Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Kecewa dan Sedih
Mami Sasa terkejut ketika mendengar putra bungsunya membentak Erzan yang notabene kakak kandungnya. Jarinya pun menunjuk ke arah Erzan yang tengah duduk dengan tenang. Sang mami hanya takut dua putranya ini akan bertengkar. Dia paham betul bagaimana watak kedua putranya.
"Adek," panggil sang mami dengan begitu lembut. Mencoba mendinginkan hati Rayyan.
"Adek gak terima tiba-tiba ada orang yang memfitnah wanita yang Adek cinta."
Kalimat itu penuh penekanan. Tatapannya begitu tajam terhadap sang Abang. Serta menunjukkan wajah marahnya kepada sang ibu. Dia sungguh tak bisa mengendalikan emosi.
"Bicaralah yang sopan pada Abangmu, Dek."
Rayyan tersenyum tipis mendengar ucapan maminya. Dia sangat tahu bahwa tak akan ada yang membelanya. Bahkan Achel sekalipun seakan acuh pada dirinya yang sudah berteriak. Dia lebih asyik bermain dengan baby El daripada melihatnya.
"Kenapa harus Adek yang Mami tekan? Yang memulai siapa?" Rayyan menjeda ucapannya. Sekuat tenaga dia tak berteriak kepada wanita yang juga sangat amat dia sayang.
"Apapun yang Adek pasti selalu salah di mata kalian. Hanya Abang yang kalian lihat."
Kalimat penuh kekecewaan lolos begitu saja dari bibir Rayyan. Keadaan semakin hening. Rayyan meraih tangan Alanna. Membawanya keluar dari ruangan tersebut tanpa pamit sedikit pun.
"RAYYAN RAJENDRA!"
Sang papi sudah berseru. Langkah Rayyan pun terhenti. Sebelum memutar tubuh, dia menghela napas kasar terlebih dahulu. Wajah serius dengan sorot mata tak mampu Rayyan baca telah sang papi berikan.
"Mau kamu apa?"
"Jika, Papi tidak bisa melamarkan Alanna untuk Adek. Adek bisa sendiri menghadap orang tua Alanna," tegasnya dengan wajah yang masih menahan amarah.
Sudah tak ada rasa takut karena emosi sudah menguasai hati dan diri. Sang papi pun dia tatap dengan penuh kekecewaan juga kekesalan.
"Adek pamit."
Mereka semua menatap punggung Rayyan yang mulai menjauh. Suasana di ruang keluarga semakin hening.
"Pi--"
Restu menoleh sekilas kepada sang istri. Lalu, dia beranjak dari tempatnya meninggalkan semuanya tanpa berbicara sedikit pun. Kini, Erzan yang menjadi pusat perhatian.
"Apa Abang terlihat seperti tukang fitnah?" Pertanyaan pun dilempar kepada mereka semua.
"Mami," panggil Achel yang ternyata sudah berada di hadapan Reyn.
"Who is she?"
"Calon Aunty Achel."
Balita itu menggeleng dengan cepat. Matanya tiba-tiba berair.
"Achel tak mau dia jadi Aunty Achel. Achel gak suka. She' s not good."
Erzan tersenyum tipis mendengar ucapan dari sang keponakan. Sedangkan yang lain mencoba menasihati Achel untuk tidak berkata seperti itu.
.
Hanya keheningan yang tercipta di dalam mobil. Tangan Rayyan terus menggenggam tangan wanitanya dan yang satunya memegang pada kemudi.
"Inilah alasan kenapa aku terus menunda," imbuhnya dengan menatap lurus ke depan.
"Jelas sekali terlihat kalau keluargamu tak menyukai aku," lirihnya.
Hati Rayyan sangat sakit mendengar kalimat yang terucap dari bibir wanitanya. Dia menatap Alanna yang terlihat begitu sendu.
"Aku tak peduli. Aku akan tetap menikahi kamu, Sayang. Yang menikah dan menjalani rumah tangga itu aku. Mereka tak berhak mengatur."
"Kalau perlu kita kawin lari," tukasnya dan mampu membuat Alanna menoleh.
"Harusnya kita tak saling jatuh cinta. Supaya tak ada yang tersakiti seperti sekarang ini."
Mobil berhenti mendadak membuat tubuh Alanna terhuyung ke depan. Untungnya memakai seatbelt.
"Kenapa berkata seperti itu?" tanya Rayyan dengan sorot mata yang begitu dalam.
"Tuhan mempertemukan kita untuk menyatukan kita. Kita sudah ditakdirkan untuk bersama, Alanna."
Alanna terdiam. Matanya mulai berair. Seatbelt yang terpasang di tubuh Alanna Rayyan buka dan dia menarik tangan Alanna ke dalam dekapannya.
"Aku sangat mencintai kamu, Sayang."
"Apa kurang effort-ku selama ini?" Alanna menggeleng dengan pelan dengan air mata yang dia tahan.
Mengajak Alanna untuk ke jenjang pernikahan sangatlah sulit. Rayyan harus berusaha sangat keras. Sudah ratusan kali membujuk wanita yang sangat amat dia sayang agar mau dilamar olehnya. Dan ketika Alanna berkenan, Erzan malah menghancurkan semua.
Kecewa dan sedih bercampur jadi satu. Tak seharusnya kalimat tajam yang berakhir menyakitkan keluar dari mulut Erzan. Padahal, dia begitu menghargai kakaknya. Nyatanya, sang kakak yang mengacau.
Semakin beranjak dewasa, Rayyan semakin mengerti dan merasakan jika dia selalu dianaktirikan. Hanya sang Abang yang dilihat oleh kedua orang tuanya. Selalu dibela oleh mereka juga keluarga besar.
Rayyan menghela napas kasar. Tangan satunya masih menggenggam tangan Alanna. Seketika rasa takut mulai menghampiri dan genggaman tangan itu semakin dieratkan.
"Ay, apa kita akhiri saja hubungan ini?"
Untung mobil sedang berhenti di lampu merah. Jika, tidak sudah pasti Rayyan akan mengerem mendadak lagi.
"Enggak," jawab Rayyan dengan tegas.
"Aku akan terus mempertahankan hubungan kita. Bagaimanapun caranya."
.
Rayyan membawa Alanna ke apartment miliknya. Tempat di mana mereka sering menghabiskan waktu bersama untuk melepas rindu. Bahkan, Alanna sering tidur di apartment Rayyan jika dia malas pulang.
Tangan Rayyan sudah memeluk erat tubuh Alanna. Kebiasaannya jika tengah ada masalah. Awalnya Alanna merasa nyaman. Lima menit kemudian dia seperti menahan sesuatu. Ada yang bergejolak. Sekuat tenaga Alanna tahan.
"Ay," panggil Alanna dengan pelan.
Rayyan yang tengah nyaman memeluk tubuh wanitanya terpaksa memundurkan tubuh.
"Aku mau pulang, ya. Perut aku gak enak banget."
"Kamu sakit?" Wajah Rayyan sudah panik.
"Enggak, Ay." Alanna menggeleng seraya meyakinkan kekasihnya itu.
"Sepertinya magg aku kambuh."
"Kita ke rumah sa--"
"Enggak perlu, Ay. Aku hanya perlu istirahat. Soalnya semenjak seminggu kita gak ketemu tidurku gak teratur. Makanku juga."
"Maafkan aku, Sayang," sesak Rayyan. Lalu, memeluk tubuh Alanna kembali.
Rayyan hendak mengantar Alanna pulang. Namun, Alanna menolak.
"Kamu sedang kacau, Ay. Aku gak mau setelah kamu nganterin aku kamu malah ngebut di jalanan. Apalagi sekarang udah malam."
"Aku gak ijinin kamu pulang naik gocar," balasnya dengan penuh ketegasan.
"Sepupu aku udah di jalan."
"Zidane?"
"Iya."
Terpaksa Rayyan mengijinkan. Dia tidak boleh egois apalagi wajah Alanna sudah sangat pucat.
"Aku antar ke bawah."
Mobil hitam mengkilap sudah berhenti di depan apartment. Seorang pria tersenyum ke arah Rayyan.
"Jaga calon istri gua." Zidane hanya mengacungkan jempol.
Di tengah perjalanan, Zidane menatap Alanna dengan penuh khawatir. Tangannya mulai mengusap perut Alanna hingga membuat Alanna menoleh kepadanya.
"Apa kita periksa saja?"
Alanna menggeleng. Dia menyandarkan tubuhnya. Gejolak di perutnya perlahan menghilang ketika telapak tangan Zidane ada di atas perutnya.
"Jangan dilepas tangannya," pinta Alanna ketika Zidane hendak menjauhkan tangannya pada perut Alanna.
Kedua alis Zidane menukik dengan tajam. Alanna pun memberikan tatapan yang begitu dalam. Perlahan, Zidane meletakkan tangannya kembali di atas perut Alanna.
"Better?" tanya Zidane.
Hanya anggukan yang Alanna berikan. Senyuman pun terukir di bibir Zidane dengan begitu lebar.
"Ternyata dia tahu siapa pemilik saham sebenarnya."
...*** BERSAMBUNG ***...
Boleh minta komennya? Banyakin atuh ...
biar tau rasa..
ksih plajaran aja ibu yg jahat itu Rayyan....
lanjut trus Thor
semangat
double up thorr
hahahahaa
karma gak pernah salah alamat.
amang Rayyan keren.. ngasih photolgpelukan kesijalangAlana 😀😀😀