NovelToon NovelToon
Kurebut Suami Kakak Tiriku

Kurebut Suami Kakak Tiriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Romansa / Balas dendam pengganti
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Adara hidup dalam dendam di dalam keluarga tirinya. Ingatan masa lalu kelam terbayang di pikirannya ketika membayangkan ayahnya meninggalkan ibunya demi seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Sayangnya kedua kakak laki-lakinya lebih memilih bersama ayah tiri dan ibu tirinya sedangkan dirinya mau tidak mau harus ikut karena ibunya mengalami gangguan kejiwaan. Melihat itu dia berniat membalaskan dendamnya dengan merebut suami kakak tirinya yang selalu dibanggakan oleh keluarga tirinya dan kedua kakak lelakinya yang lebih menyayangi kakak tirinya. Banyak sekali dendam yang dia simpan dan akan segera dia balas dengan menjalin hubungan dengan suami kakak tirinya. Tetapi di dalam perjalanan pembalasan dendamnya ternyata ada sosok misterius yang diam-diam mengamati dan ternyata berpihak kepadanya. Bagaimanakah perjalanan pembalasan dendamnya dan akhir dari hubungannya dengan suami kakak tirinya dan sosok misterius itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ADARA, DAVIN, DAN KENANGAN LUKA

Hari ini, Adara masih duduk di kafe yang sama, hanya saja situasinya sedikit berbeda. Kini, dia berhadapan dengan orang lain. Bukan orang asing, melainkan seseorang yang sangat dikenalnya. Bahkan, mereka tinggal serumah. Orang itu adalah Davin, kakak lelaki tertuanya. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, ke mana perginya Dean dan Vera? Rupanya, kedua temannya itu sudah lebih dulu meninggalkan tempat ini.

Flashback dimulai...

"Adara!" Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari arah samping, memanggil namanya dengan cukup lantang. Refleks, Adara, Dean, dan Vera langsung menoleh ke sumber suara. Mata mereka kini tertuju pada sosok seorang pria yang sedang melangkah mendekat dengan santai. Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah Davin. Ia menyapa mereka dengan senyum ramah yang terpampang di wajahnya, menatap mereka satu per satu secara bergantian.

Momen itu membuat ketiganya saling berpandangan, seolah mencoba membaca pikiran satu sama lain. Dalam hati, Adara mendesah panjang. Kenapa harus di sini? Dari sekian banyak tempat, kenapa kami harus bertemu dengannya di kafe ini? pikirnya kesal. Ia merasa pertemuan ini begitu tidak terduga dan mengganggu.

Tanpa banyak bicara, Adara menoleh ke arah Dean dan Vera, menatap kedua temannya dengan tatapan yang penuh isyarat. Tanpa perlu dijelaskan lebih jauh, kedua temannya paham apa yang dimaksud Adara. Ia ingin mereka pergi. Tidak ada gunanya mereka tetap tinggal jika Davin ada di sini. Kehadirannya jelas akan mempersulit pembicaraan mereka. Dean dan Vera akhirnya berdiri dengan enggan, lalu pergi meninggalkan kafe itu, menyisakan Adara sendirian bersama Davin.

Flashback Off

"Ada apa?" tanya Adara dengan nada datar. Raut wajahnya tidak menunjukkan rasa senang ataupun kesal, hanya dingin seperti biasanya. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Davin dengan pandangan yang tegas namun tetap terlihat santai.

Davin, di sisi lain, tetap memasang senyumnya. Tidak sedikit pun ekspresinya berubah meskipun Adara menyambutnya dengan sikap yang jauh dari ramah. Senyum itu bertahan, seolah ia terbiasa dengan perlakuan dingin dari adiknya.

Adara tidak pernah berubah, pikir Davin dalam hati. Baginya, sikap ketus dan dingin Adara adalah sesuatu yang sudah menjadi bagian dari dirinya, sesuatu yang entah kapan mulai muncul. Di antara mereka, tidak ada kehangatan yang biasa ditemukan dalam hubungan kakak beradik. Mereka lebih mirip dua orang asing yang kebetulan bertemu di satu tempat, meskipun kenyataannya mereka tinggal di bawah atap yang sama.

"Dingin sekali sambutannya," kata Davin akhirnya, mencoba memecah suasana. Namun, suaranya tidak menunjukkan tanda-tanda tersinggung. Malah terdengar seperti candaan ringan, sesuatu yang sudah sering ia lakukan untuk mencairkan suasana di antara mereka.

Namun, seperti yang sudah bisa ditebak, Adara tidak merespons. Dia hanya diam, membiarkan udara dingin di antara mereka semakin terasa. Davin menghela napas pelan. Dia tahu Adara tidak akan berubah begitu saja. Namun entah kenapa, dia tetap merasa perlu ada di sini, mencoba menjangkau adiknya meskipun hasilnya selalu sama.

"Kau sudah makan?" tanya Davin dengan nada ringan, mencoba membuka percakapan. Itu hanyalah basa-basi, cara sederhana untuk mengulur waktu agar bisa lebih lama bersama Adara.

Adara mendengus pelan. Sebuah ekspresi yang jelas-jelas menunjukkan bahwa dia paham apa maksud Davin. Tatapannya yang tajam mengarah langsung ke kakaknya, seperti mengatakan, Untuk apa semua ini?

"Apa sebenarnya yang ingin kau katakan? Katakan saja langsung, aku tidak punya banyak waktu," ucap Adara tegas, suaranya sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. Dia mulai bersiap untuk bangkit dari tempat duduknya, bersikap seolah-olah percakapan ini sama sekali tidak penting.

Namun, Davin cepat bertindak. "Baiklah, baiklah. Duduk dulu, Adara!" katanya buru-buru, menahan lengan adiknya sebelum benar-benar berdiri. Gesturnya penuh desakan namun tidak kasar, hanya cukup untuk membuat Adara tetap di tempatnya.

Davin sedikit memiringkan tubuhnya ke depan, mempersempit jarak di antara mereka, mencoba menarik perhatian Adara yang jelas-jelas sudah kehilangan kesabaran. "Aku serius, ada hal yang harus kita bicarakan," lanjutnya, suaranya lebih pelan dan penuh kesungguhan.

Adara memandangnya sejenak, matanya penuh kecurigaan. Namun, untuk sesaat dia menghentikan niatnya untuk pergi, meskipun terlihat jelas dia tidak sepenuhnya nyaman. "Baiklah, cepat katakan," katanya dengan nada dingin, melipat tangannya di dada, memberi sinyal bahwa ia tidak akan menunggu lama. Ia kembali menyandarkan tubuhnya di kursi, mengatur posisi agar lebih santai. Kakinya ia silangkan, dan matanya tertuju langsung pada Davin. Ia bisa melihat kakaknya tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Emmm..." gumam Davin tiba-tiba, suaranya terdengar pelan namun cukup jelas untuk menarik perhatian Adara. Ada sesuatu dalam nada itu—keraguan, bahkan mungkin kegelisahan—sehingga membuat Adara sedikit mengernyitkan dahi.

"Apa kau sudah bertemu dengan Mama?" tanya Davin akhirnya. Suaranya tidak terdengar percaya diri, seolah ia ragu untuk menanyakannya. Ada jeda singkat sebelum ia berani mencuri pandang ke arah Adara.

Namun, seperti biasanya, ekspresi Adara sulit ditebak. Wajahnya tetap datar tanpa menunjukkan emosi, seakan pertanyaan itu sama sekali tidak berarti baginya. Tetapi Davin menangkap sedikit pergeseran di matanya, sesuatu yang sulit dijelaskan.

"Mama?" ulang Adara, kali ini suaranya sedikit meninggi, seperti mencerminkan rasa terkejut. Tetapi Davin tahu, ada nada lain yang terselip di sana—nada yang terdengar dibuat-buat.

"Kau masih memikirkan Mama?" lanjut Adara, dengan nada yang jelas-jelas bernada mengejek. Matanya menatap langsung ke arah Davin, penuh tantangan.

Davin terdiam sesaat. Ia menelan ludahnya, merasakan tenggorokannya mengering. Kata-kata Adara menusuk langsung ke dalam dirinya, tapi ia tidak bisa membalas. Ia tahu, di balik sikap dingin itu, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Adara, sesuatu yang mungkin bahkan ia sendiri tidak mau akui.

"Aku baru saja bertemu dengan Mama, Adara," ujar Davin jujur. Suaranya pelan, dengan nada yang terdengar sedikit takut-takut. Ada keraguan yang melekat di setiap kata yang ia ucapkan, seolah takut reaksinya akan semakin memperkeruh suasana. Tetapi, ia tahu tidak ada jalan lain selain mengatakannya.

Dia baru saja kembali dari rehabilitasi, tempat Santi berada. Itu adalah rencana yang sudah lama ia susun dengan hati-hati. Bertemu dengan Mama adalah sesuatu yang selama ini ia inginkan, meski itu berarti membuka kembali luka yang pernah mereka tinggalkan bersama.

Namun, respons Adara bukanlah sesuatu yang mengejutkan. "Buat apa kau bertemu dengannya?" tanyanya dingin, tanpa nada emosi apa pun dalam suaranya. Ia menatap Davin dengan tatapan yang tajam, seolah ingin menusuk hatinya. "Bukankah kalian sudah melupakan dia?" lanjutnya, suaranya tegas, tetapi ada kepedihan samar yang terselip di sana.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!