menatap tas kanvas yang ada di tangan kanannya. "Kalau ia peduli padaku, ia pasti lebih memilih bekal yang aku bawakan. Tapi nyatanya, Mas Danang lebih memilih bekal dari perempuan itu." Ariana terkekeh miris dengan mata berkaca-kaca. "Sebenarnya siapa perempuan itu, Mas? Dan apa hubungan kalian?" desahnya lirih.
Ariana terus berjalan hingga tanpa sadar ia sudah berada di basemen rumah sakit. Ia pun segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya keluar gerbang rumah sakit. Namun karena pikirannya yang sedang kacau, ia hampir saja menabrak seorang laki-laki yang baru saja turun dari ojek.
"Brengsekkk! Turun, Woy! Loe bisa nyetir apa nggak sih?" omel laki-laki yang berpakaian seperti preman itu sambil mengetuk kaca mobil.
Ariana jelas ketakutan. Ia pun segera turun dari dalam mobil untuk meminta maaf.
"Maaf, Bang, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja!" ucap Ariana dengan bibir bergetar. Air mata yang sejak tadi ditahannya seketika tumpah.
Laki-laki itu yang melihat Ariana menangis jelas saja terkejut bukan main.
"Yaelah, pake nangis lagi. Cengeng amat sih jadi cewek."
"Habisnya Abang pake marah-marah. Ana kan takut, Bang. Abang nggak papa 'kan? Nggak ada yang luka 'kan?" Ariana berjalan mendekat dan menarik tangan laki-laki itu sambil menggerak-gerakkannya. Lalu mengitarinya.
"Heh, loe apa-apaan sih!" Laki-laki itu menarik tangannya kasar hingga Ariana hampir saja terjungkal kalau saja ia tidak reflek menarik tangan Ariana agar tidak terjatuh.
"Maaf. Aku hanya mau lihat, Abang ada luka apa nggak. Kalau luka, aku mau tanggung jawab," ucap Ariana seraya melepaskan tangan laki-laki itu dari pergelangan tangannya.
"Jadi kalau nggak luka, kamu nggak mau tanggung jawab, begitu?"
"Ya iyalah, memangnya aku harus ngapain?" Ariana mengerucutkan bibirnya. Wajahnya yang cantik dan imut diterpa cahaya matahari membuatnya terlihat bersinar. Laki-laki itu sampai terpaku di tempatnya. "Ih si Abang malah bengong."
"Eh, loe mau kemana? Tanggung jawab sini, nyawa gue hampir melayang tau nggak gara-gara loe," seru laki-laki itu saat Ariana melenggang menuju mobilnya.
"Iya, sebentar. Ini aku mau ambil sesuatu untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku."
Mata laki-laki itu mengerjap. Memangnya ia mau ambil apa, pikirnya? Apa mau memberinya kartu nama?
Tak lama kemudian, Ariana pun kembali seraya menenteng tas kanvas yang tadi hendak diberikannya pada Danang, tetapi tak jadi.
"Nih, Bang, Abang terima ini sebagai permintaan maafku." Ariana meraih tangan laki-laki itu dan meletakkan pegangan tas kanvas itu ke tangannya.
"Eh, ini apa? Ini bukan bom 'kan?"
"Astaghfirullah, memangnya wajah aku ada tampang terorisnya ya, Bang?" seru Ariana dengan wajah polosnya membuat laki-laki itu seketika keki.
"Ya, nggak. Tapi kan bisa aja."
"Ih, Abang mah suka su'udzon. Itu tuh makan siang. Tenang saja, sehat dan higienis kok. Aku tadi tanpa sengaja emmm ... maaf, dengar suara perut Abang yang diskoan. Kayaknya Abang terburu-buru 'kan sampai lupa makan. Itu silahkan dimakan. Sekali lagi maafin aku ya, Bang. Permisi. Assalamu'alaikum," cerocos Ariana yang lantas segera berlalu setelah mengatakan kata-kata mutiaranya.
Laki-laki itu sampai terpaku di tempatnya sambil menatap kepergian Ariana dengan mobilnya. Setelah mobil Ariana benar-benar menghilang, laki-laki itupun terkekeh.
"Perempuan unik," ujarnya sambil menatap tas kanvas di tangannya. "Astaga, dia tadi jadi dengar suara perutku? Ya ampun, nih perut malu-maluin aja." Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya seraya melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbang rumah sakit.
...***...
......Happy reading 🥰🥰🥰......
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...