Kurebut Suami Kakak Tiriku

Kurebut Suami Kakak Tiriku

MASA LALU KELAM

"Ahhhhh lepaskan, kamu jahat mas, kamu jahat!" teriak seorang wanita dengan keadaan yang sangat berantakan dan tidak terurus. Rambutnya yang kusut, pakaian lusuh yang menempel di tubuhnya, dan bau menyengat yang sangat terasa dari tubuhnya menunjukkan betapa hancurnya keadaan wanita itu. Matanya yang kosong menatap sekitar, sementara perawat jiwa memegangnya erat, berusaha membawanya ke dalam ruangan rehabilitas. Di sudut ruangan, seorang gadis kecil berdiri, menangis terisak, melihat ibunya yang kini jauh berbeda dari dulu. Gadis kecil itu bernama Adara. Matanya merah seperti menyimpan kekuatan emosi yang begitu kuat, emosi yang meluap akibat perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan.

Adara menatap ibunya yang terpaksa dipaksa masuk ke dalam ruangan rehabilitas itu, tak bisa mengerti apa yang telah terjadi pada kehidupan ibunya. Ibu yang dulunya sangat lembut, selalu menjaga penampilannya dengan rapih, selalu menyayanginya dengan tulus, kini berubah menjadi sosok yang asing. Adara tahu apa yang telah menyebabkan semua ini, dan dia tak bisa melupakan itu. Dia tahu, ibunya jadi seperti ini karena ayahnya yang kini memilih wanita lain, wanita yang sudah merusak segalanya.

Adara mengusap air mata yang sudah menggenang di matanya. Perasaan marah, kesal, dan bingung bercampur menjadi satu. "Entah kapan aku akan kembali kesini untuk mengunjungi ibu," pikirnya dengan hati yang hancur. Dia tahu, meski sekarang dia harus berpisah dari ibunya, akan ada saatnya dia kembali, dan kali ini dia berjanji akan membalas semuanya. Adara, gadis kecil berusia 12 tahun itu, merasa kehilangan segalanya.

"Adara, ayo masuk. Kamu mau tinggal di mana lagi?" suara kakak lelaki pertamanya terdengar memanggil. Adara berbalik, menatap banyak pasang mata yang seolah memandangnya dengan tatapan yang tak bisa ia pahami. Ada tatapan dari ayahnya, yang dulu adalah sosok superhero dalam hidupnya, kini justru menjadi musuh terbesarnya. Di samping ayahnya, ada seorang wanita cantik yang terlihat begitu manja menggantungkan dirinya di lengan ayahnya. Selain itu, ada juga gadis kecil lain yang tampaknya seusia Adara, yang dengan ceria dipayungi oleh kakak lelaki keduanya. Mereka semua terlihat begitu akrab, seolah tak ada yang berubah.

"Panas banget!" seru gadis kecil itu sambil mengeluh, membuat Adara semakin merasa tak nyaman.

"Maaf ya sayang. Papa buat kamu jadi kepanasan," ujar ayah Adara, Arga, sambil tersenyum kepadanya.

"Iya mas, cepetan dong. Suruh anak kamu itu masuk," ujar Karina, istri baru ayahnya yang kini menjadi penyebab hancurnya keluarganya dan penyebab ibunya gila. Tatapan Karina begitu tajam, penuh sindiran. Tak ada rasa empati di wajahnya. Bahkan, suara Karina terdengar penuh dengan kesal dan tak sabar.

"Adara! Kamu mau kami tinggal biar jadi anak gelandangan? Kamu lihat ibu kamu sudah gila, kamu mau tinggal sama orang gila?" teriak Arga dengan suara membentak, menambah luka di hati Adara.

Deg.

Mendengar kata-kata kasar itu, tubuh Adara terasa seperti dihantam keras. Dia menutup matanya sejenak, mencoba mengatasi rasa sakit yang menusuk di hatinya. Dia menatap kedua kakak lelaki kandungnya yang hanya diam saja, tidak berkata apa-apa. Tak ada rasa sedih atau empati dari mereka ketika ibu mereka disebut dengan kata-kata yang begitu kejam. Adara tersenyum miris, rasanya seperti seluruh dunia berubah begitu saja, meninggalkan dia sendirian. Tanpa merasa peduli dengan mereka, Adara langsung berjalan menuju mobil hitam milik ayahnya yang sudah menunggu di depan.

"Akan aku balas kalian semua!" batin Adara dalam hatinya, penuh dengan dendam yang terkunci rapat.

"Ibu!" Adara terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka dengan terkejut, nafasnya terengah-engah, dan tubuhnya yang terbangun dari tidur itu terasa kaku. Dia mengucek matanya kasar, mencoba menghilangkan sisa-sisa kantuk yang masih tersisa. Namun, saat dia melihat jam di atas nakas meja tempat tidurnya, jam itu menunjukkan pukul empat pagi. Adara termenung sejenak, mengingat kembali mimpi buruk yang baru saja menghantuinya. Mimpi tentang masa lalu kelamnya yang terus berulang setiap malam. Ia merasa masih terperangkap dalam kenangan itu.

"Ibu, apa kabar ibu sekarang?" gumam Adara, teringat kembali kepada ibunya. Sudah lama sekali ia tidak mengunjungi ibu yang kini terjebak dalam dunia rehabilitas. Adara merasa bersalah, tidak bisa selalu ada untuk ibunya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia mengunjungi ibunya. Untungnya, usahanya untuk mencari alamat rehabilitas ibunya akhirnya membuahkan hasil. Dan hari ini, yang merupakan akhir pekan, Adara memutuskan untuk mengunjungi ibunya, meskipun dia merasa takut dengan apa yang akan dia temui. Dia tahu, saat ini dia harus melihat ibunya yang sudah lama dia tinggalkan.

Adara memilih untuk tidak kembali tidur. Dia mengganti bajunya dengan pakaian olahraga, memutuskan untuk berlari pagi, mencoba melepaskan ketegangan yang sudah menumpuk di hatinya. Berlari sudah menjadi cara untuk menenangkan pikirannya. Setelah berganti baju, Adara keluar dan mulai berlari mengelilingi taman mansion besar tempat tinggalnya bersama keluarga tirinya. Taman itu luas, namun kesendirian yang ia rasakan jauh lebih besar. Setelah berlari lima putaran, tubuhnya mulai terasa lelah, dan Adara pun berhenti, duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di tengah taman. Ia menatap langit yang masih gelap, meresapi keheningan pagi itu.

Hufff.

Adara menghela nafas panjang, merasa lelah, tapi tetap terjaga. "Sampai kapan begini terus?" gumamnya pelan, menatap langit yang perlahan mulai berubah menjadi lebih terang. Dia merasa seolah hidupnya terus berputar tanpa arah, seperti burung yang terperangkap dalam sangkar, terbang tanpa tujuan. Namun, Adara tahu bahwa dia harus bergerak maju. Meskipun banyak rintangan yang menghadang, dia harus kuat.

"Kenapa pagi-pagi sudah di sini?" suara seseorang membuat Adara terkejut, seolah menambah beban di hatinya. Dia berbalik, menatap sosok kakak lelaki pertamanya yang datang menghampirinya. Kakaknya itu menatapnya dengan pandangan yang entah bagaimana, membuat Adara merasa semakin terasing. Tangan kakaknya memegang sebuah gelas putih, dan tubuhnya masih mengenakan pakaian tidur, menunjukkan bahwa dia baru saja terbangun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!